4 Hal yang Kupelajari dari Kesuksesan Paulus

Penulis: Radius S.K. Siburian

Aku telah mengakhiri pertandingan yang baik, aku telah mencapai garis akhir dan aku telah memelihara iman” (2Tim. 4:7). Beberapa kali aku membaca ayat ini dikutip dalam obituarium (berita kematian) yang dimuat di sebuah harian lokal. Sejumlah pertanyaan mengusik pikiranku. Benarkah pernyataan tersebut ingin diberikan oleh almarhum di akhir hidupnya? Benarkah ia telah mengasihi Tuhan semasa hidupnya dan bertekun dalam imannya? Ataukah, kutipan ayat itu adalah inisiatif keluarga belaka demi membuat sebuah obituarium “kristen” yang terlihat baik?

Harus diakui, pernyataan itu sangat menggugah. Siapa yang tidak ingin “mengakhiri pertandingan yang baik”? Kita menangkap kesan bahwa orang yang memberi pernyataan ini telah sukses menyelesaikan misi hidupnya. Lebih mengagumkan lagi, ia bisa dengan yakin berkata, “Sekarang telah tersedia bagiku mahkota kebenaran yang akan dikaruniakan kepadaku oleh Tuhan, Hakim yang adil, pada hari-Nya…” (2Tim. 4:8).

Ada banyak hal yang kemudian aku pelajari ketika membaca surat-surat Paulus, Rasul besar yang membuat pernyataan tersebut. Khususnya, surat terakhir yang ditulisnya kepada Timotius, anak rohaninya. Setidaknya ada empat hal yang kulihat mendasari keberhasilan hidup Paulus, dan yang ingin ia wariskan kepada generasi setelahnya.

1. Doa
Paulus sadar betul bahwa dasar pelayanannya adalah maksud dan kasih karunia Tuhan semata, dengan tujuan agar rahmat Tuhan dalam Kristus Yesus dapat dinyatakan kepada dunia (2Tim. 1:9-12). Sebab itu, ia selalu membawa setiap pekerjaannya, orang-orang yang ia layani, dan rekan-rekan pelayanannya dalam doa (1Tim. 2:1-42Tim. 1:3).

Sikap Paulus ini mengingatkanku untuk juga memelihara kehidupan doaku. Dengan berdoa, kita mengakui bahwa setiap profesi atau pelayanan yang kita kerjakan untuk Tuhan sesungguhnya berasal dari Tuhan sendiri dan bisa kita lakukan karena kesanggupan yang diberikan-Nya semata. Kita tidak bisa berhasil tanpa perkenan Tuhan.

2. Teladan
Nasihat Paulus kepada Timotius untuk bertekun dalam firman Tuhan dan setia dalam pekerjaan pelayanannya bukan sekadar teori (2Tim. 1:132Tim. 3:10). Paulus sendiri adalah orang yang sangat giat bekerja, giat belajar dan mengajarkan firman Tuhan. Meski banyak menghadapi kesulitan, ia tak kenal lelah memberitakan Injil. Tindakannya berpadanan dengan perkataannya.

Integritas Paulus mengingatkanku untuk mengevaluasi diri: apakah perkataan dan tindakanku sudah selaras? Ketika kita hanya bisa bicara, tetapi tidak melakukan tindakan nyata, kita tidak akan mencapai apa-apa, apalagi menginspirasi orang lain untuk mengikuti jejak kita.

3. Pengharapan
Paulus tidak menjadi tawar hati ketika menghadapi berbagai masalah yang menghadang. Ia tidak hanya semangat di awal, lalu kehilangan optimisme dalam proses yang sulit. Apa gerangan yang membuatnya bertahan hingga akhir? Kita bisa melihat dengan jelas pengharapan yang dimiliki Paulus dalam surat-suratnya. Pengharapan di dalam Pribadi Tuhan yang tidak berubah (2Tim. 1:12), pengharapan di dalam kebangkitan Kristus yang menyelamatkan setiap orang percaya (2Tim. 2:10), dan pengharapan di dalam janji Tuhan yang akan menyediakan upah pada waktu-Nya (2Tim. 4:8).

Harus diakui kadangkala masalah yang datang silih berganti membuatku tawar hati dalam berkarya. Pengharapan Paulus mengingatkanku bahwa aku pun punya pengharapan yang sama. Aku punya Tuhan yang tidak pernah berubah kuasa dan kasih-Nya, Dia telah menyelamatkanku, Dia memperhatikan segala pekerjaanku dan akan memberikan upah pada waktu-Nya. Sebab itu, aku dapat mengerjakan segala sesuatu yang dipercayakan-Nya dengan penuh optimisme. Tidak ada pekerjaan yang sia-sia ketika kita melakukannya dengan hati yang tertuju kepada Tuhan.

4. Ketekunan
Pengharapan yang dimiliki Paulus melahirkan sikap tekun yang luar biasa. Pekerjaan yang ia lakukan untuk memberitakan Injil tidaklah mulus. Ia harus menghadapi orang-orang yang bermaksud jahat (2Tim. 4:14). Ketika menghadapi kesulitan, ia bahkan ditinggalkan oleh teman-temannya (2Tim. 4:10, 16). Namun, pengharapan Paulus kepada Tuhan membuatnya tetap tekun berusaha. Banyak surat penggembalaannya bahkan ditulis dari dalam jeruji penjara. Paulus tidak menjadikan penghargaan manusia sebagai ukuran keberhasilannya. Ia mengarahkan pandangannya kepada mahkota kehidupan yang telah disediakan Tuhan.

Adakalanya aku juga bekerja dengan orientasi yang keliru. Berfokus hanya pada upah dan penghargaan manusia. Dengan mudah aku bisa kecewa dan mundur ketika situasi menjadi sulit atau orang-orang di sekitarku tidak memberi tanggapan yang sesuai dengan harapanku. Ketekunan Paulus mendorongku untuk juga ikut bertekun, bekerja dengan mengarahkan pandangan pada upah yang disediakan Tuhan sendiri. Ketika kelak kita dipanggil menghadap-Nya, kita dapat dengan lega berkata seperti Paulus, “Aku telah mengakhiri pertandingan yang baik, aku telah mencapai garis akhir dan aku telah memelihara iman.”

Sumber: warungsatekamu.org

Tidak ada seorangpun dalam hidup ini yang menyukai masalah. Tetapi masalah tidak bisa kita hindari. Saat ini kami mengajak kamu untuk coba merenungkan bagaimana cara kita bisa keluar dari masalah itu . Ternyata jawabannya cuma satu. Apapun masalahnya, jawabannya ada pada Injil.

Kenapa Injil? Injil itu adalah kasih Tuhan kepada manusia. Injil disini bukan dalam konteks agama tapi kasih Tuhan kepada manusia. Siapapun orangnya,dalam hati kecilnya percaya bahwa ada Tuhan yang menjadikan semuanya.

Untuk itu saat ini kalau kamu sedang menghadapi sesuatu dalam hidup percayalah dan datanglah kepada Injil itu yang adalah Yesus Kristus Tuhan.

Dalam dunia ini tidak ada siapapun kecuali Yesus Kristus Tuhan yang pernah berkata Akulah Jalan, Akulah Kebenaran dan Akulah hidup. Semua manusia hidup kalau tidak menemui jalan berarti dia ketemu jalan buntu.Jadi bagaimanapun keadaanmu saat ini, datanglah kepada Yesus.

Untuk kalangan sendiri

Leave a Comment