Kisah Mengharukan di Olimpiade Rio 2016

Oleh Michele O., New Zealand
Artikel asli dalam bahasa Inggris: What The Olympics Is Really About

Apa yang akan kamu lakukan jika kamu tidak sengaja bertabrakan dengan seorang kompetitormu dalam sebuah pertandingan terpenting dalam hidupmu? Apakah kamu akan bangkit secepat mungkin dan berusaha untuk mengejar waktu yang terbuang? Ataukah kamu akan berhenti dan menolong kompetitormu untuk bangkit?

Dua orang pelari Olimpiade, pelari New Zealand Nikki Hamblin dan pelari Amerika Abbey D’Agostino, memilih pilihan yang kedua dalam lomba lari 5.000 meter di Olimpiade Rio 2016, beberapa hari yang lalu. Sebagai akibatnya, tindakan mereka dipuji oleh berbagai media di seluruh dunia sebagai sebuah contoh nyata dari semangat Olimpiade.

Berikut rangkuman kisahnya: Dalam perlombaan tersebut, Kaki Hamblin beradu dengan kaki D’Agostino, dan kedua pelari perempuan tersebut jatuh. D’Agostino dengan cepat bangkit dan menolong Hamblin, menguatkannya untuk menyelesaikan perlombaan tersebut. Berikutnya, Hamblin terlihat menguatkan D’Agostino yang menderita cedera lutut sebagai akibat dia jatuh. Keduanya menjadi orang terakhir yang menyelesaikan perlombaan tersebut.

Foto kedua pelari tersebut yang sedang menolong satu sama lain dan berpelukan di garis akhir telah mewarnai semua surat kabar ternama yang ada. Hamblin memuji kebaikan D’Agostino, dan mengatakan kepada reporter: “Aku jatuh, dan aku berpikir, ‘Apa yang terjadi? Mengapa aku terbaring di tanah?’. Lalu tiba-tiba, adalah tangan ini di atas bahuku [dan D’Agostino berkata], ‘Bangun, bangun, kita harus menyelesaikan perlombaan ini.’ Dan aku seperti, ‘Ya, ya, kamu benar. Ini adalah Olimpiade. Kita harus menyelesaikan perlombaan ini.”

Sebagai seorang warga negara New Zealand, aku sangat bangga dengan atlet lari berusia 28 tahun itu, yang menunjukkan sebuah contoh sempurna dari semangat orang Kiwi (penduduk New Zealand) tentang kemauan untuk membantu mereka yang membutuhkan. Tapi hal yang bahkan lebih menyentuh hatiku adalah ketika membaca penjelasan D’Agostino tentang responsnya—di mana dia menyebut tentang Tuhan. Dalam sebuah pernyataan yang diterbitkan oleh website pelari Amerika Serikat, dia berkata, “Meskipun tindakanku adalah sebuah refleks saat itu, satu-satunya cara aku dapat menjelaskan hal itu adalah karena Tuhan mempersiapkan hatiku untuk merespons seperti itu. Selama aku di sini Dia dengan jelas menyatakan kepadaku bahwa pengalamanku di Rio akan lebih dari sekadar performa lariku—dan segera ketika Nikki bangkit aku tahu bahwa inilah alasannya.”

Dan kisah ini berakhir dengan manis—penyelenggara Olimpiade memberikan kepada Hamblin dan D’Agostino sebuah tempat untuk berlari di laga final di hari Sabtu setelah tim mereka mengajukan protes.

Membaca tentang bagaimana Hamblin dan D’Agostino saling menolong satu sama lain dalam masa-masa sulit mereka mengingatkanku akan ayat ini, “Berdua lebih baik dari pada seorang diri, karena mereka menerima upah yang baik dalam jerih payah mereka. Karena kalau mereka jatuh, yang seorang mengangkat temannya, tetapi wai orang yang jatuh, yang tidak mempunyai orang lain untuk mengangkatnya!” (Pengkhotbah 4:9-10).

Seberapa sering kita berhenti untuk “menolong orang lain untuk bangkit”? Kita tidak hanya berbicara tentang menolong seorang teman yang terjatuh secara fisik, tapi juga tentang teman-teman yang mungkin sedang mengalami pergumulan yang sulit di dalam hidup. Akankah kita berhenti untuk mendengarkan, menghibur, menguatkan, dan memberikan tangan kita untuk mereka?

Seorang temanku sedang mencari sebuah pekerjaan paruh waktu, tapi tidak ada pekerjaan yang cocok dengannya karena dia harus bekerja di dekat anaknya yang masih kecil. Tidak banyak pemberi kerja dapat memberikan waktu yang fleksibel seperti itu. Tapi aku tidak ingat kapan terakhir kali aku menelepon dia dan menanyakan kabarnya. Temanku telah “jatuh”, dan aku tidak berbuat apa-apa untuk menolongnya untuk bangkit.

Kalau aku menjadi D’Agostino, apakah aku akan menolong Hamblin untuk bangkit? Mungkin. Atau aku mungkin tergoda untuk melanjutkan perlombaan karena aku tidak ingin kehilangan kesempatan menjadi pemenang Olimpiade.

Kita hidup di tengah ekonomi yang terus berputar di mana orang-orang yang lambat akan kalah. Tapi Alkitab mengingatkan kita bahwa kita perlu mengambil waktu kita untuk memperhatikan kebutuhan teman-teman kita.

Dengan berhenti untuk saling menolong, Hamblin dan D’Agostino mungkin harus pulang tanpa harapan mendapatkan medali apapun. Tapi tindakan yang kedua orang tersebut telah tunjukkan di hari itu sama berartinya dengan mendapatkan medali emas.

Sumber: warungsatekamu.org

Tidak ada seorangpun dalam hidup ini yang menyukai masalah. Tetapi masalah tidak bisa kita hindari. Saat ini kami mengajak kamu untuk coba merenungkan bagaimana cara kita bisa keluar dari masalah itu . Ternyata jawabannya cuma satu. Apapun masalahnya, jawabannya ada pada Injil.

Kenapa Injil? Injil itu adalah kasih Tuhan kepada manusia. Injil disini bukan dalam konteks agama tapi kasih Tuhan kepada manusia. Siapapun orangnya,dalam hati kecilnya percaya bahwa ada Tuhan yang menjadikan semuanya.

Untuk itu saat ini kalau kamu sedang menghadapi sesuatu dalam hidup percayalah dan datanglah kepada Injil itu yang adalah Yesus Kristus Tuhan.

Dalam dunia ini tidak ada siapapun kecuali Yesus Kristus Tuhan yang pernah berkata Akulah Jalan, Akulah Kebenaran dan Akulah hidup. Semua manusia hidup kalau tidak menemui jalan berarti dia ketemu jalan buntu.Jadi bagaimanapun keadaanmu saat ini, datanglah kepada Yesus.

Untuk kalangan sendiri

Leave a Comment