Ketika Aku Divonis Sakit Oleh Pikiranku Sendiri

Oleh Mary Anita, Surabaya

Hari-hari ini media mana saja membahas COVID-19 tanpa henti, bak seorang artis yang viral mendunia. Setiap hari aku membaca berita, mencari tahu update terkini. Namun, lama-lama kebiasaan ini rupanya melemahkan iman percayaku.

Awal bulan ini, aku mendapat kabar bahwa ayah dari temanku meninggal karena terjangkit COVID-19. Padahal, beliau dikenal sebagai seorang yang pola hidupnya sehat. Kabar ini membuatku semakin cemas. Virus ini terasa sangat nyata, dia siap mengancam siapa pun tanpa pandang bulu.

Suatu malam, saat aku hendak tidur, pikiranku melayang-layang. Aku ingat berita yang kubaca sebelumnya bahwa COVID-19 lebih rentan menyerang orang yang punya riwayat sakit paru-paru. Tahun 2016, aku pernah mengalami sakit pneumonia akut (aku pernah menuliskan kesaksiannya di sini). Bagaimana bisa aku tenang-tenang saja kalau begitu. Bagaimana jika penyakit pneumonia itu berulang? Sederetan pikiran buruk pun terus berlanjut dan berkecamuk di benakku.

Aku makin cemas tak karuan. Saat itu pula aku merasa sakit tiba-tiba. Awalnya sekujur tubuhku terasa pegal, lalu berlanjut jadi menggigil di sekujur kaki dan telapak tanganku. Sekitar jam setengah 2 pagi, perutku mual. Aku bangun, lalu memakai jaket. Dalam kecemasanku, aku berdoa, “Tuhan Yesus, tolong aku.” Tiga detik berselang, aku muntah sejadi-jadinya. Kucek suhu badanku dan hasilnya membuatku syok. Aku demam tingg, 37,8 derajat!

Ibuku terbangun dan menghampiriku. Dia memberiku obat penurun panas sembari mengajakku tetap tenang dan berdoa bersama. Kami menyanyi, menyembah Tuhan. Dalam keadaanku yang lemah dan pikiran yang kacau, Tuhan sepertinya dengan lembut menyadarkanku. Aku teringat pada suatu ayat:

“Mata adalah pelita tubuh. Jika matamu baik, teranglah seluruh tubuhmu; jika matamu jahat, gelaplah seluruh tubuhmu. Jadi jika terang yang ada padamu gelap, betapa gelapnya kegelapan itu” (Matius 6:22-23).

Aku sadar, akhir-akhir ini aku lebih banyak mongonsumsi berita-berita yang akhirnya membuatku takut daripada mengutamakan kebenaran firman Tuhan. Waktuku untuk membaca update terkait virus lebih sering daripada waktuku berdoa dan merenungkan firman-Nya. Tanpa kusadari, kecemasan menguasaiku dan mengakibatkan tubuhku ikut lemah. Benar bahwa semua kabar buruk yang terjadi sekarang ini adalah fakta, tapi ada fakta yang lebih besar dan benar, yaitu Tuhan Yesus, sang Terang sejati yang selalu menyertai dan berkuasa dalam diri setiap orang percaya.

Dalam doaku, aku memohon ampun pada Tuhan karena alih-alih mempercayakan hidupku dalam kendali-Nya, aku malah membuka celah membiarkan kecemasan menguasai pikiranku. Kecemasan itu ibarat berhala yang pelan-pelan mengeser posisi Tuhan di hidupku.

Setelah tiga jam berselang, kami kembali berdoa. Suhu tubuhku berangsurturun dan aku merasa lebih baik. Siang harinya, puji Tuhan aku pulih sepenuhnya. Aku bersyukur pada Tuhan karena melalui hal ini, Dia mengingatkanku akan pentingnya menjaga tubuh kita yang sejatnya adalah bait Allah (1 Korintus 3:16). Aku belajar untuk lebih bijak menyelaraskan setiap yang kubaca, dengar, dan pikirkan, dengan kebenaran firman Tuhan.

Dunia akan selalu menawarkan berita dan beragam kejadian buruk setiap harinya. Rasa takut dan cemas itu manusiawi, terutama di masa-masa yang berat seperti sekarang. Namun, bukan berarti kita perlu takut dan cemas berlarut-larut. Kita bisa melawannya dengan berdoa dan mengingat semua kebaikan Tuhan dalam hidup kita, seraya tetap waspada.

Kiranya damai sejahtera-Nya yang sempurna memenuhi kita sekalian.

“Jadi akhirnya, saudara-saudara, semua yang benar, semua yang mulia, semua yang adil, semua yang suci, semua yang manis, semua yang sedap didengar, semua yang disebut kebajikan dan patut dipuji, pikirkanlah semuanya itu. Dan apa yang telah kamu pelajari dan apa yang telah kamu terima, dan apa yang telah kamu dengar dan apa yang telah kamu lihat padaku, lakukanlah itu. Maka Allah sumber damai sejahtera akan menyertai kamu” (Filipi 4:8-9).

Sumber: warungsatekamu.org

Tidak ada seorangpun dalam hidup ini yang menyukai masalah. Tetapi masalah tidak bisa kita hindari. Saat ini kami mengajak kamu untuk coba merenungkan bagaimana cara kita bisa keluar dari masalah itu . Ternyata jawabannya cuma satu. Apapun masalahnya, jawabannya ada pada Injil.

Kenapa Injil? Injil itu adalah kasih Tuhan kepada manusia. Injil disini bukan dalam konteks agama tapi kasih Tuhan kepada manusia. Siapapun orangnya,dalam hati kecilnya percaya bahwa ada Tuhan yang menjadikan semuanya.

Untuk itu saat ini kalau kamu sedang menghadapi sesuatu dalam hidup percayalah dan datanglah kepada Injil itu yang adalah Yesus Kristus Tuhan.

Dalam dunia ini tidak ada siapapun kecuali Yesus Kristus Tuhan yang pernah berkata Akulah Jalan, Akulah Kebenaran dan Akulah hidup. Semua manusia hidup kalau tidak menemui jalan berarti dia ketemu jalan buntu.Jadi bagaimanapun keadaanmu saat ini, datanglah kepada Yesus.

Untuk kalangan sendiri

Leave a Comment