AYAH DAN ANAK TERBAKAR HIDUP-HIDUP DI DAPUR

Tidak ada firasat apapun terbersit dalam hati Limson Nainggolan pada hari naas itu. Namun pada tanggal 29 November 2009 itu, sebuah kejadian naas terjadi dan membahayakan nyawanya dan nyawa buah hatinya. Inilah penuturan Limson tentang kejadian itu:

“Ketika saya sampai di dapur, saya lihat lantai itu ada bercak-bercak seperti kotoran. Lalu saya panggil anak saya yang ketiga, ‘Sini dulu sayang, lihat ini lantai kotor. Bersihin..’”

Tita, anak ketiga Limson lari ke dapur menghampirinya. Akhirnya buah hatinya tersebut mengambil kain pel untuk membersihkan lantai dapur yang kotor itu. Namun tanpa disadari oleh Limson, maut sedang mengintip dan mengancam keselamatan nyawanya dan nyawa anaknya.

Saat Tita sedang mengepel lantai, tiba-tiba sebuah ledakan dasyat terjadi di dapur itu dan menyebabkan kebakaran yang membakar dirinya dan juga putrinya.

“Dapur itu penuh dengan api, seperti bola api dan saya serta anak saya Tita ada di dalamnya..”

Kakak-kakak Tita panik saat melihat api membakar dapur dimana mereka tahu ada ayah dan adik mereka di sana.

“Begitu saya keluar dari kamar, saya melihat di dapur itu ada api yang besar. Api menggumpal di langit-langit,” demikian cerita Efraim Asa, anak Limson. “Saya kaget sekali.”

Limson dan Tita yang berada di tengah kobaran api seperti tidak berdaya dan tidak dapat berbuat apa-apa. Limson hanya berusaha memeluk Tita erat-erat, namun ketika Tita memberontak ia seperti tersadar dan segera menerobos kobaran api sambil menarik buah hatinya itu. Namun keadaan Tita dan Limson sudah penuh dengan luka bakar dan dalam keadaan kristis. Tanpa menunggu lama, keduanya segera dilarikan ke rumah sakit oleh kakak-kakak Tita.

Sang ibu yang tidak ada di tempat kejadian, segera ditelepon oleh kakak Tita dan menceritakan tentang kondisi Tita dan Limson yang dalam keadaan kritis.

“Mama, kami kebakaran… kebakaran.. Tita Ma, dia kebakar..” demikian seru kakak Tita kepada mamanya.

“Kenapa..?” Yulia Nurhaida, istri Limson langsung shock dan merasa lemas mendengar berita itu.

“Tiba-tiba tangan saya langsung ditarik, ‘Ayo..! Masuk Mama Vivi!’ Saya ditarik ke dalam mobil..” tutur Yulia.

Rupanya, teman-teman Yulia yang saat itu bersamanya langsung tanggap dan bergerak cepat mengantarnya ke rumah sakit. Dalam pikiran Yulia, anaknya Tita sudah tewas karena kebakaran tersebut.

“Saya hanya berdoa, ‘Tuhan kasih saya kesempatan.’ Itu saja..Beri saya kesempatan untuk ketemu anak saya, sebentar saja…’”

Dalam hati Yulia berkecamuk perasaan kuatir, sedih dan juga was-was akan nasib suami dan anaknya. Katika tiba di rumah sakit, dilihatnya sang suami yang penuh luka bakar sedang ditangani oleh dokter dan perawat. Namun ia diminta oleh Limson untuk segera melihat keadaan putri mereka.

“Begitu saya buka korden itu, dia panggil saya ‘Mama..!’ Saya peluk dia dan saya lihat seluruh tubuhnya, saya tidak tega lihat rasa sakitnya,” demikian Yulia mengingat saat-saat menegangkan tersebut.

Limson yang terbaring tidak jauh dari putrinya merasa sangat tersiksa, bukan hanya karena luka bakar yang dialaminya, namun lebih karena melihat penderitaan Tita dalam menahan rasa sakit yang amat sangat.

“Dalam hati saya berbicara kepada Tuhan,” tutur Limson. “Saya merenung, dosa apa yang saya lakukan. Kenapa saya harus begini. Depresi saya pada saat itu.”

Kondisi Tita sungguh mengenaskan. Setiap hari dia terus merintih kesakitan, apa lagi ketika efek obat penahan rasa sakitnya telah menghilang. Mamanya berusaha melakukan segala sesuatu untuk menenangkannya, namun Tita terus histeris.

“Ngga ada hari tanpa dia teriak-teriak. Seperti orang gila kalau efek obatnya habis. Saya harus berdiri tiap malam karena tidak tega,” demikian ungkap Yulia yang dengan setia merawat putrinya itu.

“Kalau dia merasa sakit, dia teriak, ‘Saya dah ngga kuat lagi mama.., Saya ngga kuat lagi..!’ Jadi saya harus peluk dia. ‘Sabar ya, ngga boleh kamu ngomong seperti itu. Berdoa-berdoa.. Minta sama Tuhan..’”

Jeritan dan rintihan Tita seperti merobek-robek hati Limson. Dirinya sendiri dalam keadaan terbaring di tempat tidur, dan tidak bisa menolong anak yang sangat dikasihinya itu.

“Tita menangis-nangis, menjerit-jerit, teriak-teriak. Disitulah saya ngga tahan. Saya membayangkan anak saya menjerit-jerit seperti itu, dan diceritakan kepada saya kakinya itu semuanya bocor, terus keluar darah semua. Jadi itu menambah penderitaan saya.”

Limson semakin tertekan dan putus asa mendengar keadaan putrinya itu. Namun sang istri menegurnya, dan memintanya untuk tetap kuat.

Sang istri, Yulia berusaha tetap tegar menghadapi keadaan itu. Namun putrinya Tita, semakin hari bukannya bertambah baik, malah keadaannya semakin mengkuatirkan.

“Matanya juga sudah ke atas-atas, dan panasnya itu tinggi sekali. Jadi setiap malam harus saya kompres. Tita itu mukanya sudah pucat sekali, dan sering bilang, ‘Ngga kuat lagi Mama..’ Pikiran saya, dia sudah mau meninggal,” sambil tertunduk Yulia menceritakan beban berat yang pernah dirasakannya itu.

Tita sendiri, yang mengalami penderitaan karena luka bakar tersebut sempat merasa marah kepada Tuhan. Terbersit dalam pikirannya bahwa ia akan segera mengalami kematian.

“Sakit yang aku rasaain itu, sakit, sakit, sakit banget.. sampe ngga kuat lagi ngadepinnya..” demikian pengakuan Tita.

Luka bakar yang dialami Limson dan Tita sebenarnya hanya pada kakinya, namun luka tersebut menjalar kebagian tubuh yang lainnya. Sekitar satu bulan lamanya keduanya dirawat di rumah sakit, namun tidak ada tanda-tanda bahwa keadaan Limson dan Tita akan membaik. Di tengah keputusasaannya Limson pun berseru kepada Tuhan.

“Di rumah sakit, saya putus asa, saya depresi. Sepertinya Tuhan tidak mendengar doa saya. Rasanya tidak ada semangat hidup.”

Limson terus menyalahkan dirinya atas kejadian naas tersebut. Jika saja ia tidak memanggil Tita untuk membersihkan dapur saat itu, pasti putrinya itu tidak harus mengalami penderitaan seperti sekarang ini. Jika saja.. jika saja, jika saja… Penyesalan itu terus mengintimidasi pikirannya. Sering Limson menangis sambil menyesali nasibnya.

“Rasanya tidak ada artinya hidup,” demikian ungkap Limson sambil mencucurkan air mata.

Namun beruntung saat dirinya dalam keadaan putus asa seperti itu, masih ada teman-temannya yang menguatkan.

“Saya kirim SMS kepada beberapa sahabat saya, saya minta tolong bantu mendoakan saya. Tuhan tidak mendengar doa saya. Tepat jam dua belas malam, saya terima SMS balasan, ‘Tenang Pak Limson, sekarang kami sedang mendoakan Bapak. Tetap kuatkan hati Bapak dan tetap bersandar pada Tuhan. Percaya pada Tuhan, pasti disembuhkan. Gbu.’”

Mulai saat itu Limson berhenti mengeluh dan meratapi nasibnya. Istrinya pun dengan tekun berdoa bagi kesembuhan suami serta anaknya dan membangkitkan semangat hidup keduanya.

Tita dan Limson seperti mendapat kekuatan baru. Mereka kembali mempercayai bahwa Tuhan sanggup bekerja dalam segala perkara untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka.

“Saat itu, Tita semakin percaya bahwa Tita bisa sembuh oleh pertolongan Tuhan,” demikian Tita menceritakan keyakinannya.

Kepercayaannya mereka kepada Tuhan ternyata membuahkan hasil. Dalam waktu tiga bulan kemudian, kondisi Tita dan Limson semakin baik. Kaki Tita tidak bisa lurus karena ada daging yang tumbuh di sela-sela lutut, selain itu kulitnya juga bengkok dan jari-jarinya berdiri. Namun sebuah mukjizat terjadi, semuanya kembali normal tanpa bantuan dari terapis.

“Tita sudah bisa tidur, sudah bisa tenang, sudah bisa senyum, hal itu membuat saya sangat senang. Rasanya seperti ada rasa dingin mengalir dalam darah saya sampai ke kepala saya. Senang sekali.”

Kini keduanya telah pulih sekalipun masih harus melakukan beberapa perawatan sesekali. Pengharapan mereka kepada Tuhan semakin kuat karena kejadian tersebut, tidak hanya itu, keluarga mereka pun semakin harmonis di dalam Tuhan.

“Tanpa Yesus, penderitaan akan membawa malapetaka. Dengan Yesus, penderitaan akan membawa sukacita. Dari semua peristiwa ini, kami satu keluarga menjadi sangat solid, menjadi saling sangat mengasihi. Bagi saya, Tuhan Yesus itu, Dia jawaban atas semua masalah saya. Dia jawaban dari semua penderitaan saya. Tuhan memang memberikan kepada saya kesempatan untuk hidup,” demikian Limson menutup kesaksiannya.

Sumber Kesaksian: jawaban.com

 

Leave a Comment