3 Alasan Mengapa Kita Perlu Berhenti Berpindah-pindah Gereja

Oleh Ashley Ashcraft, Amerika Serikat
Artikel asli dalam bahasa Inggris: 3 Reasons Why We Should Stop Church-Shopping

Pernahkah kamu merasa bersalah karena berpindah-pindah gereja?

Berpindah-pindah gereja biasanya terjadi ketika seseorang pindah ke suatu tempat yang baru. Mungkin itu seorang mahasiswa baru atau sebuah keluarga yang pindah ke luar kota. Apapun alasannya, ketika kita berada di masa-masa transisi atau perpindahan, berkomitmen untuk tertanam di satu gereja adalah sesuatu yang menantang, dan berpindah-pindah gereja seringkali tidak terhindarkan.

Aku bisa memahami mengapa beberapa orang memilih untuk berpindah-pindah gereja. Ayahku pernah melayani sebagai pendeta sementara untuk banyak gereja, aku bahkan tidak bisa menghitung berapa jumlahnya. Ketika kami pindah ke tempat baru dan mendapati gereja yang kami kasihi dan kami sebut sebagai rumah, seringkali aku tidak bisa rutin beribadah di sana. Aku harus pergi beribadah ke gereja lain di mana ayahku melayani di hari Minggu pagi. Tapi, aku suka melihat bagaimana gereja-gereja yang berbeda itu melakukan banyak hal. Aku melihat banyak bangunan gereja, hierarki gereja, musik dalam ibadah yang beragam, kelas-kelas sekolah Minggu, dan rapat-rapat… Dan, aku menyukai semuanya. Aku terpesona dengan bagaimana gereja dapat melangsungkan kegiatan-kegiatannya, juga bagaimana orang-orang memilih gereja mana yang akan mereka sebut sebagai rumah.

Berpindah-pindah gereja untuk mencari gereja mana yang tepat mungkin terkesan sebagai langkah yang bijak. Tapi, hal ini bisa jadi berbahaya apabila terus menerus dilakukan.

1. Ketika kita berpindah-pindah gereja, kita membiarkan selera kita mengontrol diri kita

Salah satu alasan mengapa berpindah-pindah gereja itu berbahaya adalah itu bisa membuat kita percaya bahwa gereja semata-mata adalah tentang kita, seolah gereja itu hadir hanya untuk menghibur atau memenuhi selera kita. Pemikiran ini berbahaya. Seberapa sering kita mendengar perpecahan di gereja karena selera musik atau gaya berkhotbah yang berbeda?

Ibadah bersama jemaat di gereja bukanlah tentang kita dan selera kita. Ada suatu hal yang lebih besar dan lebih kuat yang bisa mengikat jemaat daripada sekadar soal selera musik atau gaya berkhotbah. Gereja kita adalah keluarga kita. Di dalam keluarga, tentu kita tidak selalu mendapatkan apa yang kita inginkan. Tapi, apakah itu memutus hubungan kita sebagai keluarga? Tentunya tidak.

Aku ingat ketika aku berada di sebuah gereja kecil di mana gereja itu tidak memiliki pendeta tetap. Pendeta sementara lalu dipanggil untuk mengisi jabatan itu. Kami tidak menyukai cara pendeta sementara itu berkhotbah, tapi kami tidak pergi meninggalkan gereja itu. Tapi jangan salah sangka: kalau di sebuah gereja ada kesalahan atau pengajarannya tidak sesuai Alkitab, itu bisa jadi suatu panggilan untuk kami melakukan perubahan, atau mungkin juga alasan untuk pergi. Tapi, bukan itu yang akan dibahas di sini. Apa yang pendeta sementara itu khotbahkan tidaklah salah; hanya cara dia menyampaikannya bukanlah cara yang biasanya kami lihat. Tapi kami memutuskan untuk tetap berjemaat di gereja itu.

Keputusan kami untuk bertahan tidaklah mudah, tapi bagi kami gereja itu jauh lebih penting daripada sekadar cara berkhotbah pendetanya. Gereja adalah tentang Tuhan dan umat-Nya, bukan tentang kami sendiri. Ketika kami tetap berkomitmen untuk tetap berjemaat di gereja itu, kami mengalami pertumbuhan rohani. Kami diberikan kesempatan untuk memimpin dan melayani. Apabila saat itu kami memutuskan pindah hanya karena selera kami berbeda, kami mungkin akan kehilangan semua kesempatan yang baik ini.

Di dalam Efesus 2, Paulus mengingatkan kita bahwa Kristus adalah fondasi dari Gereja. Fondasi adalah batu pertama yang diletakkan di dasar ketika sebuah bangunan dibangun. Dan batu-batu lainnya dibangun di sekitar batu Fondasi itu. Ini juga berlaku untuk Kristus dan Gereja. Gereja adalah tentang Yesus, bukan tentang kita. Apapun yang kita lakukan adalah karena-Nya.

2. Ketika kita berpindah-pindah gereja, kita kehilangan kesempatan untuk melayani

Berpindah-pindah gereja untuk waktu yang lama juga berarti kita tidak pernah berkomitmen untuk tertanam di suatu komunitas gereja. Kita tidak pernah berakar. Kita tidak melayani di gereja yang hanya kita “kunjungi” saja. Dan ini adalah sebuah masalah yang besar. Paulus menjelaskan di beberapa suratnya bahwa gereja adalah satu tubuh yang terdiri dari banyak anggota. “Karena tubuh juga tidak terdiri dari satu anggota, tetapi atas banyak anggota” (1 Korintus 12:14). Karena itu, dengan berpindah-pindah gereja, kita menolak menjadi bagian dari tubuh Kristus–yang tentunya tidak sehat buat kita. Itu juga berarti kita membuat tubuh Kristus tidak mendapatkan karunia dan pelayanan yang diperlukan untuk membuatnya semakin bertumbuh.

Di gerejaku yang sekarang, aku sangat bersyukur untuk guru-guru yang mengajari putriku, untuk seorang wanita baik hati yang bekerja sangat keras untuk menyediakan kopi, untuk orang-orang yang menyapaku di depan pintu dengan senyuman. Aku bersyukur bisa bergabung dengan persekutuan wanita di gereja. Aku bersyukur untuk suamiku yang membantu pelayanan di bagian sound-system. Tidak ada karunia pelayanan atau bidang pelayanan yang lebih baik dari yang lainnya. Beberapa pelayanan lebih terlihat oleh jemaat, tapi itu tidak berarti kalau mereka lebih penting. Ada orang yang bertugas memfotokopi kertas, membuka pintu, melayani balita, menyiapkan perlengkapan ibadah, juga menyampaikan khotbah. Semuanya ini adalah pelayanan yang penting di dalam sebuah komunitas gereja lokal.

3. Ketika kita berpindah-pindah gereja, kita kehilangan kesempatan untuk menjadi bertumbuh

Beberapa dari kita mungkin suka berpindah-pindah gereja karena tidak ingin terlihat menonjol di suatu gereja. Mungkin kita takut untuk terlibat lebih aktif dalam gereja. Mungkin kita takut untuk mengambil komitmen pelayanan atau mungkin juga kita pernah terluka di gereja kita sebelumnya sehingga kita berhati-hati untuk bergabung dengan komunitas gereja yang lain.

Ada suatu masa dalam hidupku ketika aku merasa bersalah karena aku hanya sekadar datang ke gereja. Aku dan suamiku baru saja menikah, dan kami pindah ke kota yang baru. Suamiku sedang dalam proses mencari pekerjaan, sedangkan aku baru saja lulus kuliah. Waktu-waktu itu terasa sulit buat kami. Jadi, meski kami percaya bahwa pergi ke gereja itu penting, tapi kami tidak mau tertanam di suatu gereja. Kami hanya jadi simpatisan yang datang lalu pulang tiap Minggu, tidak diketahui dan dikenal oleh jemaat lainnya.

Sekadar datang ke gereja itu mudah, tapi bukanlah sesuatu yang sehat untuk dilakukan. Pada suatu waktu ketika kami seharusnya dikelilingi oleh saudara seiman dan melayani bersama mereka, kami tidak melakukannya. Kemudian kami merasa tidak puas dengan gereja yang kami hadiri. Kami merasa ada sesuatu yang kurang dan puji Tuhan kami menyadarinya. Tuhan memanggil kami untuk bertumbuh bersama jemaat-Nya. Tuhan meyakinkan kami bahwa sekadar datang ke gereja lalu pulang bukanlah tujuan-Nya untuk gereja-Nya.

Apakah tujuan dari Gereja? Kisah Para Rasul 2:42 berkata, “Mereka bertekun dalam pengajaran rasul-rasul dan dalam persekutuan. Dan mereka selalu berkumpul untuk memecahkan roti dan berdoa.” Melalui ayat ini, kami mendapatkan gambaran seperti apakah gereja mula-mula dulu. Pengajaran Alkitab yang benar, komunitas yang erat, dan doa yang teratur—semua ini seharusnya menjadi bagian dari sebuah komunitas gereja lokal.

Tapi, jangan sampai kita lupa: komunitas gereja lokal kita adalah sebagian kecil dari Gereja yang lebih besar—tubuh Kristus, mempelai-Nya, yang terdiri dari orang-orang kepunyaan-Nya di seluruh dunia dan sepanjang sejarah. Di dalam Injil, Yesus berbicara tentang gereja dengan penuh kasih sayang dan belas kasihan. Yesus mengasihi gereja-Nya. Dan jika Yesus pun mengasihi gereja, kita pun seharusnya begitu. Kita harus gigih mengupayakan gereja-Nya. Kita membutuhkan orang-orang yang mau menggali, menanamkan akarnya, bekerja keras sebagai orang-orang kepunyaan Tuhan, dan menjadi bagian dari gereja-Nya.

Sumber: warungsatekamu.org

Semua kegalauan, keputusasaan, kekosongan yang kamu rasakan dalam hatimu, itu karena Tuhan tidak ada dalam hidupmu. Kita diciptakan untuk punya hubungan dengan Tuhan, tapi karena dosa kita terpisah dari Tuhan.

Tapi sebenarnya Tuhan sudah menyelesaikan masalah ini.
Jawaban dari semua masahmu ada di dalam Yesus, Dia sudah menanggung semua dosa kita di salib. Yesus mati untuk menebus dosa kita semua. Dan Dia bangkit dari antara orang-orang mati . Menang atas dosa.
Yesus melakukan itu semua karena Dia mengasihi kamu.

Kalau kamu ingin mengenal siapa Yesus lebih lagi, silahkan chat dengan kami.

Silahkan Whatsapp ke:
Whatsapp: +62 889-1466-144

Untuk kalangan sendiri

Leave a Comment