Dari Penderitaan Dipancarkan Keharuman Kasih

Oleh Saudari Xiaokai, Provinsi Jiangxi

Aku adalah seorang wanita desa biasa dan, karena konsep feodalisme hanya menghargai anak laki-laki, aku tidak mampu mengangkat kepala di hadapan orang lain karena malu tidak memiliki anak laki-laki. Tepat di saat aku merasa sangat menderita, aku dipilih oleh Tuhan Yesus dan, dua tahun kemudian, aku menerima keselamatan Tuhan Yang Mahakuasa. Selain itu, aku memahami banyak kebenaran dari dalam firman Tuhan Yang Mahakuasa dan rohku mendapatkan pembebasan sejati. Namun, ketika sedang melaksanakan tugasku untuk membalas kasih Tuhan, aku dua kali ditangkap oleh pemerintah PKT (Partai Komunis Tiongkok) dan menderita penyiksaan dan penganiayaan yang kejam di tangan antek-antek PKT. Tepat saat aku berada di ambang kematian, firman Tuhan Yang Mahakuasa terus membimbing dan membangkitkanku serta memungkinkan diriku menjadi kesaksian di tengah serangan Iblis yang kejam, dengan demikian memperkuat tekadku untuk mengikuti dan mengasihi Tuhan di sepanjang hidupku.

Di suatu sore sekitar pukul 5, pada bulan Mei 2003, aku sedang dalam perjalanan untuk melaksanakan tugasku ketika tiba-tiba sekretaris pengurus desa mengendarai sepeda motor dan menghalangi jalanku. Dia berteriak memberi perintah kepadaku, katanya: “Berhenti! Apa yang sedang kau lakukan? Ikut denganku!” Aku terkejut, dan menyadari bahwa aku telah diikuti. Aku segera teringat pager, kwitansi gereja, dan barang lainnya yang kubawa dalam tasku dan bahwa, begitu barang-barang ini jatuh ke tangan orang itu, hal itu akan menyebabkan kerugian besar bagi pekerjaan gereja. Jadi aku lari secepat mungkin, berharap punya kesempatan untuk membuang barang-barang tersebut dari tasku, tetapi sebelum berhasil lari terlalu jauh, dia keburu menangkapku. Tak lama kemudian, sebuah mobil hitam datang dan dari dalamnya keluar lima atau enam polisi bertampang bengis yang mengepungku saat itu juga. Mereka tertawa dengan culas dan berkata, “Kali ini kami benar-benar menangkapmu, pemimpinnya. Masih mengira kau bisa melarikan diri? Jangan mimpi!” Kemudian mereka dengan paksa memelintir tanganku ke belakang, memasukkanku ke mobil polisi dan membawaku ke kantor polisi setempat.

Begitu sampai di kantor polisi, polisi jahat itu mendorongku masuk ke sebuah ruangan kecil yang gelap, berbau busuk, dan mereka mulai berteriak dengan galak kepadaku: “Ayo mengaku! Siapa namamu? Dari mana asalmu? Apa yang sedang kau kerjakan di sini? Ayo bicara!” Hatiku berdebar-debar, melihat sikap mereka yang mengancam, dan aku takut barang-barang di tasku akan jatuh ke tangan mereka, dan aku juga takut mereka akan menyiksaku dengan kejam. Sementara semua ini terjadi, aku berseru dengan putus asa kepada Tuhan: “Ya Tuhan Yang Mahakuasa, hari ini atas izin-Mu aku telah jatuh ke tangan para setan. Apa pun yang mereka lakukan terhadapku, aku hanya ingin berada di pihak-Mu. Kumohon berilah aku hikmat dan iman untuk menjadi kesaksian.” Tepat pada saat itu, aku ingat firman Tuhan: “Engkau tidak perlu takut akan ini dan itu. Tidak peduli berapa banyak kesulitan dan bahaya yang engkau hadapi, engkau harus tetap teguh di hadapan-Ku; … Jangan takut; dengan dukungan-Ku, siapa yang bisa menghalangi jalan?” (“Bab 10, Perkataan Kristus pada Awal Mulanya” dalam “Firman Menampakkan Diri dalam Rupa Manusia”). Ya memang, Tuhan itu unik. Dia mengatur segala sesuatu dan memerintah dengan kedaulatan atas segalanya, jadi bukankah beberapa polisi yang jahat ini pasti adalah bagian dari pengaturan Tuhan? Dengan kehadiran dan dukungan Tuhan, apa lagi yang perlu kutakutkan? Firman Tuhan memberikanku iman dan seluruh tubuhku menjadi penuh dengan kekuatan, tidak pernah lagi takut kepada Iblis. Namun pada saat itu, aku masih khawatir tentang barang-barang dalam tasku, dan hatiku terus-menerus berseru kepada Tuhan memohon perlindungan-Nya. Aku bersyukur kepada Tuhan karena mendengarkan doaku—gerombolan polisi jahat ini hanya menginterogasi aku dan tidak menggeledah tasku. Ketika tiba saatnya bagi mereka untuk berganti giliran jaga, mereka semua meninggalkan ruangan itu, dan aku cepat-cepat mengambil kwitansi akuntansi dan buku-buku rohani yang ada di dalam tasku dan melemparkannya ke luar jendela. Lalu aku membanting pager ke lantai sampai hancur dan membuangnya ke tong sampah, dan baru setelah itu aku bisa bernapas lega. Baru saja aku selesai melakukan ini, giliran jaga yang baru dari polisi jahat masuk ke ruangan. Mereka menatapku dengan galak, lalu dengan terburu-buru mereka menggeledah tasku, tetapi tidak menemukan apa pun. Aku melihat dengan mata kepala sendiri kemahakuasaan dan kedaulatan Tuhan, dan imanku meningkat tajam. Karena mereka tidak menemukan apa pun, para polisi jahat itu menginterogasiku dengan marah, menanyakan dengan siapa sebenarnya aku berhubungan, siapa para pemimpin tingkat atas, dan seterusnya. Aku takut aku akan kelepasan bicara dan jatuh ke dalam perangkap mereka, jadi aku tidak mengatakan apa pun. Melihat ini, lima atau enam polisi jahat itu secara bersamaan menghampiriku lalu memukul, menendang, mengutukku dan sembari melakukannya, mereka berkata: “Kalau kau tidak memberi tahu kami, kami akan memukulimu sampai mati!” Aku dipukuli begitu keras hingga aku meringkuk seperti bola, berguling-guling di lantai. Salah satu polisi jahat itu kemudian dengan kasar menjambak rambutku dan mengancamku dengan galak: “Kau benar-benar tetap keras kepala. Kau tidak mau bicara? Kami punya cara kami sendiri, jadi kau akan melihat cara kami memaksamu malam ini!” Aku tahu Tuhan menyertaiku, jadi aku menghadapi interogasi dan penyiksaan yang akan terjadi dengan hati yang tenang.

Saat itu sudah lewat pukul 8 malam ketika dua polisi jahat memborgolku dan membawaku ke Biro Keamanan Masyarakat Kota. Saat memasuki ruang interogasi, seorang polisi jahat berusia empat puluhan mulai memerankan polisi yang baik, mencoba membujuk dan merayuku: “Kau masih muda, dan kau cantik. Ada masalah apa dengan percaya kepada Tuhan ini? Bekerja sama saja dengan kami. Asalkan kau memberi tahu kami siapa saja pemimpin tingkat atas, aku akan langsung menyuruh orang untuk mengantarmu pulang. Aku dapat membantumu dengan kesulitan apa pun yang mungkin kau hadapi di sini. Untuk apa menderita di sini? …” Karena perlindungan Tuhan, aku tahu bahwa ini adalah tipu muslihat Iblis, dan aku mengabaikan apa pun yang dikatakannya. Polisi jahat itu menyadari bahwa cara liciknya tidak berhasil, jadi dia segera menunjukkan sifat aslinya. Dia menjambak rambutku dan menekanku ke lantai, dengan kejam menendang kepalaku sampai aku menjadi pusing dan merasakan seluruh tempat itu berputar-putar. Kemudian dia menginjak kepalaku dan berkata dengan sangat galak: “Tak mau bicara? Aku akan melakukan segala cara untuk menyiksamu hari ini, dan kau akan berharap tidak pernah dilahirkan. Apa kau akan beri tahu kami apa yang ingin kami ketahui?” Melihatku tetap tidak mengatakan apa pun, dia memanggil beberapa polisi jahat yang menarikku berdiri dan mulai menampar wajahku berulang-ulang, sampai wajahku sangat sakit hingga rasanya seperti terbakar dengan api. Namun bagaimanapun mereka memukuliku, aku terus berdoa dalam hati kepada Tuhan, mengertakkan gigiku dan tidak mengatakan sepatah kata pun. Melihatku tetap tidak mau menyerah, mereka menyeretku ke ruangan lain, dipenuhi dengan kemarahan. Seorang polisi jahat mengambil sebuah taser (alat kejut listrik) dan menertawakanku dengan culas, sambil berkata, “Tak masalah kau keras kepala. Kami punya cara tersendiri! Mari kita lihat mana yang akan bertahan paling lama—kau atau taser kami!” Lalu dia menyodok tubuhku tanpa ampun dengan taser tersebut. Dalam sekejap, seluruh tubuhku dikejutkan oleh arus listrik yang sangat besar dan aku kejang-kejang tak terkendali. Seakan ada serangga yang tak terhitung jumlahnya menggigit tubuhku, dan aku tidak tahan sampai mengeluarkan tangisan yang keras dan melengking. Tanpa menungguku mengatur napas, seorang polisi jahat mengambil setumpuk majalah tebal dan mulai menghantamkannya ke kepalaku dengan segenap kekuatannya, dan kemudian, dia menjambak rambutku dan dengan kejam membenturkan kepalaku ke dinding. Segalanya menjadi gelap dan aku jatuh ke lantai. Para polisi jahat itu berteriak kepadaku, “Berpura-pura mati!” Kemudian mereka menarikku berdiri dari lantai dan menyuruhku berlutut, tetapi aku sangat lemah sehingga aku hanya bisa berlutut selama beberapa saat sebelum kembali jatuh ke lantai. Pada saat itu, aku benar-benar merasa sepertinya aku tidak bisa bertahan lebih lama lagi, aku merasa lemah, dan berpikir: “Setan-setan ini benar-benar kejam, dan aku benar-benar akan mati hari ini di tangan mereka….” Dalam kesakitan dan ketidakberdayaan, aku berdoa kepada Tuhan dengan sungguh-sungguh, memohon agar Tuhan membimbingku, dan memohon kekuatan untuk aku mengalahkan Iblis. Tepat pada saat itu, firman Tuhan terlintas di pikiranku: “Tuhan yang Mahakuasa, Kepala segala sesuatu, menjalankan kuasa kerajaan-Nya dari takhta-Nya. Dia memerintah atas alam semesta dan segala sesuatu dan Dia menuntun kita di seluruh muka bumi. Kita harus kerap kali mendekat kepada-Nya … Seandainya engkau tinggal mempunyai satu tarikan nafas terakhir, Tuhan takkan pernah membiarkanmu mati” (“Bab 6, Perkataan Kristus pada Awal Mulanya” dalam “Firman Menampakkan Diri dalam Rupa Manusia”). Firman Tuhan membuatku mengerti bahwa Tuhan memegang hidupku di tangan-Nya dan bahwa, selama Tuhan tidak memberikan izin-Nya, setan-setan ini tidak akan berani mengambil nyawaku. Aku merenungkan bagaimana aku telah mengikuti Tuhan sejauh ini, bagaimana Tuhan telah melindungiku selama ini, bagaimana aku telah menikmati kasih Tuhan yang begitu banyak dan besar, dan aku merenungkan bagaimana situasi yang sekarang terjadi adalah cara Tuhan menguji kesetiaan dan kasihku, dan itu adalah kesempatan bagiku untuk membalas kasih Tuhan. Setan-setan sedang menyiksaku dengan cara ini demi mencapai tujuan mereka yang keji untuk membuatku mengkhianati Tuhan; tetapi aku akan tegar dan tabah. Bahkan seandainya mereka menyiksaku sampai mati, aku tetap tidak akan menyerah kepada Iblis. Tidak mungkin aku menjadi seorang Yudas hanya agar hidupku lewat begitu saja tanpa memiliki tujuan. Aku tidak akan membiarkan rencana jahat Iblis berhasil—aku harus menjadi kesaksian bagi Tuhan dan membuat hati Tuhan dihiburkan! Firman Tuhan memberiku kekuatan yang tak ada habis-habisnya; aku lupa rasa sakit yang melanda seluruh tubuhku, dan aku kemudian memiliki iman dan keberanian untuk terus berjuang melawan setan-setan ini.

Kemudian, untuk memaksakan pengakuan dari mulutku, polisi jahat mulai bergiliran menjagaku dan mencegahku tidur dan mendesakku dengan pertanyaan berulang-ulang: “Siapa pemimpin tingkat atas di gerejamu? Di mana mereka tinggal? Siapa lagi anggotanya? …” Melihat aku tetap diam, sesekali mereka akan menjambak rambutku dan menendangku. Aku hanya perlu menutup mata dan mereka akan memukul dan menendangku dan menggunakan ujung sepatu kulit mereka untuk menginjak dan menggiling buku-buku jariku dengan sekuat tenaga mereka. Rasa sakit yang menusuk membuatku mengalami penderitaan yang tak terkatakan, dan aku terus berteriak. Mereka menendang-nendangku seperti sebuah bola. … Ketika fajar menjelang, aku telah disiksa sampai tubuhku dipenuhi memar yang tak terhitung banyaknya dan rasa sakit yang tak tertahankan. Memikirkan tentang bagaimana aku tidak pernah sebelumnya mengalami penderitaan seperti ini, dan memikirkan tentang cedera dan penyiksaan yang sedang kuderita sekarang di tangan polisi jahat PKT karena kepercayaanku kepada Tuhan, tiba-tiba aku diliputi oleh gelombang kelemahan dan kesedihan. Pada saat itu, di dalam diriku semuanya gelap, dan ketakutanku semakin bertambah-tambah, tanpa mengetahui jenis siksaan kejam apa lagi yang mereka persiapkan untukku selanjutnya. Sementara aku terbaring dengan kesakitan, aku berdoa dalam hati kepada Tuhan: “Ya Tuhan Yang Mahakuasa, kumohon Engkau mencerahkan dan membimbingku untuk mengerti kehendak-Mu dalam keadaan burukku, sehingga aku tidak kehilangan kesaksianku.” Sementara berdoa, aku teringat sebuah lagu rohani dari firman Tuhan: “Menderita di jalan menuju kebenaran. Berikan dirimu sepenuhnya. Alami penghinaan, mend’rita lebih lagi. Dan dapatkan lebih banyak keb’naran. … Kejarlah semua yang indah. Kejarlah semua yang baik, jalan dalam hidup yang penuh makna. … Tinggalkan kenikmatan dan daging demi kebenaran. Jangan buang kebenaran demi kesenangan” (“Engkau Harus Tinggalkan Semua demi Kebenaran” dalam “Ikuti Anak Domba dan Nyanyikan Lagu Baru”). Firman Tuhan menyadarkan hatiku dan membuatku mengerti bahwa rasa sakit dari penganiayaan yang sedang kuderita sekarang karena kepercayaanku kepada Tuhan sungguh sangat berharga dan sangat bermakna. Aku mengerti bahwa Tuhan sedang menggunakan lingkungan penderitaan ini untuk menunjukkan kepadaku dengan jelas esensi Iblis yang berada dalam permusuhan dengan Tuhan, sehingga aku dapat meninggalkannya sama sekali dan dengan demikian memalingkan hatiku untuk kembali kepada Tuhan dan mencapai kasih yang sejati kepada Tuhan. Tuhan telah menanggung semua penderitaan demi menyelamatkanku, jadi bukankah seorang manusia yang rusak seperti diriku seharusnya menderita lebih banyak demi mendapatkan kebenaran dan demi mencapai perubahan sejati dalam watak hidupku? Aku berpikir, “Penderitaan ini adalah sesuatu yang harus kupikul dalam pengejaranku untuk memperoleh keselamatan, dan aku membutuhkan penderitaan seperti ini untuk melembutkan dan mendidik kerohanianku; inilah yang dibutuhkan hidupku dan aku rindu untuk menerima kasih Tuhan yang besar. Hari ini, aku menderita bersama Kristus dan aku menerima kerajaan Kristus dan mengalami kesengsaraan-Nya—ini sepenuhnya karena Tuhan meninggikan aku, ini adalah kasih dan berkat Tuhan yang terbesar bagiku, dan aku seharusnya bahagia.” Memikirkan ini, hatiku merasa sangat terhibur, dan aku tidak lagi percaya bahwa menghadapi lingkungan seperti itu adalah sesuatu yang menyakitkan, tetapi sebaliknya aku merasa bahwa Tuhan telah menganugerahkan berkat yang istimewa kepadaku. Aku diam-diam menaikkan doa kepada Tuhan: “Ya Tuhan Yang Mahakuasa! Aku bersyukur kepada-Mu karena telah mencerahkanku sehingga aku mengerti kehendak-Mu. Bagaimanapun Iblis menyiksaku, aku sama sekali tidak akan berkompromi atau menyerah kepadanya. Entah aku hidup atau mati, aku ingin tunduk pada pengaturan-Mu, mengabdikan diriku sepenuhnya kepada-Mu, dan mengasihi-Mu sampai aku mati!” Polisi jahat itu menyiksaku selama dua malam dan seharian dan sama sekali tidak mendapatkan apa pun dariku. Akhirnya, yang bisa mereka katakan adalah bahwa aku telah menjadi “orang yang baginya Tuhan adalah segalanya,” dan aku dikirim ke rumah tahanan.

Segera setelah aku tiba di sel penjara di rumah tahanan, kepala blok sel, yang telah dihasut oleh polisi jahat, mulai mengancamku: “Ayo, mengaku saja atau kau akan menderita!” Melihatku tidak akan menyerah, dia bersekongkol dengan para tahanan lainnya untuk menghukumku dengan berbagai cara: mereka sama sekali tidak memberiku apa pun untuk dimakan, tidak memberiku air panas, mereka membuatku tidur di lantai semen yang dingin setiap malam, dan memaksaku mengerjakan pekerjaan yang kotor dan melelahkan. Jika aku tidak menyelesaikannya, aku harus kerja lembur, dan jika aku tidak mengerjakannya dengan cukup baik, aku dilecehkan secara verbal dan disuruh berdiri sebagai hukuman…. Setiap hari aku harus mengalami diejek, dihina, didiskriminasi, dipukuli dan dilecehkan secara verbal oleh para tahanan lainnya. Selain itu, uangku telah disita oleh polisi jahat sehingga, tanpa memiliki uang sepeser pun, aku bahkan tidak bisa membeli perlengkapan mandi dan keperluan sehari-hari lainnya. Aku tidak tahu kapan hari-hari ini akan berakhir dan di dalam hatiku, aku merasa sangat sedih, sangat kesepian dan sangat menderita, selalu berharap bisa keluar dari tempat jahat itu secepat mungkin. Namun, semakin aku ingin keluar dari lingkungan itu, hatiku menjadi semakin gelap dan semakin tertekan, dan tanpa sadar air mata mengalir dari mataku. Dalam ketidakberdayaan, aku hanya bisa memberi tahu Tuhan berulang-ulang tentang penderitaanku, berharap dengan sungguh-sungguh untuk Tuhan membimbingku sekali lagi dan membuatku mampu menaati pengaturan dan rencana-Nya. Tuhan adalah pertolongan dan sandaranku setiap saat, dan sekali lagi Dia membimbingku untuk mengingat bagian dari firman-Nya ini: “Tidak masalah bagaimana Tuhan bekerja atau dalam lingkungan seperti apa engkau berada sekarang, jika engkau mampu mengejar kehidupan, berusaha untuk memiliki pekerjaan Tuhan yang dikerjakan dalam dirimu, dan mengejar kebenaran, dan jika engkau memiliki pemahaman tentang perbuatan Tuhan dan engkau mampu bertindak sesuai kebenaran, inilah imanmu yang sejati, dan ini menunjukkan bahwa engkau tidak kehilangan harapan di dalam Tuhan. Hanya jika engkau tetap mampu mengejar kebenaran melalui pemurnian, engkau akan mampu untuk benar-benar mengasihi Tuhan, dan tidak akan meragukan-Nya, jika tidak peduli apa pun yang dilakukan-Nya, engkau tetap melakukan kebenaran untuk memuaskan-Nya, dan engkau mampu mencari kehendak-Nya dengan segenap hati dan memikirkan kehendak-Nya, ini artinya engkau memiliki iman yang sejati kepada Tuhan. Sebelumnya, ketika Tuhan berkata engkau akan memerintah sebagai raja, engkau mengasihi Dia, dan ketika Dia secara terbuka menunjukkan diri-Nya kepadamu, engkau mengejar-Nya. Namun, sekarang Tuhan tersembunyi, engkau tidak bisa melihat-Nya, dan masalah menimpamu. Di saat seperti ini, apakah engkau kehilangan harapan dalam Tuhan? Jadi, setiap saat engkau harus mengejar kehidupan dan berusaha memuaskan kehendak Tuhan. Inilah yang disebut iman sejati, dan ini adalah kasih yang paling sejati dan paling indah” (“Mereka yang Akan Disempurnakan Harus Mengalami Pemurnian” dalam “Firman Menampakkan Diri dalam Rupa Manusia”). Firman Tuhan bagaikan ibu penuh kasih yang menenangkan seorang anak yang tertekan, dan memberiku penghiburan dan dorongan yang besar. Aku merasa bahwa Tuhan berada tepat di sampingku, melindungiku dan mengharapkanku untuk dapat mempertahankan imanku yang sejati kepada Tuhan di hadapan si Iblis, menanggung penderitaan dan meninggalkan apa yang kukasihi, dengan demikian memperoleh kemampuan untuk mengasihi dan memuaskan Tuhan serta menjadi kesaksian bagi Tuhan di tengah lingkungan yang menyakitkan dan saat dikepung kuasa kegelapan—inilah kesaksian paling kuat yang mempermalukan Iblis. Meskipun aku terjebak di sarang setan ini, kasih Tuhan selalu menyertaiku. Ketika aku menderita penyiksaan dan penganiayaan yang kejam dan aku merasa lemah, dan ketika aku menahan serangan Iblis dan merasa kesakitan dan tertekan, aku selalu bisa melihat penyediaan Tuhan bagi hidupku, aku bisa merasakan penghiburan dari kasih Tuhan, dan aku bisa melihat tangan Tuhan membuka jalan keluar bagiku. Aku berpikir dalam hati, “Tuhan selalu menyertai, menjaga, dan menemaniku. Kasih Tuhan begitu dalam bagiku; bagaimana mungkin aku mengecewakan kehendak-Nya? Aku seharusnya tidak mengikuti keinginan dagingku dan bahkan tidak seharusnya aku berusaha melarikan diri dari lingkungan yang Tuhan atur bagiku. Aku seharusnya mengingat kembali iman yang kumiliki sebelumnya, mencurahkan kasih sejatiku kepada Tuhan dan menjadi kesaksian bagi Tuhan di hadapan Iblis.” Memikirkan hal-hal ini, rasa sakit di hatiku luluh, dan aku bertekad untuk mengasihi dan memuaskan Tuhan bahkan jika aku harus memikul semua penderitaan. Aku tidak bisa menahan diri untuk menyanyikan sebuah lagu gereja: “Aku punya hati, roh, jadi mengapa aku tak bisa mengasihi Tuhan? Tuhan penopangku, mengapa takut? Aku akan melawan Iblis hingga akhir. Tuhan mengangkat kita, jadi tinggalkan semua, berjuang menjadi saksi Kristus. Tuhan pasti akan melaksanakan kehendak-Nya di bumi. Aku akan memberikan kasih, kesetiaan, pengabdianku kepada-Nya. Aku akan menyambut kedatangan-Nya kembali saat Dia datang dalam kemuliaan. Saat kerajaan Kristus dinyatakan, aku akan bertemu lagi dengan-Nya …” (“Kerajaan” dalam “Ikuti Anak Domba dan Nyanyikan Lagu Baru”). Ketika aku menguatkan imanku dan rindu untuk memuaskan Tuhan, aku sekali lagi mengalami kasih Tuhan yang lembut kepadaku. Tuhan mengatur untuk seorang petugas penjara memberikanku banyak barang untuk keperluanku sehari-hari. Hatiku sangat terharu dan aku bersyukur kepada Tuhan dari lubuk hatiku. Setelah 40 hari, polisi jahat itu melihat bahwa mereka tidak mungkin mendapatkan apa pun dariku, jadi mereka membuat-buat tuduhan bahwa aku adalah “anggota Xie Jiao,” dan meminta keluargaku membayar beberapa ribu yuan sebelum melepaskanku.

Aku mengira akan mendapatkan kebebasanku kembali begitu aku tiba di rumah, tetapi polisi PKT tidak pernah berhenti mengawasiku dan mereka tetap membatasi kebebasan pribadiku. Mereka melarangku meninggalkan rumah, memerintahkan aku untuk selalu ada bagi mereka, dan mengirim seseorang untuk mengawasiku. Mereka bahkan mengancam keluargaku hampir setiap beberapa hari, memperingatkan mereka untuk mengawasiku. Dari luar, sepertinya aku telah dibebaskan, tetapi pada kenyataannya aku ditempatkan di bawah tahanan rumah oleh polisi jahat itu. Karena itu, aku tidak berani menghubungi saudara-saudariku di gereja, ataupun melaksanakan tugasku, dan hatiku merasa sangat tertekan dan sedih. Hal yang membuatku semakin geram adalah polisi jahat itu menyesatkan orang-orang di desaku dengan kebohongan jahat mereka, memberi tahu mereka bahwa kepercayaanku kepada Tuhan telah membuatku gila, bahwa aku tidak waras dan mampu melakukan apa pun…. Dalam menghadapi desas-desus tercela dan fitnah seperti itu, aku tidak mampu menahan diri untuk tidak dikuasai oleh kemarahan. Aku berpikir dalam hati, “Aku tidak boleh dikendalikan oleh setan-setan itu dengan cara seperti ini, dan aku harus berjuang untuk membebaskan diri dari cengkeraman jahat mereka dan membalas kasih Tuhan.” Jadi, untuk menghindari pengawasan oleh polisi jahat itu, aku tidak punya pilihan selain meninggalkan rumah dan pergi untuk melaksanakan tugasku.

Tiga tahun berlalu dalam sekejap mata. Aku mengira polisi PKT tidak akan lagi mengawasiku, jadi aku pulang ke rumah untuk melaksanakan tugasku. Namun, tiba-tiba saja, pada suatu pagi di bulan Agustus 2006, bahkan sebelum aku berada di rumah lebih dari beberapa hari, polisi jahat datang mengunjungiku. Pagi itu, sebuah suara berteriak membangunkanku dari tidur: “Cepat dan buka pintunya, kalau tidak kami akan mendobraknya!” Suamiku baru saja membuka pintu ketika tujuh atau delapan polisi jahat masuk dengan paksa seperti penjahat dan, tanpa penjelasan apa pun, menangkap dan menyeretku ke mobil mereka. Karena Tuhan melindungiku, aku tidak merasa takut. Aku hanya berdoa dan terus berdoa, “Ya Tuhan Yang Mahakuasa! Hari ini sekali lagi aku jatuh ke tangan setan-setan ini. Kiranya Engkau melindungi hatiku, memberiku kekuatan, dan kiranya sekali lagi aku menjadi kesaksian bagi-Mu.” Begitu kami tiba di kantor polisi, polisi jahat itu mengambil foto dan sidik jariku secara paksa. Mereka kemudian mengambil sebuah daftar nama dan mulai mendesakku dengan pertanyaan: “Apa kau kenal orang-orang ini? Siapa teman-temanmu?” Melihat nama-nama yang kukenal dari beberapa saudariku dalam daftar, aku menjawab dengan tenang: “Aku tidak kenal mereka, dan aku tak punya teman!” Tak lama setelah aku selesai berbicara, salah seorang dari mereka membentakku, “Kau menghilang selama beberapa tahun, jadi ke mana saja kau? Kau pasti punya teman. Apa kau masih percaya kepada Tuhan Yang Mahakuasa? Ayo mengaku.” Perkataan polisi jahat itu membuatku sedih sekaligus marah, dan aku tidak bisa menahan amarahku. Aku berpikir, “Apa yang kupercaya sekarang ini adalah satu-satunya Tuhan yang benar yang menciptakan langit dan bumi dan segala sesuatu. Apa yang kukejar adalah kebenaran, jalan yang kutempuh adalah jalan yang benar dalam kehidupan, dan semua hal ini terang dan adil. Namun, setan-setan ini, yang sama sekali tidak memiliki hati nurani, terus mengejar dan menyiksaku, membatasi kebebasan pribadiku, memaksaku keluar dari rumahku sendiri, memisahkanku dari anak-anakku dan berusaha memaksaku untuk mengkhianati Tuhan. Apa yang salah dengan percaya kepada Tuhan dan berusaha menjadi orang baik? Mengapa mereka tidak mengizinkanku untuk mengikuti Tuhan Yang Mahakuasa dan berjalan di jalan yang benar dalam kehidupan? Gerombolan setan yang membentuk pemerintahan PKT benar-benar sangat reaksioner dan tidak bertuhan; mereka adalah musuh yang tidak dapat didamaikan dengan Tuhan dan terlebih lagi mereka adalah musuh yang tidak dapat hidup berdampingan denganku.” Dalam kesedihan dan kebencian, aku teringat firman Tuhan Yang Mahakuasa: “Para penjilat! Mereka membayar kebaikan dengan kebencian, mereka sudah lama membenci Tuhan, mereka memperalat Tuhan, mereka berlaku kasar sekasar-kasarnya, mereka sama sekali tidak menghargai Tuhan, mereka merampas dan merampok, mereka sudah kehilangan hati nurani, dan tidak ada kebaikan yang tersisa, … Tindakan ikut campur mereka membuat semua yang tinggal di kolong langit menjadi gelap dan kacau! Kebebasan beragama? Hak dan kepentingan yang sah bagi warga negara? Semua itu hanya tipuan untuk menutupi dosa! … Ribuan tahun kebencian berkumpul di hati, dosa ribuan tahun tertulis di hati—bagaimana ini tidak melahirkan kebencian? Tuhan yang membalas dendam, menghancurkan seluruh musuh-Nya, tidak membiarkannya mengacau lebih lama lagi, dan tidak lagi membiarkannya berulah seperti yang diinginkannya! Sekaranglah waktunya: Manusia sudah lama mengumpulkan kekuatannya, mendedikasikan usahanya, membayar harga, untuk ini, untuk menyingkapkan wajah Iblis dan membuat orang-orang, yang selama ini dibutakan dan mengalami segala penderitaan dan kesulitan agar bangkit dari rasa sakit mereka dan meninggalkan si Iblis tua yang jahat ini” (“Pekerjaan dan Jalan Masuk (8)” dalam “Firman Menampakkan Diri dalam Rupa Manusia”). Dari firman Tuhan ini, aku mengerti kehendak-Nya, dan di dalam diriku muncul kebencian yang pahit terhadap setan-setan ini. Tuhan menciptakan langit dan bumi dan segala sesuatu dan Dia membangkitkan umat manusia; manusia menikmati kasih karunia Tuhan yang berlimpah, dan percaya kepada Tuhan serta menyembah Tuhan selalu merupakan hal yang benar dan pantas untuk dilakukan. Namun, pemerintah PKT melakukan semua yang mereka bisa untuk menekan dengan keras orang-orang yang percaya kepada Tuhan Yang Mahakuasa; PKT memburu mereka dengan membabi-buta, memenjarakan mereka secara ilegal, menyiksa dan menganiaya mereka dengan kejam, menahan mereka di kamp kerja paksa dan menghina serta mengejek mereka, berharap dengan sia-sia untuk membasmi semua orang yang percaya kepada Tuhan dan mengakhiri pekerjaan Tuhan untuk menyelamatkan manusia pada akhir zaman—mereka benar-benar jahat dan luar biasa tercela! Selama bertahun-tahun ini, jika bukan karena Tuhan Yang Mahakuasa melindungi dan memeliharaku, aku pasti sudah lama dibunuh dengan kejam oleh Iblis, si setan. Dalam menghadapi peperangan rohani antara hidup dan mati ini, aku bertekad untuk mempertahankan kebenaran dan tetap mengasihi Tuhan meskipun aku menderita rasa sakit yang luar biasa. Aku menyerahkan hidupku untuk menjadi kesaksian bagi Tuhan!

Melihatku memelototi mereka tanpa mengucapkan sepatah kata pun, polisi jahat itu marah kepadaku dengan jengkelnya: “Kau tak mau bicara, ya? Tunggu sampai para pimpinan kami datang untuk menginterogasimu, dan kita akan lihat apakah mulutmu tetap bungkam!” Mendengar bahwa para kepala dari polisi jahat itu akan menginterogasiku, aku tidak bisa menahan perasaan sedikit gelisah. Kemudian aku memikirkan bagaimana, di tengah semua kesengsaraan ini, aku benar-benar mengalami kedaulatan Tuhan atas segala hal dan pengelolaan-Nya atas segala sesuatu, serta tentang bagaimana firman Tuhan memiliki otoritas yang unik dan kekuatan yang penuh kuasa. Setelah menyadari ini, segera muncul dalam diriku iman dan keberanian untuk menang atas kuasa kegelapan Iblis. Meskipun para polisi jahat ini sangat kejam dan tanpa ampun, mereka hanyalah macan kertas—mereka terlihat kuat di luar tetapi di dalamnya mereka lemah—dan mereka juga dimanipulasi oleh tangan Sang Pencipta. Dalam hati, aku membulatkan tekadku di hadapan Tuhan: “Ya Tuhan, bagaimanapun Iblis menganiayaku, aku hanya minta agar Engkau meneguhkan imanku, menguatkan hatiku yang mengasihi-Mu, dan membuatku menjadi kesaksian kemenangan-Mu bahkan dengan risiko kehilangan nyawaku sendiri.” Saat itu pasti sudah lewat pukul 10 pagi ketika datang dua pria yang menyebut diri mereka wakil direktur Biro Keamanan Masyarakat. Mereka menatapku tanpa mengucapkan sepatah kata pun, kemudian salah seorang dari mereka menjambak rambutku dan mendesakku dengan pertanyaan: “Apa kau masih percaya kepada Tuhan Yang Mahakuasa?” Melihatku tetap diam, kepala polisi jahat lainnya membentak dengan bengis: “Jika kau tak bicara, kami akan membuatmu mengalami neraka hari ini!” Saat dia mengatakan ini, menyalak seperti binatang buas, dia menjambak rambutku dan membantingku ke lantai, dan aku jatuh begitu keras sehingga aku tidak mampu bangun kembali. Kemudian mereka menyeretku dengan menarik rambutku dan memukuli serta menendangku, berteriak-teriak sambil memukuliku: “Mau bicara, tidak?” Serentak, wajahku terbakar oleh rasa sakit dan kulit kepalaku terasa sakit tak tertahankan seperti telah terkoyak. Kedua binatang buas berpakaian manusia ini tampak dari luar seperti pria terhormat, tetapi di balik itu, mereka sama buas dan kejamnya seperti binatang liar. Mereka membuatku melihat dengan lebih jelas bahwa partai politik jahat ini—PKT—adalah perwujudan Iblis, dan antek-anteknya adalah gerombolan setan kejam dan roh-roh jahat! Mereka pada akhirnya akan mengalami kutukan Tuhan! Kedua pimpinan polisi jahat ini melihat bahwa aku tidak mau menyerah pada kekuasaan mereka yang sewenang-wenang. Jadi, dalam kemarahan yang tampak penuh kegilaan, mereka menjambak rambutku dan mulai menekanku ke lantai, keduanya menggunakan kaki mereka untuk menendang dan menginjak-injak aku dengan membabi-buta. Kemudian mereka menarikku agar berdiri dan dengan bengis menginjak bagian belakang kakiku, menendangku dengan keras sehingga aku jatuh berlutut ke lantai, dan mereka berkata dengan kejam: “Berlutut dan jangan bergerak! Kau boleh berdiri kalau kau mau mengaku. Kalau kau tak mau bicara, jangan berpikir untuk bergerak!” Jika aku bergerak sedikit saja, mereka dengan kasar akan menarik rambutku dan memukuli serta menendangku. Aku berlutut selama tiga atau empat jam, selama waktu itu aku dipukuli berkali-kali oleh mereka karena aku tidak bisa menahan diri untuk tidak bergerak. Akhirnya, aku jatuh pingsan ke lantai, dan mereka memarahiku karena berpura-pura mati sementara tanpa henti dan dengan kasar menarik rambutku sehingga kulit kepalaku terasa seperti dirobek dari kepalaku. Pada saat itu, seakan-akan seluruh tubuhku telah hancur berkeping-keping—aku tidak mampu bergerak sedikit pun dan aku merasakan sakit yang tak tertahankan. Aku merasa sepertinya jantungku akan berhenti berdetak kapan saja. Aku terus berseru kepada Tuhan untuk memberiku kekuatan, dan firman nasihat serta dorongan Tuhan terlintas dalam pikiranku: “Petrus mampu mengasihi Tuhan sampai mati. Ketika dia meninggal—ketika dia disalib—dia tetap mengasihi Tuhan; dia tidak memikirkan peluangnya sendiri atau mengejar pengharapan yang mulia atau pikiran yang muluk-muluk, dan dia hanya berusaha untuk mengasihi Tuhan dan mematuhi semua pengaturan Tuhan. Itulah standar yang harus engkau capai sebelum engkau dapat dianggap telah menjadi kesaksian, sebelum engkau menjadi orang yang telah disempurnakan setelah ditaklukkan” (“Kebenaran Sesungguhnya di Balik Pekerjaan Penaklukan (2)” dalam “Firman Menampakkan Diri dalam Rupa Manusia”). Firman Tuhan memberiku iman dan kekuatan. Aku berpikir, “Ya! Petrus dipakukan terbalik di kayu salib bagi Tuhan dan dia tetap mampu sangat mengasihi Tuhan bahkan ketika dagingnya dalam keadaan sakit yang tak tertahankan. Dia mengalahkan daging, mengalahkan Iblis, dan hanya kesaksian semacam inilah yang menggema dan mampu menghibur hati Tuhan. Aku ingin meneladani Petrus, agar Tuhan dimuliakan dalam diriku. Meskipun dagingku sakit luar biasa, ini masih sangat jauh bila dibandingkan dengan yang Petrus alami ketika dipakukan terbalik di kayu salib. Iblis ingin membuatku mengkhianati Tuhan dengan menyiksa dagingku, tetapi Tuhan memakai kesempatan ini untuk menyempurnakan kasihku yang sejati kepada-Nya. Sekarang ini, aku benar-benar tidak akan menyerah kepada Iblis dan membiarkan rencana jahatnya berhasil! Aku ingin hidup demi kasih Tuhan!” Tiba-tiba, aku tidak lagi takut mati; aku menjadi penuh tekad untuk menyerahkan diri sepenuhnya kepada Tuhan dan aku bersumpah demi hidupku bahwa aku akan setia kepada Tuhan! Sesudah itu, aku berdoa kepada Tuhan: “Ya Tuhan Yang Mahakuasa, aku adalah makhluk ciptaan yang menyembah dan menaati-Mu sebagaimana seharusnya. Aku menyerahkan hidupku kepada-Mu, dan entah aku hidup atau mati, aku percaya kepada-Mu dan mengasihi-Mu!” Aku langsung merasakan kelegaan besar dari rasa sakit di tubuhku, dan seluruh tubuh serta pikiranku mengalami perasaan yang ringan dan bebas. Pada saat ini, aku tidak bisa menahan diri untuk bersenandung di dalam hatiku sebuah lagu pujian gereja: “Hari ini aku menerima penghakiman dan penyucian Tuhan, esok aku akan menerima berkat-berkat-Nya. Aku rela memberikan masa mudaku dan mempersembahkan hidupku untuk melihat hari kemuliaan Tuhan. Oh, kasih Tuhan telah memikat hatiku. Dia bekerja dan mengungkapkan kebenaran, menganugerahiku hidup baru. Aku mau minum dari cawan pahit dan menderita demi mendapatkan kebenaran. Aku akan menanggung penghinaan tanpa mengeluh, aku berharap menghabiskan hidupku untuk membalas kebaikan Tuhan” (“Aku Berharap Melihat Hari Kemuliaan Tuhan” dalam “Ikuti Anak Domba dan Nyanyikan Lagu Baru”). Para pimpinan polisi jahat itu benar-benar kelelahan menyiksa dan membuatku menderita, dan mereka berdiri di sana tanpa sepatah kata pun untuk waktu yang lama. Akhirnya, dalam keadaan bingung apa yang harus dilakukan, mereka membentakku dengan marah, “Lihat saja nanti!” Kemudian mereka pergi. Polisi jahat lainnya berdiri di sana dan berdiskusi: “Wanita ini sangat tangguh, tak seorang pun yang mampu melakukan apa pun terhadapnya. Dia lebih tangguh daripada Liu Hulan ….” Pada saat itu, aku sangat terharu sehingga aku tidak bisa menghentikan air mataku yang berlinang. Tuhan menang! Jika bukan karena firman Tuhan Yang Mahakuasa membekaliku berulang-ulang, dan jika bukan karena Tuhan menopangku secara diam-diam, aku tidak akan mampu berdiri teguh. Segala kemuliaan dan pujian bagi Tuhan Yang Mahakuasa! Akhirnya, polisi jahat itu mengurungku di rumah tahanan.

Di rumah tahanan, polisi jahat itu masih tidak rela melupakan hal ini, dan mereka menginterogasiku setiap beberapa hari sekali. Setiap kali mereka menginterogasiku, mereka membuatku duduk di ruang interogasi di depan jendela dengan jeruji-jeruji besi di seberangnya, dan saat mereka merasa tidak puas dengan jawabanku, mereka akan menjangkau ke dalam dan dengan kasar membenturkan wajahku atau menjambak rambutku dan membantingkan kepalaku ke jeruji-jeruji itu. Melihat bahwa mereka tetap tidak mendapatkan apa pun, mereka menjadi penuh dengan kemarahan. Akhirnya, mereka menyadari bahwa bersikap keras kepadaku tidak ada gunanya, jadi mereka beralih ke taktik yang lunak dan berusaha membujuk dan merayuku, dengan berkata: “Anak-anak dan suamimu semuanya menunggumu di rumah! Dan suamimu memohon kepada kami mewakilimu. Bicaralah kepada kami dan kau akan segera pulang dan dipersatukan kembali dengan mereka.” Kata-kata dusta ini menjijikkan bagiku dan membuatku sangat membenci mereka sehingga aku meminta dalam hati agar Tuhan mengutuk mereka. Aku membenci gerombolan polisi jahat yang hina dan tak tahu malu ini. Aku membulatkan tekad: “Apa pun yang mereka lakukan, aku tidak akan goyah sedikit pun! Dalam kehidupan ini, tak seorang pun yang bisa menggoyahkan tekadku untuk mengikuti Tuhan Yang Mahakuasa!” Akhirnya, polisi jahat itu telah mengeluarkan semua taktik mereka, jadi mereka memenjarakan aku selama 40 hari, mendendaku 2.000 yuan dan kemudian membebaskan aku.

Selama pengalamanku, di sepanjang jalan, aku telah sampai pada kesadaran yang mendalam bahwa hanya dengan melalui perbuatan Tuhan yang luar biasa dan kuasa yang mahatinggi, seseorang seperti diriku—seorang wanita desa biasa, yang sebelumnya tidak memiliki wawasan atau keberanian—dapat mengatasi berbagai penderitaan yaitu disiksa supaya mengaku dan dianiaya dengan kejam dan dilukai oleh polisi PKT, dapat melihat dengan jelas esensi reaksioner pemerintah PKT yang dengan gigih menentang Tuhan dan dengan membabi-buta menyakiti umat pilihan Tuhan, dan dapat melihat cara mereka menipu masyarakat untuk mendukung reputasinya dan menyembunyikan kejahatannya. Dalam pengalaman nyataku, aku benar-benar jadi menghargai bahwa otoritas dan kuasa firman Tuhan sangat besar, bahwa kekuatan yang diberikan Tuhan kepada manusia tidak terbatas dan dapat mengalahkan semua kekuatan jahat Iblis! Dalam penderitaan, aku merasakan bahwa kasih Tuhanlah yang menghibur dan mendorongku, dan itu membuatku tidak tersesat. Di mana pun aku berada atau dalam keadaan apa pun, Tuhan selalu melindungiku, dan kasih-Nya selalu menyertaiku. Merupakan kehormatan bagiku untuk dapat mengikuti Tuhan yang nyata dan benar ini. Bahwa aku dapat mengalami penganiayaan dan kesengsaraan seperti ini untuk merasakan keajaiban, hikmat dan kemuliaan Tuhan adalah lebih daripada nasib baikku. Mulai hari ini, kiranya aku melakukan yang terbaik untuk mengejar kebenaran dan mencapai pengetahuan yang benar tentang Tuhan, mengasihi Tuhan sampai akhir, dan tetap teguh dalam kesetiaanku!

Sumber: id.kingdomsalvation.org

Tidak ada seorangpun dalam hidup ini yang menyukai masalah. Tetapi masalah tidak bisa kita hindari. Saat ini kami mengajak kamu untuk coba merenungkan bagaimana cara kita bisa keluar dari masalah itu . Ternyata jawabannya cuma satu. Apapun masalahnya, jawabannya ada pada Injil.

Kenapa Injil? Injil itu adalah kasih Tuhan kepada manusia. Injil disini bukan dalam konteks agama tapi kasih Tuhan kepada manusia. Siapapun orangnya,dalam hati kecilnya percaya bahwa ada Tuhan yang menjadikan semuanya.

Untuk itu saat ini kalau kamu sedang menghadapi sesuatu dalam hidup percayalah dan datanglah kepada Injil itu yang adalah Yesus Kristus Tuhan.

Dalam dunia ini tidak ada siapapun kecuali Yesus Kristus Tuhan yang pernah berkata Akulah Jalan, Akulah Kebenaran dan Akulah hidup. Semua manusia hidup kalau tidak menemui jalan berarti dia ketemu jalan buntu.Jadi bagaimanapun keadaanmu saat ini, datanglah kepada Yesus.

Untuk kalangan sendiri

Leave a Comment