Kita Harus Berhenti Memasarkan Kekristenan

Oleh Christan Reksa, Tangerang Selatan

Di hari Sabtu pagi yang tenang, seorang teman seangkatanku di kuliah bertanya di sebuah grup Whatsapp:

“Untuk mas-mas yang Nasrani, dari perspektif pribadi, menurut mas agama memiliki peran penting dalam kehidupan sehari-hari gak? Apakah itu sesuatu yang penting untuk dipelajari?“

Pertanyaan yang hadir tiba-tiba itu cukup mengagetkanku. Grup Whatsapp itu adalah grup yang beranggotakan sekitar 30 orang teman-teman kulihaku dulu yang berasal dari berbagai latar belakang. Sebagian besar dari mereka bukanlah orang Kristen.

Aku pun memberanikan diri untuk mencoba menjawab pertanyaan tersebut secara perlahan dan runut, tapi juga sesederhana mungkin. Aku menjelaskan bahwa inti dari Kekristenan adalah hidup yang berpusat kepada Kristus, dan bersyukur atas pengorbanan-Nya di kayu salib dan kebangkitan-Nya yang menyelamatkan kita dari kematian kekal karena dosa. Oleh karena itu, penting bagiku untuk mempelajari ajaran Kristus, agar aku dapat meneladani Kristus dan menjadi semakin serupa dengan-Nya.

Setelah aku memberikan jawabanku, mengalirlah sebuah diskusi yang lumayan panjang di grup itu. Pertanyaan demi pertanyaan terus mengalir dan aku mencoba menjawabnya untuk mempertanggungjawabkan iman yang aku percayai. Namun, aku juga berhati-hati agar tidak memicu perdebatan yang dapat menimbulkan kepahitan.

Diskusi itu akhirnya berakhir dengan aman dan damai, namun hasil diskusi itu cukup mengagetkanku. Ada banyak kesalahpahaman antara persepsi teman-temanku mengenai Kekristenan dan iman Kristen yang sesungguhnya aku percayai. Mereka hanya mendengar tentang Kekristenan dari tokoh agama mereka, dan tidak mendapatkan cukup penjelasan yang memadai dari orang Kristen sendiri.

Diskusi hari itu membuatku berpikir dan mencoba mengintrospeksi diriku. “Kalau teman-temanku memiliki pemahaman yang salah tentang Kekristenan, siapakah yang salah?” pikirku. Harus kuakui, sebagai orang Kristen, kadang aku juga takut untuk memulai diskusi dengan orang lain yang berbeda iman, apalagi jika topiknya mengarah kepada pembahasan tentang iman masing-masing. Kita mungkin takut menyinggung perasaan orang lain dan akhirnya memilih untuk diam. Tapi, sikap diam kita justru membuat banyak orang mendengar tentang iman Kristen dari sumber yang salah.

Di ekstrem yang lain, ada juga seminar-seminar penginjilan yang berfokus untuk mengorek-ngorek kelemahan kepercayaan lain, dan mengajarkan cara memasarkan Kekristenan, seolah-olah Kekristenan itu adalah sebuah produk yang superior dan semua kepercayaan di luar Kristen adalah kompetitor kita. Cara berpikir seperti ini bisa jadi malah membuat kita memandang rendah orang-orang dari kepercayaan lain. Bukannya melihat mereka sebagai objek untuk dikasihi, kita malah melihat mereka sebagai objek untuk dihakimi. Dan sedihnya lagi, tidak jarang itu juga yang dilakukan pemuka-pemuka agama dan diturunkan kepada umatnya.

Jadi, apa yang harus kita lakukan?

Mungkin kita perlu berhenti sejenak dan memikirkan kembali bagaimana kita seharusnya memberitakan Injil. Yang harus kita lakukan bukanlah memasarkan Kekristenan, tetapi membagikan kasih Kristus. Ya, kasih Kristus, Sang Sumber Kasih yang telah mati untuk menebus dosa kita (Roma 5:8).

Bukalah dialog. Nyatakan kasih Kristus kepada teman-teman yang berbeda iman dengan penuh rasa hormat. Janganlah kita menghakimi mereka, melainkan tunjukkanlah bahwa kita memang benar-benar mengasihi mereka dan ingin mengenal mereka. Aku percaya, mengasihi harus dimulai terlebih dahulu dengan mencoba memahami mereka.

Melalui kasih Kristus yang kita bagikan, niscaya pintu dialog akan terbuka pelan-pelan, dan bila Tuhan berkenan, Roh Kudus akan membukakan kesempatan bagi kita untuk membagikan kesaksian kita—kesaksian tentang kasih Kristus yang tanpa batas, yang telah menyentuh kita, dan yang kita rindukan juga untuk dapat menyentuh semua orang di dunia ini.

Ketika kita membagikan kasih Kristus, ada satu pertanyaan penting yang perlu kita tanyakan kepada diri kita: “Apakah kita melihat diri kita lebih layak daripada orang lain? Apakah kita merasa diri lebih baik dan lebih unggul karena telah mengenal Kristus?” Bila kita menjawab “ya”, kita mungkin perlu menarik diri sejenak dan mengingat kembali bahwa sesungguhnya kita semua adalah manusia berdosa. Jika kita bisa diselamatkan, dan terus hidup dan berkarya hingga saat ini, itu hanya karena kasih karunia Allah (Roma 3:23-24). Kasih Kristus yang telah kita terima itulah yang perlu kita bagikan kepada orang lain.

Akhirnya, marilah kita meminta bimbingan Roh Kudus untuk membukakan kesempatan yang tepat untuk membagikan kasih Kristus dan kesaksian iman kita.

Sumber: warungsatekamu.org

Tidak ada seorangpun dalam hidup ini yang menyukai masalah. Tetapi masalah tidak bisa kita hindari. Saat ini kami mengajak kamu untuk coba merenungkan bagaimana cara kita bisa keluar dari masalah itu . Ternyata jawabannya cuma satu. Apapun masalahnya, jawabannya ada pada Injil.

Kenapa Injil? Injil itu adalah kasih Tuhan kepada manusia. Injil disini bukan dalam konteks agama tapi kasih Tuhan kepada manusia. Siapapun orangnya,dalam hati kecilnya percaya bahwa ada Tuhan yang menjadikan semuanya.

Untuk itu saat ini kalau kamu sedang menghadapi sesuatu dalam hidup percayalah dan datanglah kepada Injil itu yang adalah Yesus Kristus Tuhan.

Dalam dunia ini tidak ada siapapun kecuali Yesus Kristus Tuhan yang pernah berkata Akulah Jalan, Akulah Kebenaran dan Akulah hidup. Semua manusia hidup kalau tidak menemui jalan berarti dia ketemu jalan buntu.Jadi bagaimanapun keadaanmu saat ini, datanglah kepada Yesus.

Kalau kamu ingin mengenal siapa Yesus lebih lagi, silahkan chat dengan kami.
Silahkan Whatsapp ke:
Whatsapp: +62 889-1466-144

Untuk kalangan sendiri

Leave a Comment