Janelle: Menghadapi Penyakit dengan Goresan Pena

Oleh Jasmine Koh, Singapura
Artikel asli dalam bahasa Inggris: Janelle: Facing Pain with A Pen

Mungkin itu karena senyum hangat yang selalu terhias di wajah Janelle*. Atau, mungkin juga, karena kepribadiannya yang ramah sehingga orang-orang menyukai dia. Sulit rasanya membayangkan bahwa di balik senyum dan sikapnya yang lemah lembut, terdapat penyakit yang sedang menggerogoti tubuhnya.

Bagi Janelle yang saat ini sudah berusia 23 tahun, tidak ada hari yang dilaluinya tanpa rasa sakit. Semenjak usia enam tahun, dia memerangi sebuah penyakit auto-imun yang menyerang kulitnya. Penyakitnya itu diawali dengan demam selama berminggu-minggu, dan perlahan, bercak-bercak merah dan putih mulai timbul di kulitnya. Keluarganya memutuskan untuk mendatangi seorang dermatolog dan hasil diagnosis dokter membuat keluarga Janelle terkejut. Di usia yang masih belia itu, Janelle harus menghadapi kenyataan bahwa ia akan kesulitan tidur setiap malam dan akan terus menderita rasa sakit sepanjang hidupnya.

Semenjak diagnosis itu, hidup Janelle yang adalah seorang Sarjana Akuntasi tidak pernah lepas dari beragam upaya pengobatan.

Pada Oktober 2014, keadaan Janelle memburuk. Janelle selalu joging secara rutin. Namun, suatu hari setelah ia selesai joging, otot betisnya terasa sakit. Rasa sakit itu terus berlanjut selama beberapa hari hingga akhirnya Janelle memeriksakannya ke dokter. Ketakutan terbesar Janelle terungkap menjadi kenyataan. Selain masalah kesehatan yang sudah ia alami selama bertahun-tahun, ternyata Janelle juga menderita artritis (peradangan otot) pada kakinya. Kondisi ini perlahan-lahan akan menghancurkan persendian di tubuhnya. Janelle harus mengonsumsi lebih dari 180 pil penghilang rasa sakit dan imunosupresif (obat untuk menekan aktivitas imun) setiap bulannya. Namun, apabila sewaktu-waktu terjadi infeksi, ia harus mengonsumsi lebih banyak dari itu.

Janelle ingat bahwa ketika ia mendengar diagnosa tersebut, hatinya hancur dan ia hampir tidak dapat mempercayai apa yang didengarnya. Beban itu rasanya terlalu berat untuk ditanggung.

Seiring berjalannya waktu, rasa sakit yang Janelle derita semakin menjadi-jadi. Sampai pada suatu titik, Janelle sadar bahwa ia tidak dapat lagi bergantung pada emosinya sebagai manusia semata. Ia dapat memilih antara: mengasihani diri sendiri atau melekat kepada Tuhan senantiasa.

Mengambil sebuah pena

Setelah dua bulan mencari-cari obat terbaik, ditemukanlah obat penghilang rasa sakit yang cocok dengan tubuh Janelle. Lambat laun keadaan Janelle membaik. Seiring ia berserah kepada Tuhan, imannya semakin bertumbuh dan ia mampu mengatasi ketakutan terbesarnya. Janelle menemukan sebuah hal baru yang bisa ia lakukan, yaitu: hand and brush lettering—seni menulis indah layaknya kaligrafi dengan menggunakan tangan. Janelle mulai menulis lirik-lirik pujian serta ayat-ayat Alkitab dengan seni menulis indahnya.

Sukacita rohani yang Janelle terima mampu mengalahkan rasa sakit yang harus dideritanya tiap kali proses pengobatan dan injeksi berlangsung.

Pada pertengahan tahun 2015, Janelle menciptakan “The Hope Letter”, yaitu sebuah akun hand-lettering di Instagram yang berisikan kata-kata mutiara dan ayat-ayat Alkitab. Saat ini, akun tersebut sudah memiliki sekitar 3.000 followers.

@thehopeletter

@thehopeletter

“Anugerah Tuhan yang menghidupi aku menjadi alasanku menekuni hal ini,” kata Janelle.

Ketika masih duduk di sekolah menengah, Janelle pertama kali menyadari bahwa dia bisa membagikan imannya lewat kartu-kartu ucapan. Di kartu-kartu yang dia bagikan kepada teman-temannya, Janelle menuliskan kata-kata inspiratif dan ayat Alkitab yang dia kemas dengan indah. Dukungan dari teman-temannya mendorong Janelle untuk terus merancang kartu-kartu baru demi proyek pengumpulan dana di universitasnya.

Tetapi, seiring waktu Janelle menyadari bahwa dia juga bisa menggunakan kartu-kartu itu sebagai sarana untuk membagikan “harapan” kepada banyak orang dan juga menginspirasi orang-orang lain yang memiliki pergumulan serupa dengannya. Tanpa meminta imbalan, Janelle bersedia membagikan ayat-ayat Alkitab dan kata-kata mutiara tentang berjuang dari penderitaan. “Sebagian besar dari karya-karyaku yang paling disukai adalah karya yang kubuat ketika aku sedang menghadapi masa-masa tersukar,” kata Janelle

Akun Instagram yang dibuat oleh Janelle membawanya mengenal Heather Baker, seorang wanita berusia 40-an yang mengidap kanker stadium 4. Heather, secara kebetulan melihat karya-karya Janelle di Instagram. Kemudian ia merasan penasaran dan akhirnya mengirim pesan langsung kepada akun Instagram Janelle di bulan Juli 2016. Heather menanyakan apakah Janelle juga sedang bergumul dengan penyakit atau sekadar menyemangati orang-orang yang sakit.

Ketika Janelle memberitahukan kondisi kesehatannya, Heather pun secara sukarela mengajukan diri untuk mendoakan Janelle. Mereka berdua akhirnya menjalin hubungan pertemanan yang erat. Mereka juga mulai saling bertukar pikiran, pokok doa, pergumulan, dan ucapan terima kasih. Lewat hubungan pertemanan ini, Janelle tahu pasti bahwa Tuhan hadir dan ada dalam kehidupannya.

@thehopeletter

@thehopeletter

Pergumulan yang terus-menerus

Seiring Janelle terus mengekspresikan imannya kepada Tuhan lewat karya-karya hand lettering-nya, bisul-bisul mulai muncul di lidah, amandel, dan tenggorokannya. Hal ini menyebabkan Janelle merasa mual, tidak nafsu makan, tidak nyaman pada perutnya, dan tubuh Janelle menjadi mudah letih.

Pada tahun 2016, peradangan yang dialami Janelle merambat ke tulang rusuk, leher, dan tulang belakang. Hasil ultrasound scan yang dilakukan pada lutut Janelle memastikan bahwa rutinitas pengobatan Janelle harus segera diubah. Selain pengobatan yang lebih intensif, penambahan dosis obat dan injeksi mandiri juga harus dilakukan. Dokter juga memperingatkan Janelle bahwa kemungkinan terjadinya kerusakan sendi akan semakin besar.

Injeksi pertama yang Janelle terima sungguh menyakitkan. “Aku meronta-ronta ketika injeksi dilakukan. Rasa sakit separah itu belum pernah aku rasakan sebelumnya.”

Pada suatu pagi di bulan September tahun 2016, Janelle kehilangan penglihatannya secara tiba-tiba. Walaupun pada saat itu dia sadarkan diri, namun semuanya terlihat gelap gulita. Beberapa waktu lalu sebelum hal ini terjadi, pandangan Janelle pernah seakan-akan berputar dan hal ini terus berlanjut walaupun tubuhnya sudah mendapat istirahat dan asupan cairan yang cukup. Janelle dilarikan ke Unit Gawat Darurat (UGD), namun pihak UGD awalnya mendiagnosis bahwa itu hanyalah vertigo.

Seminggu setelah dia keluar dari UGD, seorang dokter ahli reumatologi yang biasa merawat Janelle meneleponnya. Dokter itu berkata bahwa apa yang terjadi pada Janelle mungkin lebih serius daripada sekadar sakit kepala biasa. Kemungkinan, terjadi demielinasi di dalam otak Janelle, yaitu kerusakan sistem saraf yang mengganggu kesadaran, pergerakan, dan sensasi yang dirasakan tubuh. Karena itu, MRI scan harus segera dilakukan.

Sembari menanti pengobatan dilakukan, Janelle teringat akan sebuah pasal di kitab Mazmur yang pernah Tuhan sampaikan kepadanya ketika ia bersaat teduh. “Sekalipun aku berjalan dalam lembah kekelaman, aku tidak takut bahaya, sebab Engkau besertaku; gada-Mu dan tongkat-Mu, itulah yang menghibur aku” (Mazmur 23:4).

@thehopeletter

@thehopeletter

Namun, Janelle pada waktu itu tidak tahu bahwa Heather Baker ternyata juga mengirimkan pesan berisi sebuah refleksi dari buku yang berjudul “Seorang gembala yang memandang Mazmur 23”, dengan harapan bahwa Janelle juga akan dikuatkan. Ketika dia mengecek waktu pesan itu dikirim di ponselnya, ternyata pesan itu dikirim tepat sebelum dilakukannya MRI scan. Janelle terkagum melihat cara Tuhan menunjukkan kasih setia-Nya terhadap dirinya melalui Heather.

Kabar baikpun datang. Di akhir bulan Oktober, hasil dari MRI scan memastikan bahwa kondisi otak Janelle stabil. Namun, dokter ahli reumatologi mengambil kesimpulan bahwa proses pengobatan Janelle terlalu beresiko untuk dilanjutkan, karena memiliki efek samping yang mempengaruhi otak.

Menjalani hidup hari demi hari

Sekarang, Janelle mengonsumsi 450mg obat penghilang rasa sakit dan menerima dua injeksi setiap bulannya. Namun, seiring peradangan, kerusakan, pengobatan, dan infeksi telah menjadi sesuatu yang biasa bagi Janelle, dia juga jadi terbiasa untuk melekat kepada Tuhan. Janelle yakin bahwa dia dapat memuliakan Tuhan lewat kekurangannya. “Dari semenjak aku kecil, aku sudah menyadari bahwa setiap hari yang kulewati itu berharga… Itulah mengapa aku mau menjalani hidupku untuk memuliakan Penciptaku,” kata Janelle.

Di masa-masa tersukarnya, Janelle bergumul melawan tiga hal, yaitu dirinya sendiri, emosinya, dan kesehatannya.

Namun semua tantangan yang dia hadapi justru menjadi batu loncatan yang memperteguh keyakinannya kepada Tuhan. “Jika bukan karena Tuhan, aku pasti sudah berhenti sekolah. Dia menopangku secara fisik, emosional, dan rohani,” ungkap Janelle.

“Keseluruhan perjalanan hidupku ini mengajar aku untuk bergantung kepada Tuhan.”

Foto oleh Blake Wisz

Foto oleh Blake Wisz

Dukungan dari teman-teman dekat menjadi salah satu cara Janelle untuk mengingatkan dirinya agar dia selalu memandang kepada Tuhan. Janelle selalu mengabarkan kondisi kesehatannya serta meminta bantuan doa kepada teman-teman dekatnya dari waktu ke waktu lewat pesan singkat.

Saat ini, Janelle sedang mengambil masa istirahat selama beberapa waktu untuk fokus pada proses pemulihan dirinya dan mencari tahu kehendak Allah. Dia mengikuti sekolah Alkitab dan terus menulis karya-karya hand lettering untuk menyaksikan kesetiaan Tuhan di dalam hidupnya. Di waktu luangnya, Janelle biasanya mengunjungi toko kerajinan untuk membeli keperluan karya hand lettering-nya. Atau juga, betemu dengan saudari-saudari seiman di dalam Kristus untuk komsel.

Aku tidak bisa memprediksi kondisi tubuhku dan masa depanku, karena itulah aku selalu mengarahkan pandanganku kepada Yesus,” ungkap Janelle. “Aku yakin dan aku menyatakan, bahwa Yesus pasti akan menyembuhkan aku. Namun yang terpenting di atas segalanya bagiku adalah: kemenangan terbesar sudah kuraih ketika Tuhan Yesus mati di kayu salib… bagi diriku.”

*Bukan nama sebenarnya.

@thehopeletter

@thehopeletter

Sumber: warungsatekamu.org

Tidak ada seorangpun dalam hidup ini yang menyukai masalah. Tetapi masalah tidak bisa kita hindari. Saat ini kami mengajak kamu untuk coba merenungkan bagaimana cara kita bisa keluar dari masalah itu . Ternyata jawabannya cuma satu. Apapun masalahnya, jawabannya ada pada Injil.

Kenapa Injil? Injil itu adalah kasih Tuhan kepada manusia. Injil disini bukan dalam konteks agama tapi kasih Tuhan kepada manusia. Siapapun orangnya,dalam hati kecilnya percaya bahwa ada Tuhan yang menjadikan semuanya.

Untuk itu saat ini kalau kamu sedang menghadapi sesuatu dalam hidup percayalah dan datanglah kepada Injil itu yang adalah Yesus Kristus Tuhan.

Dalam dunia ini tidak ada siapapun kecuali Yesus Kristus Tuhan yang pernah berkata Akulah Jalan, Akulah Kebenaran dan Akulah hidup. Semua manusia hidup kalau tidak menemui jalan berarti dia ketemu jalan buntu.Jadi bagaimanapun keadaanmu saat ini, datanglah kepada Yesus.

Kalau kamu ingin mengenal siapa Yesus lebih lagi, silahkan chat dengan kami.
Silahkan Whatsapp ke:
Whatsapp: +62 889-1466-144

Untuk kalangan sendiri

Leave a Comment