Empat Fakta Tentang Persahabatan

Oleh: Michelle Chun, Malaysia
(Artikel asli dalam Bahasa Inggris: 4 Facts About Making Friendship Works)

Aku dan Anna* telah bersahabat dekat sejak usiaku 10 tahun. Kalau kamu mengenal kami, pasti kamu heran mengapa kami bisa bersahabat. Kadang-kadang aku sendiri juga heran. Memang kami memiliki beberapa kenangan masa kecil yang indah, tetapi sekarang kami sudah tumbuh dewasa. Kami tidak mempunyai kegemaran yang sama; pergaulan dan pekerjaan sehari-hari kami juga sangat berbeda. Pemikiran kami tidak selalu nyambung—adakalanya perlu energi lebih untuk kami bisa berdiskusi, sehingga kami biasanya memilih untuk tidak banyak bicara ketika kami keluar bersama.

Meski demikian, Anna adalah salah satu orang terpenting dalam hidupku.

Banyak persahabatan pada zaman ini dimulai dan diakhiri dengan mudahnya. Media dan teknologi digital membuat kita sangat mudah menemukan teman baru. Kita bisa berpindah-pindah dari satu lingkar sosial ke lingkar sosial lainnya (kantor, sekolah, gereja, klub olahraga, dll). Kita punya beragam pilihan kegiatan untuk dilakukan dan tempat untuk dikunjungi. Seiring dengan itu, kita menambah daftar teman-teman kita. Di sisi lain, kita juga kehilangan kontak dengan sejumlah teman lama.

Begitu memasuki usia 20-an, kita mungkin menemukan bahwa meskipun kita mempunyai banyak teman, hanya ada beberapa orang yang akan kita kontak kalau kita kesulitan tidur, perlu dukungan doa, nasihat, atau dorongan semangat segera. Mereka juga pasti akan menghubungi kita saat mereka butuh ditemani—atau butuh sedikit lelucon konyol.

Anna adalah sahabat seperti itu. Sebenarnya sangat mudah membiarkan persahabatan kami memudar, karena selama 6 tahun terakhir, ia tinggal di belahan dunia yang lain. Akan tetapi, memelihara hubungan dengannya adalah salah satu keputusan terbaik yang pernah kubuat. Dan, ada beberapa hal yang telah aku pelajari dalam proses ini:

1. Persahabatan memerlukan kerja keras. Jangan mudah tertipu oleh media sosial. Persahabatan itu lebih daripada sekadar menerima sebuah “Friend Request” atau mem-follow akun media sosial seseorang. Persahabatan memerlukan komitmen, kesabaran, dan pengorbanan. Mungkin kita harus rela menempuh perjalanan panjang menembus kemacetan demi bisa bertemu selama setengah jam. Mungkin kita harus menahan diri untuk berkata “Tuh kan aku sudah bilang” ketika sahabat kita menyesali sesuatu yang sudah kita peringatkan sebelumnya. Mungkin itu juga berarti kita harus meluangkan waktu untuk ngobrol lewat Skype tengah malam karena perbedaan zona waktu. Persahabatan itu kerja keras.

2. Persahabatan berarti bertumbuh bersama-sama. Amsal 17:17 adalah ayat yang sering dipakai saat kita membicarakan pentingnya persahabatan: “Seorang sahabat menaruh kasih setiap waktu, dan menjadi seorang saudara dalam kesukaran.” Betapa bijaksananya Alkitab itu! Aku sendiri selalu kagum melihat bagaimana firman Tuhan selalu relevan; tidak dibatasi oleh perbedaan waktu, zaman, dan budaya. Persahabatan berarti bertumbuh bersama, dan memilih untuk selalu saling mengasihi—sahabat bukanlah proyek yang berusaha kita bereskan. Persahabatan berarti menyatakan kasih Allah bagi satu sama lain dalam kehidupan sehari-hari, serta saling memberi dorongan untuk tumbuh dalam anugerah dan pengenalan akan Yesus Kristus. Seperti besi menajamkan besi!

3. Persahabatan tidak berarti menyenangkan semua orang. Menjadi sahabat yang baik tidak berarti kita bisa menyenangkan semua orang. Aku telah bertemu beberapa orang yang rela melakukan apa saja demi bisa kelihatan “keren” atau bisa diterima orang lain, hingga suatu hari mereka menyadari bahwa mereka telah kehilangan jati diri mereka sendiri. Kenyataannya, tidak semua orang ingin menjadi sahabat kita, dan kita juga tidak selalu ingin bersahabat dengan semua orang. Tidak apa-apa jika kita belum bisa menjadi sahabat bagi semua orang. Di dalam Yesus, kita punya teladan terbaik tentang bagaimana menjadi seorang sahabat sejati. Mari mengikuti jejak-Nya dan biarkan Dia bersinar melalui kita! Dia akan memampukan kita menjadi sahabat terbaik bagi orang-orang di sekitar kita.

4. Persahabatan tak ternilai harganya. Kita tidak bisa membeli seorang sahabat sejati. Tidak mudah menemukan seorang sahabat yang betul-betul mengasihi kita, ingin yang terbaik untuk kita, dan yang bersedia berbagi hidup dan bertumbuh bersama kita, dalam dunia yang menyepelekan arti persahabatan serta kurang menghargai komitmen dan kesetiaan. Namun, meski terbilang langka, sahabat yang demikian ada! Ketika kita menemukannya, jagalah persahabatan itu baik-baik. Bagi aku sendiri, Anna adalah mutiara yang tak ternilai harganya.

Ingatlah juga, jika kita ingin memiliki sahabat-sahabat yang baik, kita sendiri harus lebih dulu menjadi sahabat yang baik. Yesus memberi kita teladan yang luar biasa! Dia mengasihi kita apa adanya; Dia membimbing dan memimpin kita sepanjang jalan supaya kita bisa hidup menurut tujuan yang dikehendaki Bapa untuk kita.

Dengan Kristus di dalam kita, kita dapat menjadi sahabat yang hebat untuk orang lain.

 
*Bukan nama sebenarnya.

Sumber: warungsatekamu.org

Tidak ada seorangpun dalam hidup ini yang menyukai masalah. Tetapi masalah tidak bisa kita hindari. Saat ini kami mengajak kamu untuk coba merenungkan bagaimana cara kita bisa keluar dari masalah itu . Ternyata jawabannya cuma satu. Apapun masalahnya, jawabannya ada pada Injil.

Kenapa Injil? Injil itu adalah kasih Tuhan kepada manusia. Injil disini bukan dalam konteks agama tapi kasih Tuhan kepada manusia. Siapapun orangnya,dalam hati kecilnya percaya bahwa ada Tuhan yang menjadikan semuanya.

Untuk itu saat ini kalau kamu sedang menghadapi sesuatu dalam hidup percayalah dan datanglah kepada Injil itu yang adalah Yesus Kristus Tuhan.

Dalam dunia ini tidak ada siapapun kecuali Yesus Kristus Tuhan yang pernah berkata Akulah Jalan, Akulah Kebenaran dan Akulah hidup. Semua manusia hidup kalau tidak menemui jalan berarti dia ketemu jalan buntu.Jadi bagaimanapun keadaanmu saat ini, datanglah kepada Yesus.

Untuk kalangan sendiri

Leave a Comment