Ketika Keraguan akan Imanku Membawaku pada Yesus

Oleh Ananda Utami*

Aku dilahirkan di keluarga bukan Kristen yang cukup taat beribadah. Bahkan, kedua orangtuaku pernah menyekolahkanku di sebuah sekolah yang menjunjung tinggi nilai-nilai keagamaan. Teman-temanku di sekolah juga mengenalku sebagai anak yang baik dan saleh. Mereka merasa kalau aku selalu mengajar dan mengingatkan mereka untuk menjadi semakin baik.

Ketika duduk di bangku SMA, tepatnya sejak kelas X, aku memiliki beberapa sahabat karib. Bersama mereka, kami melakukan banyak hal. Kami bertukar kado di hari ulang tahun, pergi ke bioskop, ataupun sekadar jalan-jalan sepulang sekolah. Walaupun di kelas XI dan XII kami tidak berada di satu kelas, tapi kami selalu menyempatkan diri untuk saling bertemu. Hingga masing-masing kami terpencar di berbagai universitas yang berbeda kota, bahkan berbeda negara, hubungan persahabatan kami pun masih tetap erat.

Ketika aku mulai meragukan imanku

Saat duduk di bangku SMP, aku mulai tertarik untuk belajar tentang agama-agama lain di luar agamaku, mencari-cari kesalahannya supaya aku makin yakin bahwa agamakulah satu-satunya yang benar. Tak hanya membaca buku, aku pun rajin menonton debat-debat keagamaan di Youtube. Hal ini membuatku menganggap bahwa agamakulah yang paling benar sedangkan yang lain semuanya tidak masuk akal.

Menjelang kelulusan SMA, aku sudah memutuskan untuk melanjutkan kuliah ke luar negeri, jadi aku tak perlu lagi mengikuti SBMPTN sebagaimana yang banyak temanku lakukan. Alih-alih bingung dan gelisah akan kuliah atau bagaimana hidupku nanti di tempat yang baru, aku digelisahkan Tuhan mengenai imanku. Ada pertanyaan-pertanyaan yang menggantung dalam pikiranku. “Jika aku tidak dilahirkan dalam keluarga yang beragama X ini, apakah aku akan tetap memilih untuk menjadi seperti ini? Apakah aku akan setaat ini? Apakah aku akan menemukan jalan kebenaran?” Pada saat itu aku menepis kegelisahan ini dan menganggap bahwa agamaku yang paling benar.

Seiring waktu, pertanyaan-pertanyaan ini tidak hilang, melainkan semakin membuatku penasaran untuk mencari jawabannya. Akhirnya, aku memberanikan diri untuk bertanya kepada seorang temanku yang Kristen dan bertanya, “Kenapa kamu Kristen kalau bukan karena dari lahir? Bukannya semua agama mengklaim bahwa mereka yang paling benar? Aku dan kamu tidak hidup di masa lalu dan setiap kitab menjamin kebenarannya masing-masing, bagaimana kamu tahu kalau agamamu yang benar?”

Temanku mengajakku bertemu di suatu tempat dan di sana dia menjawab tiap-tiap pertanyaanku dengan rinci. Dia bercerita tentang keselamatan, bagaimana manusia terjatuh ke dalam dosa, dan janji Allah akan kedatangan Yesus untuk menebus dosa manusia. Walaupun sudah mendapatkan penjelasan, aku masih tetap tidak percaya dan kupikir kalau aku hanya buang-buang waktu saja bertemu dengannya. Lalu aku berkata, “Kalau di agamaku, kitabmulah yang salah. Bukan Yesus yang disalib!” Sekeras apa pun aku menyanggah, temanku tetap bersedia menjawabku dengan tenang dan rinci.

Suatu ketika, temanku itu memberitahu kepada kakak rohaninya tentang aku, kemudian dia menyarankanku untuk membaca sebuah buku yang ditulis oleh Nabeel Qureshi, seorang yang pada awalnya bukan Kristen namun diberi anugerah untuk mengenal dan menerima Yesus. Melalui beberapa mimpi, Nabeel mendapatkan konfirmasi bahwa Tuhan Yesus adalah benar. Awalnya aku menolak untuk membacanya, menganggap mimpi-mimpi itu konyol, dan memang aku sendiri tidak suka dengan kesaksian dari orang-orang. Menurutku semua kesaksian itu sama saja dan tidak akan mempengaruhiku.

Namun, entah mengapa, aku tergerak membaca buku itu. Dengan istilah-istilah bahasa Inggris yang benar-benar baru kutemui, seharusnya aku malas untuk membacanya sampai tuntas. Tapi, aku justru sanggup membacanya sampai selesai. Buku itu memberitahuku bahwa penyaliban Yesus bukanlah peristiwa yang terjadi sekejap mata, apalagi fiktif. Ada banyak saksi dan orang-orang yang terlibat. Alangkah anehnya kalau peristiwa yang melibatkan banyak orang dan saksi ini hanyalah sebuah cerita palsu. Tapi, sekali lagi aku berusaha menepis pandangan ini dan meyakinkan diriku bahwa Kekristenan itu tidak benar.

Ketika Tuhan mengetuk pintu hatiku

Beberapa hari setelah membaca buku itu, beberapa kali aku bermimpi dan pikiranku sangat terganggu. Aku bertanya-tanya. Apakah mimpi itu hanya sekadar euforia setelah membaca buku atau benar-benar tanda dari Tuhan? Dalam salah satu mimpiku, aku melihat diriku sedang dimarahi ibuku karena keputusanku mengikut Yesus. Rasanya begitu menyeramkan.

Aku lalu memberanikan diri untuk bercerita ke temanku yang lain. Tak kusangka, dia malah bercerita tentang orang Farisi yang beribadah dengan tujuan “menyogok” Tuhan. Orang-orang Farisi melakukan ritual dengan anggapan supaya mereka selamat. Mendengar hal ini, aku tertegun. Selama ini aku merasa seperti orang Farisi yang tahu banyak tentang agama dan mempraktikkan ritual supaya aku bisa diselamatkan dan mendapat tempat spesial di mata Tuhan. Aku menjadi sedih dan pikiranku tidak karuan.

Malam itu aku menangis dan berdoa, meminta kepada Tuhan, siapapun Tuhannya. Aku meminta supaya Dia menunjukkan kebenaran kepadaku. Lalu, aku membuka sebuah buku saat teduh pemberian temanku dan di sana tertulis sebuah ayat dari Mazmur 46:11 yang berbunyi:

“Diamlah dan ketahuilah, bahwa Akulah Allah! Aku ditinggikan di antara bangsa-bangsa, ditinggikan di bumi!”

Membaca ayat itu membuatku merinding, takut, dan terkejut, seolah Tuhan benar-benar bicara langsung kepadaku. Saat itu, aku memutuskan untuk mempercayai-Nya, walau keesokan harinya aku kembali ragu apakah ini benar-benar jalan yang kupilih. Apakah Tuhan yang kupilih malam itu adalah Tuhan yang benar? Dan lagi, Tuhan menjawabku melalui bahan saat teduh hari itu. Di sana tertulis firman Tuhan dari Yohanes 15:16 yang berbunyi:

“Bukan kamu yang memilih Aku, tetapi Akulah yang memilih kamu. Dan Aku telah menetapkan kamu, supaya kamu pergi menghasilkan buah dan buahmu itu tetap, supaya apa yang kamu minta kepada Bapa dalam nama-Ku, diberikan-Nya kepadamu.”

Aku kembali terkejut. Aku merasa bahwa Tuhan benar-benar menjawab keraguanku dan karenanya aku memilih untuk taat. Setelah serangkaian peristiwa panjang di mana aku meragukan iman yang selama ini kupercayai, akhirnya setelah lulus dari SMA aku memantapkan diriku untuk menerima Yesus. Aku menemukan kebenaran dan kedamaian di dalam Yesus Kristus. Aku tahu bahwa keputusan ini akan melahirkan tantangan yang harus kuhadapi, baik dari orangtua, teman, dan lingkunganku. Namun, aku memberanikan diri dan percaya bahwa Tuhan Yesus bersamaku.

Ketika aku harus kehilangan sahabat-sahabat sebagai konsekuensi dari mengikut Yesus

Selama beberapa waktu, aku merahasiakan keputusanku dari semua orang, termasuk para sahabatku. Walau sebenarnya aku ingin memberi tahu mereka, tapi aku takut dan ketika aku menggumuli hal ini bersama Tuhan, Dia menjawabku bahwa belum saatnya aku membuka diri tentang identitasku yang baru. Jadi, aku sempat berpikir bahwa jika aku masih berada di identitasku yang lama, akan lebih mudah bagiku untuk memasukkan pemahaman-pemahaman Kristen kepada sahabat-sahabatku, supaya ketika nanti aku membuka diriku, mereka tidak terlalu terkejut.

Aku pun semakin giat “meninggalkan jejak” atau “sinyal” bagi mereka mengenai imanku yang baru dengan cara membuat postingan-postingan rohani dengan sedikit modifikasi. Sebagai contoh, aku sering mengunggah lirik-lirik lagu rohani dan kutipan-kutipan Alkitab tanpa mencantumkan sumbernya. Dengan begitu, aku berharap ketika aku memberi tahu mereka tentang imanku, mereka tidak akan terlalu terkejut. Hal ini berlangsung selama satu setengah tahun.

Setelah kudoakan dengan sungguh-sungguh, aku memutuskan untuk memberi tahu mereka tentang imanku. Aku sudah menduga mereka akan sedih ketika mengetahuinya, namun aku tetap memberitahu mereka karena aku tahu hal ini tidak mungkin dirahasiakan selamanya dan mereka harus tahu karena mereka sahabatku. Mereka terkejut dan tidak pernah menyangka bahwa aku akan menjadi seperti ini. Mereka kira tiap-tiap postinganku di media sosial itu hanya hal biasa, sekadar rasa ingin tahuku tentang Kekristenan, tidak lebih dari itu. Aku merasa lega karena telah berbicara jujur pada sahabat-sahabatku, dan kupikir mereka pun tidak akan meninggalkanku karena kita adalah sahabat karib.

Namun, prediksiku salah total. Keesokan harinya, salah seorang dari mereka mengirimi aku pesan. Dia mengungkapkan rasa marah, kecewa, dan sedihnya kepadaku. Dia merasa kalau aku telah mengkhianatinya karena aku merahasiakan hal ini darinya. Hal ini membuatku terpukul dan hancur. Dan ketika aku bertanya kepada sahabat-sahabatku yang lain, mereka pun mengungkapkan perasaan yang serupa. Hari-hari selanjutnya mereka sering melontarkanku banyak pertanyaan tentang iman Kristenku, tapi bukan karena ingin tahu, mereka berusaha untuk menarikku kembali ke imanku yang semula. Usaha mereka gagal karena aku telah mantap beriman pada Yesus, dan sejak saat itu mereka menjauhiku dan aku kehilangan sahabat-sahabatku.

Aku merasa sedih dan sangat kehilangan. Tapi, aku tetap mendoakan mereka dan aku bersyukur karena Tuhan memberikan sahabat-sahabat baru untukku melalui persekutuan-persekutuan yang aku ikuti. Apa yang kuhadapi hari ini mungkin hanyalah sebagian kecil dari apa yang kelak akan kuhadapi di masa depan, dan tidak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan Yesus yang dikucilkan orang-orang, bahkan sampai disangkal oleh Petrus, murid-Nya sendiri.

Aku tidak tahu bagaimana respons keluargaku nanti apabila mereka mengetahui tentang imanku. Namun, aku percaya bahwa apapun yang terjadi kelak, Tuhan tidak pernah meninggalkanku, seperti sebuah lagu yang berjudul “What A Friend We Have In Jesus” yang liriknya berkata:

Have we trials and temptations?
Is there trouble anywhere?
We should never be discouraged
Take it to the Lord in prayer.
Can we find a friend so faithful,
Who will all our sorrows share?
Jesus knows our every weakness;
Take it to the Lord in prayer.

Atau dalam bahasa Indonesia, kurang lebih artinya:

Adakah kesulitan dan pencobaan?
Adakah masalah melanda?
Jangan pernah berputus asa
Naikkan doa pada Tuhan.

Adakah teman yang begitu setia,
Yang bersedia berbagi kesedihan kita?
Yesus tahu setiap kelemahan kita;
Naikkan doa pada-Nya.

Mungkin aku telah kehilangan sahabat-sahabat karib yang begitu kukasihi, namun sesungguhnya ada Tuhan Yesus, sahabat sejati yang tidak pernah meninggalkanku, apapun keadaannya.

*Bukan nama sebenarnya

Sumber: warungsatekamu.org

Tidak ada seorangpun dalam hidup ini yang menyukai masalah. Tetapi masalah tidak bisa kita hindari. Saat ini kami mengajak kamu untuk coba merenungkan bagaimana cara kita bisa keluar dari masalah itu . Ternyata jawabannya cuma satu. Apapun masalahnya, jawabannya ada pada Injil.

Kenapa Injil? Injil itu adalah kasih Tuhan kepada manusia. Injil disini bukan dalam konteks agama tapi kasih Tuhan kepada manusia. Siapapun orangnya,dalam hati kecilnya percaya bahwa ada Tuhan yang menjadikan semuanya.

Untuk itu saat ini kalau kamu sedang menghadapi sesuatu dalam hidup percayalah dan datanglah kepada Injil itu yang adalah Yesus Kristus Tuhan.

Dalam dunia ini tidak ada siapapun kecuali Yesus Kristus Tuhan yang pernah berkata Akulah Jalan, Akulah Kebenaran dan Akulah hidup. Semua manusia hidup kalau tidak menemui jalan berarti dia ketemu jalan buntu.Jadi bagaimanapun keadaanmu saat ini, datanglah kepada Yesus.

Kalau kamu ingin mengenal siapa Yesus lebih lagi, silahkan chat dengan kami.
Silahkan Whatsapp ke:
Whatsapp: +62 889-1466-144

Untuk kalangan sendiri

Leave a Comment