Kesaksian Iman Kristen | Pengarang Lagu “Abide With Me”

Lukas 24:28-29
Mereka mendekati kampung yang mereka tuju, lalu Ia berbuat seolah-olah hendak meneruskan perjalanan-Nya. Tetapi mereka sangat mendesak-Nya, katanya: “Tinggallah bersama-sama dengan kami, sebab hari telah menjelang malam dan matahari hampir terbenam.” Lalu masuklah Ia untuk tinggal bersama-sama dengan mereka.
1 Korintus 15:58
Karena itu, saudara-saudaraku yang kekasih, berdirilah teguh, jangan goyah, dan giatlah selalu dalam pekerjaan Tuhan! Sebab kamu tahu, bahwa dalam persekutuan dengan Tuhan jerih payahmu tidak sia-sia.

Hanya orang yang bisa menghadapi kematian dengan iman yang mampu menjalani hidup ini dengan tujuan dan keyakinan. Inilah yang dialami oleh pendeta Inggris, Henry F. Lyte. Ia menulis lirik nyanyian pujian “Abide With Me” atau “Tinggal Sertaku” pada tahun 1847, tidak lama sebelum ia meninggal. Lagu yang diangkat dari Lukas 24:29 ini kemudian menjadi lagu favorit dikalangan umat Kristen selama masa kedukaan atau kesengsaraan. Teks lagu ini dalam bahasa Indonesia (KJ. 329) berbunyi demikian:

“Tinggal sertaku; hari t’lah senja.
G’lap makin turun, Tuhan, tinggallah!
Lain pertolongan tiada kutemu:
Maha Penolong, tinggal sertaku!

Hidupku surut, ajal mendekat,
nikmat duniawi hanyut melenyap.
Tiada yang tahan, tiada yang teguh:
Kau yang abadi, tinggal sertaku!

Aku perlukan Dikau tiap jam;
dalam cobaan Kaulah kupegang.
Siapa penuntun yang setaraMu?
Siang dan malam tinggal sertaku.”

Henry F. Lyte lahir di Skotlandia pada tanggal 1 Juni 1793. Dia belajar di Trinity College , Dublin Ireland. Sepanjang hidupnya ia dikenal sebagai orang yang bekerja keras didalam melayani Tuhan. Meskipun secara fisik ia lemah karena asma dan TBC, tetapi ia kuat secara roh dan imannya tak tergoyahkan. Ia adalah seorang penyair, musisi dan pelayan Tuhan. Dimanapun melayani, ia dicintai dan dikagumi oleh orang-orang yang dilayaninya. Selama dua puluh tiga tahun terakhir dalam hidupnya, ia melayani gereja miskin yang kebanyakan adalah nelayan. Kesehatannya semakin memburuk dan dokter memberikan saran agar ia pindah sejenak ke Itali, daerah yang lebih hangat. Dengan berat hati, ia terpaksa meninggalkan jemaat yang dilayaninya. Pada hari Minggu perpisahan ketika ia menyampaikan khotbah terakhirnya pada tanggal 14 September 1847, ia sama sekali tak berdaya lagi, ia sudah sekarat dan ia berkhotbah dengan berurai air mata. Ada rasa hancur di dada, ketika ia beranjak pergi meninggalkan jemaat Tuhan yang dilayaninya. Namun ia yakin seperti lirik lagu yang ditulisnya bahwa sekalipun ia pergi, namun Tuhan akan tinggal tetap. Ia memohon agar Tuhan tetap tinggal ditengah persekutuan umatNya. Dua bulan setelah itu ia meninggal ketika dalam perjalanan ke Roma, Itali.

Lagu pujian “Abide With Me” mengingatkan kita tentang seseorang yang tetap setia melayani Tuhan sekalipun ia menderita. Ia tidak kecewa karena Tuhan tidak menyembuhkannya, ia tidak menjadikan kelemahan tubuh sebagai alasan untuk tidak melakukan sesuatu, namun ia menjalani sisa umur hidupnya dengan melakukan pekerjaan yang bermakna. Melalui lirik lagu yang ditulisnya disela-sela penderitaan karena penyakitnya, kita dapat melihat keteguhan imannya kepada Tuhan. Ia menyadari bahwa ajalnya sudah mendekat, tetapi kalaupun kematian menjemputnya, ia percaya bahwa Tuhan akan tetap tinggal bersamanya, Tuhan yang ia layani akan menjadi bagiannya selamanya.
DOA:
Tuhan Yesus, tidak ada penderitan apapun yang dapat memisahkan aku dariMu. Jangan biarkan aku menjadi tawar hati karena penyakitku. Dalam Nama Tuhan Yesus aku berdoa. Amin.

Ketika jiwamu lemah karena penderitaan, ingatlah akan Tuhan maka engkau akan mendapat kekuatan.
Sumber: http://renungan-harian-kita.blogspot.com

Leave a Comment