Apapun Keadaanmu Engkau Berharga Dimata Tuhan Yesus – Efraim Fo’endey

“Waktu itu saya berpikir untuk membunuh anak saya kemudian baru saya membunuh diri saya sendiri. Karena tidak ada gunanya kami hidup. Kejadian ini tidak pernah saya cerita. Saat itu lama saya duduk disitu berpikir. Kemudian saya kaget karena mendengar suara …” – ” … HAI JANGAN KAMU PERBUAT AKAN APA YANG KAMU RENCANAKAN ITU … ”
Oleh karena engkau berharga di mata-Ku dan mulia, dan Aku ini mengasihi engkau, maka Aku memberikan manusia sebagai gantimu, dan bangsa-bangsa sebagai ganti nyawamu. (Yesaya 43:4).
Efraim Fo’endey – Meski buta, Yesus pakai aku. Engkau berharga dimata Tuhan. Shalom, begini kisahnya :

Pada saat kesaksian ini dibuat diceritakan kisah lebih dari 26 tahun yang lalu mengenai seorang yang bernama Efraim. Dikarenakan karena suatu hal, maka Efraim mengalami buta mata dan tidak bisa melihat. Tetapi dikarenakan kasih Tuhan Yesus yang begitu besar maka Efraim dapat melayani Tuhan dan memiliki keluarga didalam pelayanan-nya. Amen to that.

Oleh karena engkau berharga di mata-Ku dan mulia, dan Aku ini mengasihi engkau, maka Aku memberikan manusia sebagai gantimu, dan bangsa-bangsa sebagai ganti nyawamu. (Yesaya 43:4).

Tepat nya Efraim Fo’endey lahir ditempat ini dan dibesarkan oleh seorang ibu dimana ibunya terpaksa ditinggalkan oleh suaminya. Seperti apa masa kecil Efraim ?

Ibu Wetigu Lainus (Ibunda Efraim) :
“Pada saat Efraim berumur 3 tahun tidak ada bapaknya.”

Keadaan ekonomi yang sangat sulit, mengharuskan ibu Wetigu pergi ke desa lain dan meninggalkan Efraim untuk bekerja di kebun.

Ibu Wetigu :
“Saya pergi tinggalkan dia sendiri. Disamping itu, saya pergi titip Efraim sama adikku karena tidak ada yang jaga dia kalau siang. Kalau saya tidak keluar, tidak ada apa-apa.”

Berhari-hari bahkan berbulan-bulan Efraim ditinggalkan oleh mamanya.

Efraim kecil : ‘mama … mama … mama …’

Namun pada suatu hari tanpa sepengetahuan mamanya Efraim terserang penyakit cacar.

Efraim :
“Kebetulan pada saat itu cacar itu muncul dimata saya. Pada malamnya disitulah puncak dari penyakit saya itu dan saya menjerit-jerit. Karena memang sangat sakit, bayangkan saja sampai biji kornea itu bisa hancur seperti ini. Jadi kornea saya mengecil seperti ini karena hancur. Karena sudah tidak ada biji korneanya. Kalau ada mama mungkin tidak akan parah seperti itu.”

Dalam keadaaan buta Efraim sering ditinggalkan selama berhari-hari dikebun oleh tantenya.

Efraim :
“Saya ditinggal oleh tante saya itu hari sabtu, dan hari senin baru mereka balik dari kebun. Jadi selama tiga hari inilah saya harus makan nasi yang sudah basi dikarenakan tidak ada yang lain. Maka saya terpaksa harus makan. Saya menjadi bertanya-tanya kenapa saya ditinggal ? kenapa saya tidak dibawa ke kampung ? Lalu muncul dihati saya sewaktu-waktu kapan saya mati ? Kapan saya harus pergi meninggalkan penderitaan ?”

Sembilan bulan kemudian ibu Wetigu kembali ke kampung. Namun ibu Wetigu tidak pernah menyangka apa yang telah terjadi pada diri Efraim. Ibu Wetigu terlihat begitu kaget dengan keadaan anaknya Efraim. Kekecewaan dan kesedihan tiba-tiba melanda hati ibu Wetigu ketika dia melihat anaknya sudah buta. Kemudian muncul niat didalam hati ibu Wetigu untuk membunuh anaknya.

Ibu Wetigu :
“Waktu itu saya berpikir untuk membunuh anak saya kemudian baru saya membunuh diri saya sendiri. Karena tidak ada gunanya kami hidup. Kejadian ini tidak pernah saya cerita. Saat itu lama saya duduk disitu berpikir. Kemudian saya kaget karena mendengar suara …”

” … HAI JANGAN KAMU PERBUAT AKAN APA YANG KAMU RENCANAKAN ITU … ”

Ibu Efraim :
“Keras sekali suara itu … Kemudian saya sampai menangis, akan tetapi dia diam saja. Kemudian Efraim anak saya yang sudah buta saya peluk erat-erat.”

Efraim :
Mulai saat itu mama saya tidak pergi-pergi lagi ke desa yang lain.

Selama bertahun-tahun tinggal dengan ibunya, Efraim tidak tahu apa yang akan terjadi dengan hidupnya. Tiba-tiba ada seorang malaikat yang datang mencari dia.

Efraim :
“Begitu dia melihat saya, dia begitu tertarik karena melihat bahwa saya punya kerinduan untuk belajar musik itu sangat tinggi. Lalu dia ajak saya dan tinggal dengan mereka. Kemudian saya mulai diajar dengan bermain musik, dididik untuk bergaul dengan baik. Lalu saya diberikan pelajaran-pelajaran Alkitab. Saya diajar untuk bagaimana bisa berdoa. Terus saya ingat ya, pak pendeta Frans itu selalu mengatakan bahwa kamu pasti bisa menjadi orang yang berhasil. Dia bilang Tuhan sangat sanggup, tidak ada yang terlalu sulit bagi Tuhan. Kemudian hati saya melonjak dan muncul suatu pengharapan yang sangat tinggi didalam hati saya waktu itu.”

Oleh Bapak Frans Wongkar Efraim disekolahkan di sekolah khusus tuna netra di tentena. Bahkan dia mampu menguasai huruf braille hanya dalam waktu satu bulan. Kemudian dia melanjutkan studinya di tentena dan malang. Disitulah dia bertemu dengan Anna istrinya dan setelah mereka menikah pada tahun 1991. mereka mulai melayani bersama.

Pemirsa, ditempat inilah (Tempat pembuangan sampah) seorang Efraim mendatangi pemulung yang sehari-harinya memilah-milah sampah. Bagaimana seorang buta seperti dia bisa sampai ke tempat ini ?

Efraim :
“Saya mengambil suatu keputusan bahwa saya mau mencari tempat-tempat pemulung dan kemudian saya layani mereka. Dan kebetulan disekitar saya, didaerah dimana saya tinggal, disitu ada lokasi dimana orang-orang pemulung itu bisa mengelola dan memisah-misahkan sampah itu dengan yang lain”

Ibu Amir – Salah seorang pemulung :
“Dan saya ini sangat terharu karena dia seorang yang tuna netra mau terjun ke tempat kami disana dan banyak yang tadinya tidak pernah ke gereja, akhirnya jadi terpanggil ikut ke gereja. Saya pribadi aja yang tadinya nggak mengenal Tuhan jadi mengenal Tuhan. Yang asalnya pisah suami istri bisa bersatu kembali karena Pak Efraim.”

Efraim :
“Menurut saya memang kebahagiaan itu bagaimana kita menemukan tujuan hidup yang sesungguhnya. Yaitu dimana kita menikmati atau menjalani hidup bersama Tuhan. Nah disitulah saya merasakan bagaimana kebahagiaan yang sesungguhnya itu.”

Setelah sekian lamanya Ibu Wetigu dan Efraim tidak bertemu, team Solusi membawa ibu wetigu dan mempertemukan dia dengan keluarga Efraim di Jakarta – Daerah Cilincing – Jakarta Utara.

Pembawa acara menggandeng Ibu efraim memasuki gang sempit dimana anaknya Efraim tinggal bersama istri dan anak-anak-nya.

Didalam pikiran ibu Wetigu kembali teringat masa-masa dimana melihat Efraim buta dan mau membunuhnya. Membayangkan hal-hal yang dahulu membuat ibu Wetigu begitu ingin segera bertemu anaknya. Kemudian mereka memasuki rumah Efraim yang sederhana.

Pembawa Acara :
“Gimana kegiatan hari ini ?”

Efraim :
“Ya lancar.”

Pembawa acara :
“Tidak sendiri ya ?”

Efraim :
“Tidak”

Pembawa Acara :
“Saya datang dengan membawa seseorang. coba dipegang.”

Efraim :
“Istri saya … ??? perasaan bukan …”

Pembawa acara :
“Coba ibu ngomong …”

ibu Wetigu :
“mama kamu …”

Efraim :
“Mama saya …”

Kemudian Efraim bangkit dari kursi dan memeluk ibunya yang sudah sekian tahun tidak ketemu. Keduanya menangis, ibu Wetigu terlihat menangis lebih keras, sedangkan Efraim karena mempunyai masalah dengan matanya, maka dia menangis tanpa air mata. sungguh mengharukan saudara/i.

Pembawa acara :
“Gimana setelah ketemu ibunya”

Efraim :
“Seperti mimpi ya …”
Dan Ia, Tuhan kita Yesus Kristus, dan Allah, Bapa kita, yang dalam kasih karunia-Nya telah mengasihi kita dan yang telah menganugerahkan penghiburan abadi dan pengharapan baik kepada kita, (2 Tesalonika 2:16).
Apapun keadaan kita saat ini janganlah menjadi hambatan untuk mengiring Yesus Kristus sampai garis akhir. Tuhan Yesus tidak melihat kepandaian, keahlian, faktor fisik ganteng atau cantik, kekayaan, dan lain-lain. Yang Tuhan Yesus inginkan adalah hati sebagai hamba. Hati seorang hamba yang mengabdi kepada tuannya. Hati umat manusia yang rindu akan jamahan tangan Tuhan kita Yesus Kristus dimana meyakini bahwa didalam kehidupannya ada penyertaan Tuhan Yesus Kristus sehingga kata-kata, perbuatan baik didalam facebook maupun didunia nyata mampu mengubah manusia disekitarnya menjadi benar dimata Tuhan Yesus.
Kemudian ibu Wetigu diajak bertemu dengan semua anggota keluarga Efraim, istri dan anak-anak mereka yang sekaligus cucu dari ibu Wetigu. Cucu ibu ini sudah besar-besar. Kemudian ibu Wetigu menangis sambil memeluk cucunya dan mengatakan ‘kok sudah besar sekali’.

Efraim :
“Saya terima kasih sekali kepada orang tua saya yang merawat saya. Sampai saya bisa begini. Yang mendoakan saya sampai saya bisa menjadi seorang hamba Tuhan.”

Pembawa acara :
“Pemirsa kita telah lihat bersama betapa indahnya satu keluarga yang sudah dipulihakan dan dipertemukan kembali setelah sekian lama tidak bertemu dan bisa mengasihi satu dengan yang lain. Dan saling mengampuni satu dengan yang lain.”
—– Demikian Efraim mengakhiri kesaksiannya …

Tetap mengasihi sesama manusia apapun keyakinannya. Tetap semangat menjalani kehidupan ini. Tetap yakin akan perlindungan dan penyertaan Tuhan kitaYesus Kristus. Karena didalam Yesus Kristus ada pengharapan, suka cita, kasih dan damai sejahtera. Tuhan Yesus memberkati. Amin.

Sumber: http://tuaianakhirzaman.blogspot.co.id/2016/11/efraim-foendey.html

Leave a Comment