Pengharapan Dalam Keterpurukan Hutang

Dalam kondisi cukup mapan di Indonesia, Yusuf Rusli ingin mencoba peruntungan bisnisnya di Australia. Karena kata orang, dari segi jarak Australia dekat dari Indonesia dan suasananya pun seperti di Eropa. Yusuf pun mencoba untuk survei ke sana dan ketertarikannya untuk berbisnis di Australia semakin kuat. Akhirnya Yusuf pun memutuskan untuk memboyong isteri dan ketiga anaknya untuk pindah ke Australia.

“Di tahun “90 kami sekeluarga pindah ke Australia. Di tahun ’91-’92, saya melihat sudah ada perubahan. Sejak kami pindah, mulai kelihatan secara bisnis dan juga ekonomi mengalami kemajuan yang pesat. Dibandingkan sewaktu kami masih di Jakarta dengan ketika kami sudah di Australia, itu jauh berbeda,” ujar Christin Rusli, isteri Yusuf.

Untuk mendukung bisnisnya di Australia, semua properti Yusuf yang ada di Indonesia bisa dikatakan hampir dihabiskannya. Dimulai dari satu showroom sampai akhirnya Yusuf mampu membuka delapan outlet. Omzet yang diterimannya saat itu, kalau dihitung dalam rupiah, antara delapan sampai sepuluh milyar dalam sebulan.

Dengan hidup yang melimpah dengan harta, Yusuf dan keluarganya benar-benar mendapatkan apapun yang mereka inginkan. Jalan-jalan keluar negeri bersama-sama dengan keluarga kerap dilakukannya. Dengan keuntungan dari bisnis yang didapatkannya, Yusuf tidak hanya sekedar hidup cukup, tapi hidup berlimpah secara materi.

Namun kesuksesan dalam bisnis tidak selamanya berpihak pada Yusuf. Sehingga pada akhirnya badai itupun datang menerpa kehidupan bisnisnya.

Ternyata Tuhan punya rencana yang lain. Saat itu casf flow bisnis Yusuf sedang mengalami masalah sehingga ia terlambat membayar bunga bank. Pihak bank pun mendatangi Yusuf. Hutang Yusuf pada bank sebesar 4,2 juta dolar harus dikembalikan dalam tempo 24 jam. Dari segi materi, Yusuf memang memiliki uang sebesar itu. Tapi harta yang dimilikinya lebih dalam bentuk stock barang dan aset, dan juga pada orang-orang yang berhutang pada dirinya.

Yusuf sudah mencoba bernegosiasi dengan pihak bank dan meminta waktu sampai tiga bulan. Namun pihak bank akhirnya tidak merubah keputusannya dan meminta semua pinjaman itu dikembalikan dalam tempo 24 jam. Dengan sangat jelas terekam dalam memorinya, Yusuf masih mengingat hari itu. Tanggal 4 Oktober 2002, jam 11 siang, semua aset Yusuf disita oleh bank. Pihak bank datang dan memberikan surat yang isinya, “Mulai hari ini, apa yang Anda miliki bukan milik Anda lagi.”

Sebagai manusia, tentu saja Yusuf dan keluarganya sangat terpukul. Rasanya benar-benar seperti mimpi, terjadi begitu tiba-tiba. Sepertinya seluruh hasil kerja keras Yusuf selama bertahun-tahun, habis dirampok hanya dalam sehari.

Malamnya Yusuf pulang ke Indonesia lewat Singapura. Di kantongnya tersisa uang 2.800 dolar Australia, dan itu adalah uang terakhir yang dimilikinya. Karena bisnis Yusuf yang memang sedang bermasalah, semua simpanan deposito yang dimilikinya telah dihabiskannya untuk bisnis yang memang sedang membutuhkan uang saat itu. Satu-satunya rumah yang dimilikinya di Jakarta yang terletak di daerah Pantai Indah Kapuk, satu-satunya aset yang tersisa, dijual Yusuf seharga hampir 2 milyar. Uang itulah yang dibawanya ke Australia untuk bertahan hidup.

Namun keterpurukan tidak membuatnya putus asa. Bersama pengharapannya kepada Tuhan Yesus, membuat Yusuf berusaha bangkit kembali menjalankan bisnisnya.

Tuhan pun membuka jalan. Anak Yusuf memberinya ide untuk memulai bisnis Super Shield, produk dari Australia yang dipergunakan sebagai protection untuk sofa. Dan Tuhan begitu menyertai niat bisnis ini sehingga saat bertemu dengan orang-orang yang berkepentingan, semuanya terlihat lancar. Berbekal kepercayaan semata dengan modal yang tidak seberapa, Yusuf pun menjadi agen perusahaan ini untuk seluruh Indonesia sampai tahun 2011.

“Ternyata rencana Tuhan memang indah. Saya tidak pernah jatuh tergeletak. Karena saya punya Tuhan, saya punya pengharapan, istilah kata dengan modal tidak berapa banyak hanya karena kepercayaan saja, Tuhan buka jalan dan semuanya bisa saya kembangkan,” kisah Yusuf.

Kerja keras Yusuf dan sikap hidupnya yang tidak kenal menyerah mendatangkan kekaguman yang dalam dari anak-anaknya. Lukas, salah satu anak Yusuf mengaku bangga karena ayahnya mampu menghadapi tantangan hidup. Penyerahan hidup Yusuf kepada Tuhan Yesus membuat Lukas boleh berbahagia karena ayahnya bisa tetap seperti dulu sebelum keterpurukan menimpa mereka.

“Berkat yang kita punya, harta yang ada di dalam hidup kita, adalah titipan Tuhan, miliknya Tuhan. Kita hanya sebagai manager. Yang punya, owner-nya, adalah Yang Di Atas. Kalau bagi Tuhan tidak ada yang mustahil karena besar kuasa-Nya. Kalau Tuhan mau campur tangan, apapun bisa menjatuhkan saya, tapi Tuhan bisa pulihkan saya. Karena itu bukan hanya dengan iman saja, tapi saya juga harus bekerja keras. Karena bagaimanapun juga iman itu harus disertai dengan perbuatan. Jadi apa yang saya perbuat saat ini, memang belum cemerlang, tapi kalau Tuhan campur tangan, tiada yang mustahil,” ujar Yusuf menutup kesaksiannya. (Kisah ini sudah ditayangkan 17 Desember 2008 dalam acara Solusi Life di O’Channel).
Sumber Kesaksian:
Yusuf Rusli

 

DOA Memulai Hubungan Pribadi dengan Tuhan Yesus Kristus:
Saya percaya bahwa Darah Yesus Kristus yang telah dicurahkan adalah untuk penebusan atas segala hutang dosa saya.
Saya percaya hanya melalui Tuhan Yesus saya beroleh pengampunan yang kekal.
Dan mulai saat ini juga, saya menerima Engkau sebagai Tuhan dan Juruselamat hidup saya pribadi.
Saya mengundang ROH KUDUS tinggal didalam hati saya untuk menuntun saya dalam setiap langkah dan pengenalan saya akan Egkau.
Saya berdoa Hanya di Dalam Nama Tuhan Yesus Kristus, AMIN.

Leave a Comment