Masa Single: Sebuah Garis yang (Sepertinya) Tidak Bisa Kulewati

Oleh Wu Yan Ping, Singapura
Artikel asli dalam bahasa Inggris: Singleness—The Line I Can’t Seem to Cross

Apa gunanya sebuah garis? Jawabannya adalah untuk memisahkan dua sisi. Dari sisi di mana aku berdiri, aku melihat orang-orang di sisi seberangku sudah memiliki pacar atau menikah. Dan, di sinilah aku, sedang berdiri menanti untuk menyeberangi garis ini.

Ya, aku masih single. Beberapa orang berkata kalau kamu telah mencapai usia tertentu, maka kamu akan sulit untuk mendapatkan pasangan. Sayangnya, aku telah melewati batasan usia itu. Kebanyakan lelaki yang seusia denganku sudah berpacaran ataupun menikah. Sepertinya tidak ada lagi yang masih single and available untukku.

Aku belum pernah berpacaran sebelumnya, dan setiap hari aku berdoa pada Tuhan supaya Dia membawaku ke sisi di seberangku, di mana aku bisa menjalin sebuah relasi yang kelak berlanjut ke pernikahan. Doaku hampir terjawab. Suatu ketika, para single di gerejaku yang seusia denganku mengikuti persekutuan gabungan dengan para single dari gereja lain. Acara ini diselenggarakan akhir tahun lalu dalam rangka meningkatkan ikatan kebersamaan antarjemaat gereja.

Di pertemuan itu aku bertemu dengan Xavier*, jemaat dari gereja yang berbeda denganku. Pertemuan kami berlangsung dengan hangat dan kami memiliki ketertarikan yang sama terhadap filsafat dan sejarah. Bersama-sama, kami juga mengikuti kelompok sel yang dikhususkan untuk kelompok usia dewasa muda. Di luar gereja, kami juga bertemu untuk pergi makan malam bersama-sama. Dia beberapa kali memberiku hadiah, padahal hari itu bukanlah momen yang istimewa. Dia juga sering berusaha untuk menolongku.

Selama lima bulan bersahabat baik, aku mulai mengembangkan perasaanku untuknya. Dia menjadi lebih dari sekadar teman buatku. Kupikir inilah saatnya untukku berpacaran dan menikah. Lagipula, Xavier bukanlah seorang lelaki yang buruk—dia seorang yang menggembirakan, dan selalu mengirimi aku pesan singkat untuk menghiburku. Dia juga seorang yang pintar, tapi juga punya selera humor. Aku merasa begitu nyaman bersamanya.

Sikapnya terhadapku seolah menunjukkan bahwa dia juga ingin menjalin hubungan yang lebih serius. Aku mau mengikuti kata hatiku dan memberitahu dia tentang perasaanku terhadapnya. Namun, aku mengurungkan niatku ketika Xavier mulai bercerita tentang mantan pacarnya yang memilih untuk menikahi lelaki lain. Aku teringat ekspresi sedihnya saat dia menunjukkanku foto mantan pacarnya sedang menunggangi gajah bersamanya. Kemudian, dia juga bercerita tentang temannya yang tega mengkhianatinya dengan merebut pacarnya.

Dari pembicaraan itu, aku dapat melihat dengan jelas bahwa Xavier belum mampu melupakan kenangannya dan masih menyimpan kepahitan akan mantan pacarnya. Dia kembali menuturkan kalau dia sedang tertarik dengan seorang perempuan lain dan dia mengakui sudah berkencan dengannya. Ketika dia bercerita tentang hal itu, aku berusaha sebaik mungkin untuk tetap tenang. Tapi sejujurnya, aku merasa patah hati.

Pada akhirnya, persekutuan gabungan yang digagas oleh gerejaku itu tidak berlanjut dan aku kembali ke gerejaku sendiri. Aku merasa bahwa peluangku kandas. Hanya aku sendiri yang masih single di usia 30-an dan kesempatan untuk bertemu dengan lelaki single lainnya pun kecil. Aku merasa kesepian dan tidak pasti akan masa depanku.

Aku merasa putus asa. Bahkan, aku berpikir untuk pindah ke gereja lain di mana aku bisa menemukan lebih banyak teman-teman yang seusia denganku. Aku juga mencoba aplikasi kencan online, tapi karena aku tidak bisa melihat orang-orang itu secara langsung, kupikir akan sulit memastikan bahwa orang-orang itu memang tulus ingin menjalin suatu hubungan. Aku malah sempat berpikir untuk mencoba mendekati Xavier lagi dan mengungkapkan perasaanku supaya aku bisa bersamanya. Tapi, aku menepis pikiran ini.

Dalam upayaku untuk melupakan Xavier, aku berseru berkali-kali pada Tuhan supaya Dia dapat menolongku untuk menghilangkan perasaan tertarikku pada Xavier. Aku ingin move on dan menemukan seorang lelaki yang lain.

Namun, Tuhan tidak mengabulkan dua permohonanku itu. Tuhan tidak memberiku seorang lelaki ataupun menghilangkan perasaanku pada Xavier. Tapi, Tuhan memberiku kesempatan untuk menemukan sesuatu di balik rasa sakit yang kualami. Aku mendapati bahwa aku memiliki talenta bermusik yang bagus sejak aku melayani sebagai pemain biola di gereja. Aku juga melayani sebagai operator multimedia. Selain itu, karena aku memiliki sedikit kemampuan berbahasa Indonesia, jadi aku juga belajar untuk menyanyikan lagu-lagu pujian dalam bahasa Indonesia untuk sebuah acara di mana aku tergabung sebagai relawan di sana.

Di tempat kerjaku, di mana aku bekerja sebagai perawat di Unit Kesehatan Siswa (UKS), aku merawat siswa-siswa yang terluka dan memberikan pertolongan pertama pada kecelakaan. Aku belajar untuk melakukan yang terbaik dalam pekerjaanku.

Tuhan menunjukkan kepadaku bahwa aku tetap bisa merasakan sukacita sekalipun aku tidak memiliki pasangan yang romantis. Contohnya, aku bisa bersukacita tatkala aku pergi bersama keluargaku dan merayakan hari kemerdekaan bersama-sama dengan mereka dan juga beberapa temanku.

Sampai di titik ini, aku masih belum tahu kebaikan apa yang akan dihasilkan dari situasi yang kualami. Namun, satu hal yang pasti yang aku ketahui adalah: Tuhan telah memberikanku sebuah kerinduan untuk menggunakan apa yang sudah Dia berikan kepadaku untuk memajukan kerajaan-Nya.

Tentunya mudah buatku apabila aku memilih untuk memelihara kepahitan dan mengasihani diri sendiri. Ketika aku berada dalam situasi seperti ini, secara manusiawi rasanya aku ingin melupakan Tuhan, aku ingin menyalahkan-Nya atas rasa sakit hati yang kualami, dan aku mau menjauh dari gereja.

Namun, dengan penuh kesadaran aku memilih untuk memuji Tuhan. Sekalipun aku masih merindukan sebuah hubungan yang bisa mengantarkanku kepada pernikahan, Tuhan telah memberikan nyanyian-nyanyian sukacita dalam hatiku, dan mengingatkanku untuk selalu memuji Dia. Setiap pagi aku bangun jam setengah enam pagi untuk menyanyikan lagu-lagu pujian yang menguatkanku. Lagu -lagu itu juga membangkitkan semangatku dan menolongku untuk menyembah Tuhan.

*Bukan nama sebenarnya.

Sumber: warungsatekamu.org

Tidak ada seorangpun dalam hidup ini yang menyukai masalah. Tetapi masalah tidak bisa kita hindari. Saat ini kami mengajak kamu untuk coba merenungkan bagaimana cara kita bisa keluar dari masalah itu . Ternyata jawabannya cuma satu. Apapun masalahnya, jawabannya ada pada Injil.

Kenapa Injil? Injil itu adalah kasih Tuhan kepada manusia. Injil disini bukan dalam konteks agama tapi kasih Tuhan kepada manusia. Siapapun orangnya,dalam hati kecilnya percaya bahwa ada Tuhan yang menjadikan semuanya.

Untuk itu saat ini kalau kamu sedang menghadapi sesuatu dalam hidup percayalah dan datanglah kepada Injil itu yang adalah Yesus Kristus Tuhan.

Dalam dunia ini tidak ada siapapun kecuali Yesus Kristus Tuhan yang pernah berkata Akulah Jalan, Akulah Kebenaran dan Akulah hidup. Semua manusia hidup kalau tidak menemui jalan berarti dia ketemu jalan buntu.Jadi bagaimanapun keadaanmu saat ini, datanglah kepada Yesus.

Kalau kamu ingin mengenal siapa Yesus lebih lagi, silahkan chat dengan kami.
Silahkan Whatsapp ke:
Whatsapp: +62 889-1466-144

Untuk kalangan sendiri

Leave a Comment