SAAT BERSERAH, HARUSKAH KALAH?

Sumber Kesaksian: Suryanti (Yayun)

Nama saya Suryanti atau ibu Daniel, saya biasa dipanggil Yayun. Saya tinggal di pinggiran kota Solo. Pada tahun 1992, dari hasil pemeriksaan laboratorium saya dinyatakan mengidap sakit Hepatitis B yang sudah cukup parah yang menyerang lever saya.

Setelah saya berkonsultasi dengan dokter, ia menyarankan agar saya berhenti dulu kuliah dan mengambil waktu untuk beristirahat. Banyak sekali nasehat dokter diberikan seperti agar saya tidak banyak pikiran, makan yang baik dan semuanya itu intinya adalah agar saya banyak beristirahat. Hal itu saya lakukan selama satu tahun dimana saya beristirahat dan banyak datang ke dokter untuk pemeriksaan. Selama waktu itu saya menjadi tidak tahan karena tidak melakukan aktivitas apa-apa. Sampai akhirnya saya datang ke dokter dan berkonsultasi, disitu saya katakan bahwa saya akan berangkat ke kota Jakarta saja.

Di Jakarta saya kemudian bekerja. Saya memang mendapatkan uang banyak namun penyakit saya menjadi tambah parah. Saat saya berkonsultasi ke dokter, dokter mengatakan bahwa peluang saya setengah-setengah. Saya sempat bingung dan menanyakan ke dokter apa maksudnya dengan peluang setengah-setengah itu. Dokter lalu mengatakan bahwa perjalanan penyakit saya ini sudah cukup parah. Sebaiknya saya tidak lagi melakukan aktivitas apa-apa. Tetapi untuk tidak bekerja di Jakarta adalah mustahil bagi saya. Saya harus tetap hidup dan bekerja di kota Jakarta ini.

Sampai suatu hari saya mulai merasa tidak kuat, lemas bahkan sampai pingsan. Kalau tubuh saya sedikit saja capai, saya sudah pasti pingsan. Untuk berjalan di jalanan yang sedikit menanjak sudah sangat berat sekali terutama di bagian perut kanan di bagian lever. Untuk supaya saya tetap kuat berjalan maka saya selalu membawa payung sebagai tongkat supaya saya bisa berjalan dengan baik karena dari rumah indekost saya ke kantor jalannya turun naik.

Sampai akhirnya dalam kontrol kesehatan saya yang terakhir, dokter memberikan peringatan keras pada saya. Dokter mengatakan bahwa penyakit saya sudah masuk stadium 2-B artinya kalau sebentar lagi masuk ke stadium 3 maka saya tidak punya harapan untuk hidup lagi. Melihat kenyataan ini, saya akhirnya memutuskan untuk kembali ke Solo dengan banyak pertanyaan. Benarkah saya harus mati dalam waktu dekat ini?. Saya begitu takut, bagi saya mati muda itu adalah sesuatu yang menakutkan.

Keadaan penyakit yang sangat parah membuat Yayun akhirnya mengundurkan diri dari pekerjaannya. Ia memutuskan untuk kembali ke Solo.

Berfikir bahwa hidupnya tidak akan lama lagi, Yayun memberikan hidupnya melayani Tuhan di sebuah gereja di desa. Dalam pelayanannya itu Yayun bertemu dengan Daniel yang akhirnya menjadi teman dekatnya. Dalam suatu kesempatan, Daniel menguraikan niat hatinya untuk dapat menikahi Yayun. Namun saat itu Yayun menceritakan keadaan dirinya yang telah divonis dokter tidak akan berumur panjang karena parahnya sakit yang ia derita. Namun Daniel merasa tidak melihat adanya tanda-tanda orang yang sedang menghadapi kematian di wajah Yayun. Daniel bahkan tidak melihat tanda kesakitan dalam wajah Yayun. Daniel sangat percaya bahwa Yayun sembuh jika ia datang pada Tuhan.

Saat itu Yayun mengatakan bahwa sudah sekian lama ia tidak memeriksakan kondisi tubuhnya. Mendengar bahwa Yayun sudah lama tidak ke dokter membuat Daniel yakin bahwa Tuhan sudah menyembuhkan Yayun. Daniel mengajak Yayun untuk memeriksakan keadaannya saat itu ke dokter. Daniel begitu yakin bahwa sakit penyakit Yayun sudah Tuhan sembuhkan.

Saat itu Daniel menantang saya. Ia menyatakan agar saya membuktikan iman yang selama ini saya miliki untuk kesembuhan saya. Ia menyatakan bahwa saat saya meminta kesembuhan kepada Tuhan maka iman itu akan membuahkan hasil. Daniel meminta saya memeriksakan diri ke dokter.

Yayun akhirnya memberanikan diri datang ke dokter.
Saya begitu bingung saat dokter lalu mengatakan bahwa saya dalam kondisi normal dan sehat. Tapi bukan hanya saya saja yang bingung, dokter yang memeriksa sayapun ikut bingung. Dari hasil pemeriksaan yang ia lakukan tidak ada tanda-tanda bahwa saya sakit namun jika melihat hasil foto yang lalu dokter itu mengatakan bahwa dalam waktu enam bulan seharusnya lever saya sudah hancur. Dan jika lever sudah hancur maka saya tidak mungkin punya harapan, apalagi untuk hidup. Tapi ini sudah berselang dua tahun dari vonis dokter, namun saya masih hidup.

Dokter kemudian melakukan pemeriksaan ulang.
Dari hasil pemeriksaan dokter mngatakan bahwa lever saya ternyata tidak ada apa-apa. Lever yang saya miliki bahkan seperti lever yang dimiliki oleh anak-anak. Saat saya bertanya apa maksud dokter, ia mengatakan bahwa kalau saya melakukan terapi obat seperti yang dokter-dokter lakukan maka terapi itu akan menimbulkan bekas luka parut seperti di kulit. Tetapi lever ini sama sekali tidak mempunyai luka, lever ini sempurna.

Yayun begitu terperanjat mendengar hasil pemeriksaan dokter.
Saya begitu bingung dan terheran-heran, bagaimana saya bisa sembuh? Sejak kapan saya sembuh?. Ketika rasa terkejut saya sudah berlalu saya ingat apa yang saya lakukan setelah saya kembali dari Jakarta. Setiap kesempatan yang saya miliki saya selalu datang dan berdoa kepada Tuhan Yesus.

Sejak itu Yayun menyadari bahwa Tuhan sudah menyembuhkan dirinya. Selang beberapa waktu kemudian Daniel dan Yayun kemudian menikah dan dikaruniai dua orang anak.

Jika ada orang bertanya kapan saya sembuh dari penyakit itu, saya selalu katakan tidak tahu. Kalau saya lihat hasil pemeriksaan di Jakarta, seharusnya dalam waktu enam bulan sejak tahun 1997 saya sudah mati tapi ternyata sampai sekarang ini saya masih hidup. Itu artinya Tuhan Yesus bekerja, kuasa dan darah Yesus bekerja dalam kehidupan saya.

Tetapi seperti ada tertulis: “Apa yang tidak pernah dilihat oleh mata, dan tidak pernah didengar oleh telinga, dan yang tidak pernah timbul di dalam hati manusia: semua yang disediakan Allah untuk mereka yang mengasihi Dia.” Kita tidak menerima roh dunia, tetapi roh yang berasal dari Allah, supaya kita tahu, apa yang dikaruniakan Allah kepada kita. (1 Korintus 2 : 9,12)

Leave a Comment