JEREMY LIN – NBA FOR JESUS

Katanya, “Itu suatu perjuangan yang berat. Daging saya dengan kuat mendorong saya untuk mengeluh. Merengek. Mengeluh. Tapi sisi lain saya berpikir, ‘Tuhan saya maha kuasa…’ Itulah bagian yang menyedihkan. Saat saya melihat kembali, banyak kali saya meragukan Tuhan. Mengapa saya meragukan Tuhan? Namun, saya pikir itu adalah suatu proses pertumbuhan.” Kita tahu sekarang, bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah. (Roma 8:28). “Ada kalanya Anda berhadapan dengan gunung dan Anda memandang gunung itu sebagai lebih besar dari Allah sendiri,” kata Lin.

Kesaksian Jeremy Lin.

Iman dalam Tuhan yang memulai semuanya”

Begini sekilas kisah Jeremy Lin

Bukan hanya pecinta basket NBA tapi seluruh dunia olah raga telah mendengar tentang sensasi Jeremy Lin yang telah mendatangkan kejutan tak henti-hentinya sejak bermain dengan New York Knicks NBA. Lin bermain sangat hebat sebagai pemain baru.

Lin menjadi topik perbincangan bukan hanya karena permainannya yang tangguh dan sensasional tapi kerana merupakan pemain NBA pertama yang lulus dari Harvard dalam 57 tahun yang terakhir dan juga perjuangan beratnya untuk menanggalkan stereo-tipe sebagai seorang Asia-Amerika yang bermain di jenjang NBA.

Associated Press menyebut Lin “kisah yang paling mengejutkan dalam NBA” dan popularitasnya telah mengundang banyak pihak untuk mewawancaranya termasuk David Letterman yang ditolaknya. Di tengah kesibukannya sekarang, Lin sempat menerima wawancara yang membatasi pertanyaan pada subyek spiritualitasnya.

Kata Lin dalam wawancara dengan MercuryNews.com, “Ini adalah platform yang telah diberikan, saya tidak mau memberikan gambaran yang palsu. Saya mau orang melihat siapa saya dan apa yang telah Allah perbuat di dalam hidup saya.”

Sebelum direkrut untuk bermain dengan Knicks, Lin dianggap sebelah mata dan memulai karir NBAnya dengan buruk. Penolakan demi penolakan dialaminya.

Katanya, “Itu suatu perjuangan yang berat. Daging saya dengan kuat mendorong saya untuk mengeluh. Merengek. Mengeluh. Tapi sisi lain saya berpikir, ‘Tuhan saya maha kuasa…’ Itulah bagian yang menyedihkan. Saat saya melihat kembali, banyak kali saya meragukan Tuhan. Mengapa saya meragukan Tuhan? Namun, saya pikir itu adalah suatu proses pertumbuhan.

“Ada kalanya Anda berhadapan dengan gunung dan Anda memandang gunung itu sebagai lebih besar dari Allah sendiri,” kata Lin.

Bagi Lin, apa yang dijalaninya sekarang adalah suatu kisah iman, suatu perjuangan indah di mana dia yakin dia akan menang. Namun yang lebih penting, dia tetap akan baik-baik saja sekalipun dia tidak menang.

“Saya tidak bermain untuk membuktikan apa-apa kepada orang lain,” kata Lin. “Hal itu mempengaruhi permainan dan sukacita saya dulu. Saya merasakan saya perlu membuktikan sesuatu. Tapi saya telah menyerahkan semuanya pada Tuhan. Saya tidak lagi berjuang dengan pendapat orang lain lagi.”

Namun butuh perjuangan untuk tiba pada titik itu, doa-doa panjang dan studi Alkitab yang tak terhitung jumlahnya.Lin juga konseling ke pendetanya, Stephen Chen.

 

“Memang sangat sulit. Saya tidak menjanjikan apa-apa padanya,” kata Chen. “Mempercayai apa yang Allah sedang lakukan adalah suatu pelajaran yang Jeremy terus belajar dan untuk tidak membiarkan hasil akhirnya menentukan sikap hatinya.”

Lin memulai setiap pagi dengan devosi sebelum ke gym untuk berolahraga. Saat dia mulai khawatir and cemas, ia akan membisikkan satu ayat.

Kita tahu sekarang, bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah. (Roma 8:28).

Teman-teman yang mengenalnya berkata bahwa dalam berhadapan dengan gaya hidup NBA, imannya merupakan kompas baginya.

“Di SMA, beberapa dari kami akan berpesta pada malam Sabtu setelah bermain. Jeremy malah akan mengajarkan Alkitab kepada anak-anak dan meluangkan waktu bersama keluarganya,” kata teman teamnya, Brad Lehman. “Godaan-godaan itu bukan suatu persoalan bagi dia.”

Berhadapan dengan suksesnya yang fenomenal sekarang, Lin mengakui pergumulan yang dihadapinya. Namun jauh di dalam hatinya, dia tahu apa yang sedang terjadi itu lebih besar dari dirinya.

“Terdapat begitu banyak godaan untuk berpegang pada karir sekarang,” kata Lin. “Berusaha untuk mengatur dan menentukan setiap aspek.Tapi itu bukan cara saya sekarang. Saya sedang merenungkan bagaimana untuk lebih lagi mempercayai Tuhan. Bagaimana saya bisa lebih lagi menyerah padaNya? Bagaimana saya bisa lebih memuliakanNya.

“Memang ini suatu perjuangan. Tapi saya akan terus memperjuangkannya.”

Dalam beberapa wawancara yang ditemui di YouTube, saat ditanya apa yang akan dilakukannya setelah karirnya dengan NBA, Lin berkata bahwa dia ingin menjadi seorang pendeta dan melakukan pekerjaan amal. Sekalipun dia bermain basket sekarang tapi dia bermain untuk memuliakan Tuhan, yang tetap merupakan prioritas nomor satunya.

Berikut adalah kutipan wawancaranya dengan Rick Quan tentang iman dan spiritualitasnya:

Tentang tantangan yang dihadapi sebelum tiba ke NBA

Lin: Sekali lagi, ada hikmat dan berkat di balik semua tantangan yang saya hadapi sebelumnya. Saya dapat melihat sidik jari dan tangan Allah di balik semua yang terjadi. Allah mengatur semuanya dan saya sangat bersyukur dan diberkati.

Tentang tekanan sebagai kaum minoritas di NBA.

Lin: Saya berada di bawah banyak tekanan sebelum saya menyadari bahwa saya bermain untuk Tuhan. Yang jelas, saya mau mewakili orang Asia-Amerika, Harvard atau semuanya itu, tapi pada akhirnya, panggilan dan tujuan saya adalah untuk memuliakan Tuhan dalam apa yang saya lakukan. Dan sekarang, panggilan saya adalah untuk bermain basket. Saya merasa sangat dimerdekakan, karena saya sekarang tidak bermain untuk audiens tapi untuk Tuhan. Saya tidak terbeban saat saya ingat untuk apa dan siapa saya bermain. Tuhan adalah prioritas pertama saya. Saya sadar akan itu dan itu adalah gol saya yang utama. Dia telah memberkati saya dengan kesempatan ini.

Tentang stereo-tipe bahwa atlet Kristen itu tidak tangguh.

Lin: Saya tidak pasti itu benar. Tapi saya pikir tidak. Sebagai atlet, kami kompetitif, dan memang Kekristenan mengajarkan kami untuk mengasihi, tapi saat kami main, kami main untuk menang. Kami punya tekad seperti orang lain, sekalipun motivasinya berbeda, itu tidak berarti kami tidak tangguh.

Apakah Anda berdoa sebelum setiap laga?

Lin: Ya, tentu saja. Sebelum, selama dan sesudah. Ini sudah suatu kebiasaan. Karena Tuhan membantu saya dalam segala sesuatu sepanjang hari. Terdapat begitu banyak contoh yang berbeda bagaimana saya membutuhkan kasih karunia Tuhan. Jadi saya menemukan diri saya banyak berdoa. Untuk memastikan pikiran dan hati saya benar. Saya percaya dan bergantung padaNya. Dan untuk melakukan itu, saya harus banyak berdoa. Kalau tidak, saya tidak dapat melakukannya.

Sekilas Kisah Jeremy Lin Si Bintang Baru NBA

Karena dianggap gagal, Lin pun kemudian dilepas oleh Warriors. Houston Rockets sempat menjajalnya sebelum musim ini dimulai, tapi kemudian tak jadi memakai jasanya.

Dari Rockets, petualangan Lin berlanjut ke Knicks. Knicks menjadikan Lin sebagai pelapis untuk Toney Douglas dan Mike Bibby setelah Iman Shumpert dan Baron Davis mengalami cedera. Meski tadinya direkrut sebagai pemain pelapis, sarjana ekonomi lulusan Universitas Harvard ini ternyata mampu unjuk gigi hingga kisah Cinderella NBA pun mulai bergulir.

Kisah Cinderella NBA ini pun mendapat pengesahan dari pemain bintang NBA, Kobe Bryant. Pengakuan Kobe ini terjadi usai tim Kobe, Los Angeles Lakers menjamu New York Knicks di Madison Square Garden tahun 2012 silam.

Kobe mengaku telah mendengar segala gegap-gempita tentang Lin di internet. Publik Amerika Serikat (AS) memang sangat gandrung dengan hal sensasional. Hadirnya bintang baru Lin pun sudah menjadi topik panas di sana, bahkan melahirkan komunitas pemuja Lin, yang menamakan diri “Linsanity”.

Toh, Kobe tak mau menelan begitu saja segala cerita tentang keajaiban Lin. Ia memang mengetahui juga sejumlah fakta bahwa enam hari sebelumnya, Lin yang saat pertama datang ke Knicks sempat mengundang perdebatan soal gajinya yang terbilang paling minim, sukses mendulang 25 poin saat mengalahkan New Jersey Nets. Sebuah kemenangan mengejutkan, dan kian mengibarkan nama Lin di internet.

Kobe juga tahu, adalah Lin juga yang sebelumnya jadi motor kemenangan Knicks atas Washington Wizards, dan Utah Jazz –masing-masing dengan mengemas poin di atas 20.

Semua data itu telah terekam di benak Kobe dan juga para penggemar NBA lainnya. Masalahnya, akhir pekan lalu, Lin dan Knicks akan menantang Kobe, yang telah lima kali mengantar Lakers meraih lima kali gelar juara. Knicks juga belum pernah mengalahkan Lakers sejak 2007, plus mereka sedang kehilangan dua pemain bintangnya. Tak pelak, laga itu menjadi “hari penghakiman” untuk menguji kualitas kebintangan sesungguhnya dari sang “Cinderella NBA”.

Yang terjadi kemudian, Lin mengamuk dan menunjukkan permainan terbaik sepanjang hidupnya. Ia mengemas 38 poin untuk membawa timnya menang 92-85. Para “Lin-sanity” bersorak histeris seakan ekstase.

Sedang Kobe terpekur di pinggir lapangan usai pertandingan. Ia menyadari satu hal: bahwa Lin memang bukan sekadar sensasi yang diciptakan di internet, tapi memang seorang bintang sejati.

“Seorang pemain bintang tak mungkin lahir begitu saja,” katanya berefleksi. “Jika kalian melihat kembali catatan perjalanannya, sinar kebintangan itu mungkin sudah bersinar terang, namun tak ada yang beruntung melihatnya.”

Jika ditelisik lebih jauh, point guard Knicks kelahiran Los Angeles 23 Agustus 1988 ini memang punya sejumlah cerita mencengangkan.

Pebasket 26 tahun ini menjadi pebasket NBA pertama — sejak 9 tahun lalu– yang merupakan alumnus universitas termasyhur, Harvard. Pria dengan tinggi 1.91 m, dan berat 91 kg ini adalah pebasket pertama AS keturunan Cina atau Taiwan yang berkiprah di NBA. Dan, jangan lupakan catatan hebat ini, Lin tercatat menjadi pemain dengan start paling dahsyat sepanjang sejarah NBA dengan mengemas rata-rata minimal 20 poin di lima partai awal.

“Score Michael Jordan 99 poin dalam 4 kali pertandingan pertamanya, Larry Bird membuat score 70 dalam 4 pertandingan pertamanya, (Shaquille O’neal) mendapatan 100, Jeremy Lin mendapatkan 109 poin” kata seorang penulis untuk olahraga, Tommy dalam Twitternya.

“Bagaimana dan kenapa kita seperti buta, tak melihat potensi kebintangan dari pemain hebat ini,” kata Kobe bertanya-tanya sendiri.

Lin sendiri menyebut apa yang tengah dilaluinya saat ini sebagai sebuah keajaiban.

“Jika Anda melihat kisah saya….. ada banyak hal yang harus terjadi dan saya cuma tak bisa mengontrolnya. Saya pikir ini adalah keajaiban karena tentu saja saya pikir tak seorang pun menduga ini akan terjadi dengan cara seperti ini,” ucapnya. 

Diejek, Jeremy Lin Malah Ajak Pengejeknya Makan Siang

Jeremy Lin pernah membagikan imannya kepada Anthony Federico (28), pegawai ESPN yang dipecat karena menulis celaan rasis di tajuk utama tentang atlit. Federico menulis “Celah di Dalam Prajurit” dalam laman ESPN saat meledaknya perkataan “Linsanity”, karena tersohornya Lin seorang Asia Amerika yang memecah rekor sebagai penjaga gawang bagi New York Knicks. Menurut Federico, hal itu hanyalah kesalahan yang tak disengaja.

Sebulan setelah kejadian itu, keluarga Lin mengundang Federico untuk makan siang bersama. Federico sangat terkesan karenanya. “Faktanya dia dulu yang mulai menghubungi saya,” kata Federico kepada Newsday. “Faktanya, dia mengambil waktu untuk bertemu saya di tengah-tengah jadwalnya yang begitu menggila…Dia seorang yang luar biasa, seorang yang rendah hati. Dia tidak harus melakukan itu, terutama setelah semuanya seperti telah mati.” Katanya lagi.

Selain makan siang bersama, Lin juga membagikan imannya. “Kami banyak bicara tentang iman dan rekonsiliasi,” kata Federico. “Kami berbicara tentang nilai-nilai Kristen kami dan apa yang harus dilakukan dengannya…” Bukan hanya dari Federico Lin mendapat celaan rasisme, namun Lin memilih untuk mencintai Yesus daripada berselisih dengan mereka. “Hal ini terjadi di tahun 2012,” tweet Lin kepada orang yang membuat celaan itu. “Yesus mencintaimu, Bro dan saya juga”

Sungguh suatu sikap yang patut dicontoh. Meskipun menerima celaan, Lin tidak marah bahkan menunjukkan kasih. Bagi kita pribadi, mungkin sangat sulit untuk melakukan hal seperti itu, apalagi sepertinya orang yang mencela kita pantas dihukum. Namun sekali lagi, kasih Yesus memampukan kita mengampuninya dan menjamahnya.

Dua minggu sebelumnya, Jeremy Lin masih menjadi pemain yang benar-benar tidak diinginkan di NBA, bahkan klub-klub basket sekolahpun tidak terlalu berminat kepadanya. Sebelum bermain untuk New York Knick, Jeremy Lin masuk dalam klub Golden State Warriors. Di klub ini ia sama sekali tidak diperhitungkan. Ia hanya dududk di bangku cadangan bahkan oleh klubnya ia didepak keluar tanpa lebih dulu memberikan kepadanya kesempatan untuk bermain. Lin berkata itu adalah pengalaman yang sangat melukai hatinya. Dalam keadaan tertekan Lin semakin mendekatkan dirinya kepada Tuhan. Ia menceritakan bagaimana ia menggunakan Alkitab untuk menolongnya keluar dari hatinya yang terluka.

“Saya benar-benar tidak mengerti ketika saya harus didepak keluar di tengah-tengah latihan perdana. Saya dan agen saya tidak habis pikir apa yang terjadi,” kata Lin. “Pada waktu itu saya benar-benar sangat terpukul dengan keputusan itu tetapi saya hanya berusaha untuk tetap memegang banyak hal di dalam Alkitab yang Tuhan berikan kepada saya untuk mempercayainya, yang membuat saya bersukacita dalam penderitaan, dan percaya kepada rencana-Nya yang sempurna. Itu saja yang saya berusaha melakukannya dengan sebaik-baiknya dan saya bersyukur kini keadaannya menjadi berbalik.”

Dalam kesaksian yang disampaikannya di gereja River of Life Christian Church, Lin mengatakan bahwa semua peristiwa yang sempat melukai hatinya ternyata adalah berkat dari Tuhan.

Demikian juga mengenai prestasi fenomenal yang dicapainya itu, Lin tidak mau mengambil kredit untuk dirinya. Ia menyadari bahwa Itu adalah anugerah dan mujizat dari Tuhan. “I just give all the praise to God,” kata Lin seusai pertandingan.

Lin, seorang Kristen yang taat, sering berbicara tentang Tuhan dan imannya di akun Twitter dan Facebooknya. Ia menyatakan di Facebooknya di awal Tahun Baru bahwa resolusinya di tahun yang baru ini adalah “love God more deeply and intimately by dec 31 than I did on jan 1.” Pada akun Twitternya sekarang, pemain NBA ini menggunakan frasa “TO KNOW HIM IS TO WANT TO KNOW HIM MORE” sebagai bio-nya.

“Linsanity” bukan hanya melanda Amerika, malah tersebar ke seluruh dunia. Bacalah terjemahan daripada petikan artikel “The ‘Lin-spiring’ success of Jeremy Lin”  yang ditulis oleh Wilson Lee Flores dan diterbitkan dalam the Philippine Star bertarikh 19 Februari 2012.

Kesengsaraan itu menimbulkan ketekunan, dan ketekunan menimbulkan tahan uji dan tahan uji menimbulkan pengharapan. Dan pengharapan tidak mengecewakan, karena kasih Allah telah dicurahkan di dalam hati kita – Satu ayat Alkitab kegemaran Jeremy Lin dari Roma 5:3-5

Pengacara TV dan legenda bola keranjang Chris Tiu berkata dalam rancangan 24 Oras di saluran GMA-7 mengenai bintang baru NBA dan graduan ekonomi Harvard yang rendah hati Jeremy Lin: “Berimanlah dalam Tuhan… maksudku, itulah salah satu sebab utama mengapa dia boleh berjaya meskipun segala sesuatu yang dia lalui.”

Walaupun Yao Ming pernah bermain di NBA, pemikiran stereotaip di Amerika masih menganggap bahwa orang keturunan Cina atau Asia tidak dapat bermain bagus.

Owen Strachan menulis: “Dialah underdog’s underdog (pemain tidak berpeluang dari segala pemain tidak berpeluang), Dia tidak direkrut selepas sekolah menengah meskipun memimpin pasukan sekolahnya, sebuah sekolah yang kecil, memenangi kejuaraan peringkat negeri menentang Mater Dei, pasukan yang kuat di peringkat kebangsaan. Dia pergi ke Harvard, bermain hebat dalam Liga Ivy (dan memalukan Universiti Conn sekaligus) dan terus juga tidak terpilih dalam draf (proses pemilihan pemain baru NBA). Dia memasuki senarai NBA setelah bermain lebih bagus dari John Wall, pilihan pertama draf 2010, dalam liga musim panas, tetapi masih tidak memiliki harapan nyata untuk kejayaan jangka panjang.”

 

Sumber : http://www.cahayapengharapan.org 

Leave a Comment