5 Alasan Lebih Berbahagia Memberi daripada Menerima

Oleh Raphael Zhang, Singapura
Artikel asli dalam bahasa Inggris: What Really Happens When You Give More Than You Receive

Ayat ini mungkin terdengar tidak asing bagi kita, “Adalah lebih berbahagia memberi dari pada menerima.” (Kisah Para Rasul 20:35).

Namun, pernahkah kita memikirkannya? Bukankah kalimat itu terdengar kurang masuk akal? Bagaimanapun, ketika kamu memberi, kamu mengurangi apa yang kamu miliki—entah itu berupa benda fisik, uang, atau tenaga. Bukankah jauh lebih baik jika kita menerima daripada memberi? Siapa yang tidak suka menerima sesuatu seperti hadiah, perhatian, atau penerimaan?

Kalau kita membaca secara sekilas perkataan Yesus itu, kita mungkin berpikir bahwa memberi adalah sesuatu yang baik dan menerima adalah sesuatu yang buruk. Namun bukan itu yang Yesus maksud. Yang Yesus maksud adalah meskipun kita berbahagia ketika menerima, kita akan lebih berbahagia ketika memberi.

Yang menerima lebih banyak akan memberi lebih banyak

Sebenarnya, secara pribadi aku tidak selalu setuju dengan pemikiran ini. Ada saat-saat ketika aku merasa sulit memberikan uangku, tenagaku, atau waktuku kepada Tuhan atau orang lain, terutama ketika aku merasa untuk memenuhi kebutuhanku sendiri saja sudah pas-pasan.

Tentu, aku tidak sedang mengatakan bahwa kita perlu memberi semua yang kita miliki tanpa memperhatikan keadaan kita. Ada kalanya kita perlu memperhatikan diri kita sendiri dan menyimpan apa yang kita miliki. Ada “waktu untuk mengumpulkan” dan “waktu untuk menyimpan” (Pengkhotbah 3:5-6). Tidak salah jika kita menabung untuk masa-masa yang sulit atau untuk memperhatikan diri kita sendiri.

Namun, aku juga menyadari bahwa kesulitanku untuk memberi kadang menunjukkan masalah yang lebih dalam di dalam hatiku: Aku gagal menyadari betapa banyak aku telah menerima dan aku tidak merasa cukup dengan apa yang aku miliki.

Ketika seorang perempuan yang berdosa datang ke rumah di mana Yesus sedang makan untuk meminyaki kaki-Nya (Lukas 7:36-50), Yesus berkata bahwa perempuan itu telah banyak berbuat kasih karena dosanya yang banyak itu telah diampuni. Yesus kemudian berkata, “Tetapi orang yang sedikit diampuni, sedikit juga ia berbuat kasih.” (Lukas 7:47).

Ketika aku merasa sulit untuk memberi dalam kasih, apakah itu karena aku telah lupa betapa banyak yang telah aku menerima dari Tuhan? Jika demikian, aku harus mencari tahu dan menelaah apa yang telah membuatku melupakan anugerah, kasih, dan pengampunan yang sedemikian besar yang Tuhan telah berikan kepadaku.

Aku menyadari bahwa ketika aku sadar betapa banyak Tuhan telah memberi kepadaku, aku menjadi lebih ingin memberi kepada-Nya dan kepada orang lain, dalam kasih. Hanya ketika aku benar-benar mengerti bahwa Allah dalam kekayaan-Nya telah memberikan kepadaku segala sesuatu untuk aku nikmati (1 Timotius 6:17), aku dapat “memberi dengan sukacita” dan menyenangkan hati Tuhan (2 Korintus 9:7).

Berikut adalah beberapa hal yang aku pelajari ketika aku memilih untuk memberi.

1. Ketika semua orang memberi, semua orang menerima

Ini adalah logika sederhana. Jika semua orang mau menerima tapi tidak mau memberi, siapa yang akan memberi kepada mereka? Namun jika semua orang memilih untuk memberi satu sama lain, semua orang akan menerima. Bukankah itu adalah solusi yang terbaik?

2. Memberi menolong kita untuk belajar merasa cukup

“Apakah aku benar-benar memerlukan uang ini?” Itu adalah pertanyaan yang sering aku tanyakan kepada diriku setiap kali aku merasa sulit untuk memberi. Beberapa tahun lalu, aku membuat sebuah komitmen dengan Tuhan untuk tidak membeli baju, celana, atau sepatu baru kecuali aku benar-benar memerlukannya. Sekilas pandang ke dalam lemari bajuku sudah cukup untuk memberitahuku bahwa aku sudah punya cukup pakaian. Keinginanku untuk mempunyai lebih banyak pakaian seringkali muncul dari keinginanku untuk tampil cantik supaya mendapatkan pujian dari orang lain—sebuah keinginan yang aku harus matikan dalam diriku (Kolose 3:5). Jika aku ingin belajar menjadi seorang pengelola uang yang bijak untuk kerajaan Allah dan belajar bahwa “ibadah, yang disertai rasa cukup, memberi keuntungan besar” (1 Timotius 6:6), aku harus mematikan keinginanku itu.

Seiring waktu, aku dapat menggunakan uangku untuk hal-hal yang memang benar-benar dibutuhkan. Aku mengenal seorang wanita tua yang berjualan tissue di pinggir jalan untuk bertahan hidup. Secara ekonomi, mungkin dia lebih miskin dariku. Namun dalam kesehariannya, dia memberi dengan murah hati dan sukacita kepada orang-orang yang membutuhkan, meskipun dia juga tidak memiliki banyak. Jika dilihat dari sisi tersebut, dia adalah seorang yang kaya, dan contoh yang dia berikan menginsiprasiku untuk memberi lebih banyak.

Kadang, aku dapat memberinya sejumlah uang tanpa perlu berpikir panjang. Namun ada saat-saat yang lain ketika aku enggan untuk memberi karena aku merasa aku tidak punya cukup uang. Dalam momen-momen tersebut, aku bertanya kepada diriku sendiri, “Apakah aku benar-benar membutuhkan uang ini?” Itulah ketika aku menyadari bahwa wanita itu lebih memerlukan uang itu daripada aku. Bagaimanapun, apa yang harus aku korbankan? Mungkin, aku perlu menyisihkan sedikit anggaran makananku bulan itu untuk kuberikan kepadanya. Namun setiap kali aku memberi, aku mengalami rasa sukacita karena memberi.

3. Memberi membuat kita percaya pemeliharaan Tuhan

Setiap kali aku takut bahwa aku akan kekurangan setelah aku memberi, Tuhan akan datang memeliharaku dengan cara-Nya yang indah di waktu yang tepat. Cara dan waktu Tuhan bekerja mungkin tidak selalu persis seperti yang aku harapkan, namun aku telah melihat kesetiaan-Nya dalam memeliharaku lagi dan lagi.

Aku merasakan apa yang Tuhan janjikan dalam Maleakhi 3:10, “Bawalah seluruh persembahan persepuluhan itu ke dalam rumah perbendaharaan, supaya ada persediaan makanan di rumah-Ku dan ujilah Aku, firman TUHAN semesta alam, apakah Aku tidak membukakan bagimu tingkap-tingkap langit dan mencurahkan berkat kepadamu sampai berkelimpahan.”

Bapaku di surga adalah TUHAN yang memelihara (Jehovah-Jireh); Dia tahu apa yang aku butuhkan, dan Dia setia dalam menyediakan bagiku apa yang aku butuhkan. Jadi, aku dapat “[mencari] dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya,” dan percaya bahwa “semuanya itu akan ditambahkan [kepadaku]” (Matius 6:8,32-33).

4. Memberi membuat kita lebih mengenal Tuhan

Aku percaya Tuhan memanggil kita untuk memberi karena memberi membuat kita lebih mengenal Dia. Allah Bapa memberikan Anak-Nya bagi kita (Yohanes 3:16); Dia memberikan kita kepada Yesus (Yohanes 6:37); dan Dia memberikan Roh Kudus bagi kita (Lukas 11:13; Yohanes 14:26). Allah Anak memberikan kita pengenalan akan Allah Bapa (Yohanes 14:6-9; Matius 11:27) dan Dia memberikan pendamaian dan jalan masuk bagi kita kepada Bapa (Efesus 2:13-18). Roh Kudus memberikan peringatan akan semua yang telah Yesus katakan kepada kita (Yohanes 14:26), memberitakan kepada kita apa yang diterimanya dari pada-Nya (Yohanes 16:14); dan Dia memberikan kepada kita berbagai karunia rohani untuk berbagai macam pelayanan bagi Tuhan (1 Korintus 12:4-11).

Ketika kita memberi, itu menolong kita untuk mengenal hati Tuhan lebih dalam, sama seperti ketika kita mengikuti aktivitas yang disukai oleh orang yang kita kasihi akan membuat kita lebih mengenal tentang dia. Firman Tuhan juga mengatakan kepada kita bahwa kerinduan utama yang perlu kita miliki dalam hidup ini adalah untuk memahami dan mengenal Tuhan (Yeremia 9:23-24), dan untuk mengenal Dia dan kuasa kebangkitan-Nya dan persekutuan dalam penderitaan-Nya, di mana kita menjadi serupa dengan Dia dalam kematian-Nya (Filipi 3:10).

5. Memberi adalah anugerah Tuhan

Pernahkah kamu menyembah Tuhan dalam pujian dengan penghayatan dan keyakinan bahwa inilah alasan mengapa kamu diciptakan—untuk memuji Dia? Aku pernah. Dalam momen-momen tersebut, aku merasa seperti telah memenuhi tujuan hidupku dan dipenuhi oleh rasa syukur yang berlimpah kepada Tuhan karena Dia telah menciptakanku sehingga aku dapat menikmati karunia indah yang diberikan-Nya ini yang memampukanku untuk menyembah Dia dengan sukacita.

Bayangkan jika kamu begitu dikasihi oleh seseorang namun kamu tidak dapat membalas kebaikannya. Betapa menyedihkan! Jika kita menerima kasih dan kebaikan seseorang, tentunya kita ingin mampu membalas kasih dan kebaikan yang begitu besar yang telah diberikannya kepada kita. Aku sangat bersyukur kepada Tuhan karena Dia menciptakan diriku dengan kemampuan untuk memberi balik sebagian kecil dari anugerah yang begitu besar yang telah Dia berikan kepadaku, dengan berbagai cara—entah dengan puji-pujian atau dengan memberikan waktu, uang, perhatian, atau tenagaku.

Aku akhirnya mengerti bahwa memberi tidak hanya memuliakan Tuhan, tapi juga merupakan anugerah Tuhan bagi kita. Tuhan tidak memerlukan kita untuk memberi kepada-Nya, tapi kita mengalami sukacita ketika kita memberi kepada-Nya—dan itu menyenangkan-Nya ketika kita memberi kepada-Nya sebagai ungkapan syukur kita atas anugerah-Nya. Itu seperti sukacita yang kita rasakan ketika kita dapat memberi balik kepada orangtua kita atas segala hal yang telah mereka berikan kepada kita—meskipun mereka tidak mengharuskan kita untuk memberi balik kepada mereka.

* * *

Karena semua alasan di atas, aku mengerti mengapa Yesus berkata, “Adalah lebih berbahagia memberi dari pada menerima.” Tentu, ada waktu untuk memberi dan melayani, dan ada waktu untuk menerima dan beristirahat. Kita perlu menggunakan hikmat yang Tuhan telah berikan kepada kita untuk mengelola segala hal yang kita miliki dengan bijak.

Memberi adalah hak istimewa yang diberikan Tuhan kepada kita. Jadi, memberilah dengan sukacita, dan bukan dengan sedih hati atau karena paksaan.

Sumber: warungsatekamu.org

Tidak ada seorangpun dalam hidup ini yang menyukai masalah. Tetapi masalah tidak bisa kita hindari. Saat ini kami mengajak kamu untuk coba merenungkan bagaimana cara kita bisa keluar dari masalah itu . Ternyata jawabannya cuma satu. Apapun masalahnya, jawabannya ada pada Injil.

Kenapa Injil? Injil itu adalah kasih Tuhan kepada manusia. Injil disini bukan dalam konteks agama tapi kasih Tuhan kepada manusia. Siapapun orangnya,dalam hati kecilnya percaya bahwa ada Tuhan yang menjadikan semuanya.

Untuk itu saat ini kalau kamu sedang menghadapi sesuatu dalam hidup percayalah dan datanglah kepada Injil itu yang adalah Yesus Kristus Tuhan.

Dalam dunia ini tidak ada siapapun kecuali Yesus Kristus Tuhan yang pernah berkata Akulah Jalan, Akulah Kebenaran dan Akulah hidup. Semua manusia hidup kalau tidak menemui jalan berarti dia ketemu jalan buntu.Jadi bagaimanapun keadaanmu saat ini, datanglah kepada Yesus.

Kalau kamu ingin mengenal siapa Yesus lebih lagi, silahkan chat dengan kami.
Silahkan Whatsapp ke:
Whatsapp: +62 889-1466-144

Untuk kalangan sendiri

Leave a Comment