Belajar dari Marta: Yang Kita Anggap Terbaik, Kadang Bukanlah yang Terbaik

Oleh Yuki Deli Azzolla Malau, Jakarta

Suatu ketika sahabat doaku mengabariku bahwa dia sedang berkunjung ke kota tempat tinggalku. Setelah pekerjaan dinas dari perusahaannya selesai, dia akan menghadiri ibadah Natal di kampusku. Dia ingin meluangkan waktu untuk berjumpa denganku sebelum ibadah dimulai.

Kabar itu membuatku bahagia dan antusias karena kami sudah lama tidak bertemu. Sepulang kerja, aku memutuskan bersiap-siap dulu, supaya bisa menyambut sahabatku. Aku pulang dulu ke rumah, kemudian membeli sesuatu untuk kuberikan padanya, dan mencari-cari tempat yang nyaman untuk mengobrol nanti. Kupikir kalau tidak sempat mengobrol sebelum ibadah, kami bisa melakukannya setelah ibadah usai. Aku ingin memberikan yang terbaik untuk sahabatku.

Namun, karena persiapan yang kulakukan itu memakan waktu lama, aku jadi sangat terlambat datang ke kampus. Ibadah telah dimulai. Aku dan sahabatku duduk terpisah dan belum sempat bertegur sapa. Ketika ibadah selesai, ternyata sahabatku harus segera kembali ke tempatnya menginap. Hari sudah larut malam dan rencana awal kami untuk duduk santai sambil mengobrol pun hilang.

Aku menyesal. Seandainya saja tadi aku tidak pulang dulu dan repot-repot mencari sesuatu untuk kuberi padanya, pasti kami bisa meluangkan waktu untuk berbagi cerita. Semua persiapan yang kupikir akan menyenangkan sahabatku menjadi tidak berguna karena tujuan semula sahabatku tidak terwujud.

Dalam perjalanan pulangku, aku teringat akan kisah Marta yang menyambut Tuhan Yesus dan murid-muridnya. Kisah ini tercatat di Kitab Lukas 10:38-42. Ketika Yesus tiba di rumahnya, Marta sangat sibuk melayani. Mungkin sebagai tuan rumah, Marta ingin memberi pelayanan yang terbaik untuk Yesus. Tapi, keputusannya ini membuat dia menjadi sangat sibuk, apalagi kalau waktu itu kedatangan Yesus dan murid-murid-Nya bersifat mendadak.

Berbanding terbalik dengan Marta, Maria saudarinya justru memilih duduk dekat kaki Yesus dan terus mendengarkan perkataan-Nya (ayat 39). Melihat Maria yang tidak membantunya, Marta jadi kesal. Saking kesalnya, dia sampai berani menegur dan mengoreksi Yesus, katanya: “Tuhan, tidakkah Engkau peduli, bahwa saudaraku membiarkan aku melayani seorang diri? Suruhlah dia membantu aku” (ayat 40).

Mendengar keluhan Marta, Yesus tidak menanggapinya dengan membela Marta dan menyuruh Maria untuk ikutan sibuk. Yesus berkata: “Marta, Marta, engkau kuatir dan menyusahkan diri dengan banyak perkara, tetapi hanya satu saja yang perlu: Maria telah memilih bagian yang terbaik, yang tidak akan diambil dari padanya” (ayat 41-42).

Tuhan Yesus tidak menyalahkan Marta karena kesibukannya. Kata Yesus, Marta khawatir dan menyusahkan dirinya hingga dia kehilangan yang terbaik, yaitu waktu yang berkualitas bersama Tuhan. Marta kehilangan komunikasi dan keintiman relasi dengan Tuhan ketika dia menyusahkan dirinya dengan segala usaha yang dia pikir akan menyenangkan hati Tuhan.

Aku merasa tertegur. Seringkali aku bersikap seperti Marta. Aku suka menyibukkan diri supaya bisa memberikan yang terbaik, tapi kenyataannya, itu tidak selalu jadi sesuatu yang terbaik. Seperti aku yang kehilangan waktu berharga dengan sahabatku, aku pun kehilangan waktu yang berharga untuk berelasi dengan Tuhan.

Aku pernah sangat sibuk dengan pelayanan, pekerjaan, studi, atau kegiatan lainnya yang kupikir akan menyenangkan Tuhan. Tapi, lama-lama aku merasa lelah sendiri dan tidak lagi menikmati kegiatan-kegiatan itu. Aku menganggap waktu untuk berdiam diri dan berdoa itu tidak berguna dan tidak penting, hingga aku pun mengeluh dan kehilangan damai sejahtera. Sesuatu yang awalnya kulakukan sebagai wujud persembahan terbaikku untuk Tuhan malah jadi sesuatu yang membuatku merasa jauh dari-Nya.

Dari kisah Marta, aku mengerti bahwa Tuhan tidak ingin kita kehilangan yang terbaik dalam upaya kita untuk memberi-Nya yang terbaik. Aku memang perlu berupaya sepenuh hati untuk menyenangkan hati-Nya, namun aku pun perlu mengingat bahwa apa yang Tuhan inginkan dariku adalah relasi dan pengenalan akan Dia.

Seperti lirik sebuah lagu yang berkata “satu hal yang kurindu, berdiam di dalam rumah-Mu”, aku berkomitmen untuk meluangkan waktu di tengah kesibukanku untuk berelasi dengan-Nya.

Satu hal yang kurindu
Berdiam di dalam rumah-Mu
Satu hal yang kupinta
Menikmati bait-Mu Tuhan

Lebih baik satu hari di pelataran-Mu
Daripada s’ribu hari di tempat lain
Memuji-Mu, menyembah-Mu, Kau Allah yang hidup
Dan menikmati s’mua kemurahan-Mu

Sumber: warungsatekamu.org

Tidak ada seorangpun dalam hidup ini yang menyukai masalah. Tetapi masalah tidak bisa kita hindari. Saat ini kami mengajak kamu untuk coba merenungkan bagaimana cara kita bisa keluar dari masalah itu . Ternyata jawabannya cuma satu. Apapun masalahnya, jawabannya ada pada Injil.

Kenapa Injil? Injil itu adalah kasih Tuhan kepada manusia. Injil disini bukan dalam konteks agama tapi kasih Tuhan kepada manusia. Siapapun orangnya,dalam hati kecilnya percaya bahwa ada Tuhan yang menjadikan semuanya.

Untuk itu saat ini kalau kamu sedang menghadapi sesuatu dalam hidup percayalah dan datanglah kepada Injil itu yang adalah Yesus Kristus Tuhan.

Dalam dunia ini tidak ada siapapun kecuali Yesus Kristus Tuhan yang pernah berkata Akulah Jalan, Akulah Kebenaran dan Akulah hidup. Semua manusia hidup kalau tidak menemui jalan berarti dia ketemu jalan buntu.Jadi bagaimanapun keadaanmu saat ini, datanglah kepada Yesus.

Kalau kamu ingin mengenal siapa Yesus lebih lagi, silahkan chat dengan kami.
Silahkan Whatsapp ke:
Whatsapp: +62 889-1466-144

Untuk kalangan sendiri

Leave a Comment