Kini dan Nanti, Penyertaan-Nya Tetap Ada

Oleh Santi Jaya Hutabarat, Medan

JANGAN PUTUS ASA DAN TETAP SEMANGAT

Begitu pesan yang muncul di laman pengumuman SBMPTN 2019. Hari itu adalah salah satu hari yang paling kuingat di sepanjang hidupku. Sebagai kakak perempuan dari adikku satu-satunya, aku turut sedih dengan pengumuman itu. Kutenangkan hati dan pikiranku, lalu ku-screen shot pengumuman itu dan kukirimkan pada adikku. Tidak ada kata-kata atau emotikon apa pun yang kusertakan selayaknya kami biasanya saling chat. Bukan sedang tidak mau memberi semangat atau enggan menulis kalimat supaya adikku tidak putus asa, tapi kali itu aku menyadari kalau hal itu sepertinya tidak akan menolongnya untuk tidak bersedih atau pun bingung.

Memoriku saat mengantar dan menemani adikku mengikuti ujian seleksi masuk perguruan tinggi negeri kembali terngiang.

“Kayakmana lah aku kalau nggak lulus ke kampus negeri,” adikku bertanya padaku saat perjalalan pulang.

Aku sengaja mengajak adikku pulang jalan kaki, selain karena lokasi ujian yang dekat dengan kosku, aku juga jadi punya kesempatan untuk menanyakan bagaimana pengalamannya ikut ujian itu.

“Optimislah dek, kalau memang bagianmu yang kuliah itu, jalannya akan tersedia,” nasihatku padanya.

Saat aku mengantarnya ikut ujian itu, kami memang tidak punya rencana alternatif jika dia tidak lulus. Kuliah di negeri menjadi satu-satunya rencana kami karena biaya kuliah yang relatif lebih murah. Walau sudah punya penghasilan, aku belum bisa membantu adikku secara finansial karena aku masih mengerjakan tugas akhirku. Tidak kuliah dan mencari pekerjaan adalah satu-satunya cara yang harus diterima adikku jika dia gagal seleksi.

Kami tiga bersaudara. Ayah dan ibuku bukan orang yang mengenyam bangku kuliah. Ibuku tamatan SMP dan ayah tidak pernah mengenyam pendidikan sama sekali. Kuliah adalah hal yang baru bagi keluarga kami, termasuk juga dalam keluarga besar maupun masyarakat di kampung kami. Bagi banyak orang tua di tempat kami, kuliah itu identik dengan biaya mahal: uang studi, uang kos, uang bulanan, belum lagi lokasi kampus yang jauh dari kampung. Setelah menyelesaikan SMA, merantau ke kota besar seperti Batam, atau menjadi tenaga kerja di Malaysia seolah jadi kebiasaan yang diturunkan antar generasi. Jika tidak beruntung menyelesaikan SMA, menjadi buruh tani, kernet mobil tanah, atau menjadi buruh bangunan adalah hal yang umum di keluarga besar kami.

Aku masih ingat bagaimana respons kedua orang tuaku ketika mendengar kalau aku akan kuliah. Mereka terkejut, tapi tidak berani melarangku. Mungkin mereka tak tega karena aku sering berprestasi dalam bidang akademik maupun non-akademik di sekolah. Singkat cerita, dengan beberapa usaha, khususnya dalam dana dan beberapa perjanjian tentang hal yang boleh dan tidak boleh kulakukan selama kuliah, aku bisa mengenyam pendidikan tinggi di salah satu kampus negeri di kota Medan. Keputusanku untuk kuliah terinspirasi dari abang sepupuku. Dia menjadi orang pertama dalam keluarga besar kami yang kuliah. Dia kuliah di kampus keguruan yang ada di bagian selatan Tapanuli.

Nggak pernah aku nggak makan, dek. Tuhan mencukupkan setiap hal yang kubutuhkan,” begitu dia menasihatiku setipa kali aku bercerita tentang kekhawatiranku.

“Kuliah tidak menjamin pekerjaan yang baik untukmu, tapi ada pola pikir yang lebih luas terbentuk selama proses itu.” Perkataan ini merupakan bagian yang selalu kuingat sampai saat ini. Dan, benar, sampai di penghujung waktu kuliah, aku merasakan bagaimana Tuhan memelihara hidupku seperti yang Dia janjikan dalam Ibrani 13:5b.

Sama seperti aku yang terinspirasi dari abang sepupuku tersebut, tampaknya adikku juga mengalami hal yang sma. Dulu dia sempat menyatakan kalau dia akan bersekolah di SMK karena tidak mau kuliah. Bisa jadi dia terdorong memutuskan itu karena dia menyaksikan bagaimana keluarga kami berjuang agar kuliahku bisa terus berlanjut. Sebagai kakak, tentu aku berharap setiap kebaikan Tuhan terjadi pada adikku, termasuk harapanku kalau dia juga bisa berkuliah. Sembari berharap, aku mengingat firman Tuhan dari Yeremia 1:5, “Sebelum Aku membentuk engkau dalam rahim ibumu, Aku telah mengenal engkau.”

Semua yang terjadi adalah bagian dari rencana Tuhan. Pandangan yang sama mengenai perkuliahan serta sharing pengalamanku selama kuliah tetap kubagikan padanya. Seiring waktu berlalu, aku tidak mengerti bagaimana Tuhan bekerja. Alih-alih mendaftar ke SMK, adikku malah mengikuti beberapa seleksi masuk SMA dan berhasil menamatkan studinya dari bidang IPS. Lagi-lagi, aku belajar bahwa banyaklah rancangan di hati manusia, tetapi keputusan Tuhanlah yang terlaksana (Amsal 19:21).

Ketika hal-hal terjadi sesuai dengan yang kita inginkan atau harapkan, mungkin tidak sulit untuk menerima dan menyatakan itu sebagai bagian dari penyertaan Tuhan. Namun, ketika semua terjadi di luar perencanaan kita, maka kekecewaan dan kekhawatiran sering menjadi teman setia kita, dan Tuhan pun terasa jauh. Ketika menerima kabar ketidaklulusan adikku, itu bukanlah hal yang mudah bagiku dan keluarga besarku.

Mungkin, saat ini semuanya masih tampak belum jelas. Adikku belum bisa berkuliah, tapi dia berencana untuk ikut seleksi kembali di tahun 2020 ini. Namun, kegagalan ini bukan berarti Tuhan tidak merestui rencananya berkuliah. Seperti aku yang dahulu merasakan bagaimana Tuhan menyertai perjalanan hidupku melewati suka dan duka, aku juga belajar percaya bahwa rancangan Tuhan adalah yang terbaik buat adikku dan keluargaku (Yesaya 55:8-9).

Perencanaan-perencanaan untuk mencapai hal-hal yang lebih baik tentu menjadi harapan kita di awal tahun 2020 ini. Resolusi pada karakter diri, karier, asmara, serta hal-hal lainnya kiranya tidak meluputkan kita dari menyerahkan diri kepada Tuhan.

Melewati setiap musim kehidupan yang sudah kita alami, atau yang akan kita lalui kelak, biarlah kita tetap percaya bahwa Allah akan memenuhi segala keperluan kita menurut kekayaan dan kemuliaan-Nya dalam Kristus Yesus (FIlipi 4:19).

Soli Deo Gloria.

Sumber: warungsatekamu.org

Tidak ada seorangpun dalam hidup ini yang menyukai masalah. Tetapi masalah tidak bisa kita hindari. Saat ini kami mengajak kamu untuk coba merenungkan bagaimana cara kita bisa keluar dari masalah itu . Ternyata jawabannya cuma satu. Apapun masalahnya, jawabannya ada pada Injil.

Kenapa Injil? Injil itu adalah kasih Tuhan kepada manusia. Injil disini bukan dalam konteks agama tapi kasih Tuhan kepada manusia. Siapapun orangnya,dalam hati kecilnya percaya bahwa ada Tuhan yang menjadikan semuanya.

Untuk itu saat ini kalau kamu sedang menghadapi sesuatu dalam hidup percayalah dan datanglah kepada Injil itu yang adalah Yesus Kristus Tuhan.

Dalam dunia ini tidak ada siapapun kecuali Yesus Kristus Tuhan yang pernah berkata Akulah Jalan, Akulah Kebenaran dan Akulah hidup. Semua manusia hidup kalau tidak menemui jalan berarti dia ketemu jalan buntu.Jadi bagaimanapun keadaanmu saat ini, datanglah kepada Yesus.

Kalau kamu ingin mengenal siapa Yesus lebih lagi, silahkan chat dengan kami.
Silahkan Whatsapp ke:
Whatsapp: +62 889-1466-144

Untuk kalangan sendiri

Leave a Comment