Mengapa Aku Tetap Berharap

Oleh: Michele Ong, New Zealand
(artikel asli dalam bahasa Inggris: Why I Didn’t Give Up on Hope)

Dulu aku memiliki pandangan yang sangat tidak jelas tentang kata “pengharapan”. Menurutku, kata itu terdengar seperti sesuatu yang tidak pasti. Orang yang berharap tak ubahnya seperti orang yang tidak punya pendirian. Berharap berarti mengucapkan keinginanmu lalu pasrah menantikan seseorang akan mengabulkannya. Ketika langit mendung, aku sering mendengar orang berkata, “Aku berharap hari ini tidak hujan.” Banyak bahan renungan yang kubaca menuliskan bahwa Yesus adalah pengharapanku, salib adalah pengharapanku, Kristus yang ada di tengah-tengah kamu adalah pengharapan akan kemuliaan (Kolose 1:27). Tetapi, aku sendiri tidak pernah merasa bisa memahaminya secara penuh.

Sebuah pertanyaan besar muncul ketika aku mengalami kekecewaan dalam hubungan dengan orang-orang yang kusayangi: “Apa yang akan kulakukan dengan hidupku?” Aku merasa begitu putus asa dan tidak punya harapan. Aku begitu ketakutan ketika hubungan dengan pacarku berakhir. Aku khawatir tidak akan bisa menikah dan menjadi orang aneh seperti Patty dan Selma (dua saudari kembar dalam film The Simpsons).

Sangat sering aku mengeluh atau melontarkan pemikiran-pemikiran negatif tentang hidupku. Kakak perempuanku sampai-sampai membuat sistem denda untuk meredamnya. Setiap kali mengeluarkan perkataan negatif, aku harus memasukkan uang sebesar Rp.50.000,- ke dalam celengan Hello Kitty-nya, dan uang yang terkumpul nanti akan disumbangkan kepada organisasi yang nilai-nilai dan misinya tidak ingin aku dukung. Sungguh menyedihkan!

Tetapi Allah memegang kendali atas segala sesuatu. Pada suatu hari Minggu, pendetaku berkhotbah tentang—kamu pasti bisa menebaknya—pengharapan. Ia menjelaskan bahwa pengharapan itu bukanlah sesuatu yang tidak pasti, angan-angan semu yang ditawarkan dunia. Ketika kita berharap kepada Allah, kita sedang menambatkan harapan kita pada Pribadi yang berdaulat atas segenap semesta, yang rancangan-Nya selalu digenapi (Ibrani 6:19). Penjelasan itu membuatku tertegun. Rasanya seperti mendapat teguran langsung dari Allah. Aku disadarkan bahwa pandanganku tentang pengharapan harus diubah. Pengharapan yang diletakkan di dalam Allah, Sang Pencipta langit dan bumi adalah pengharapan yang kuat, aman, terpercaya, dan pasti digenapi. Bukan sesuatu yang sepele dan tidak pasti.

Berpegang pada pengharapan sama seperti berpegang pada sebuah tali penyelamat yang akan menolong kita melewati badai hidup, kekecewaan, rasa sakit, dan berbagai kesulitan. Jika kita memiliki pengharapan sebagai sauh atau jangkar bagi jiwa, kita dapat melangkah keluar dari momen-momen terberat dalam hidup kita, dan berkata: “Allah yang adalah pengharapan itu, telah menopangku.”

Setiap kali kita melihat salib Kristus, kita melihat pengharapan akan pengampunan dosa, pemulihan, keselamatan, dan hidup yang kekal. Mari berpegang pada pengharapan ini, pengharapan yang tidak akan pernah mengecewakan.

Sumber: warungsatekamu.org

Tidak ada seorangpun dalam hidup ini yang menyukai masalah. Tetapi masalah tidak bisa kita hindari. Saat ini kami mengajak kamu untuk coba merenungkan bagaimana cara kita bisa keluar dari masalah itu . Ternyata jawabannya cuma satu. Apapun masalahnya, jawabannya ada pada Injil.

Kenapa Injil? Injil itu adalah kasih Tuhan kepada manusia. Injil disini bukan dalam konteks agama tapi kasih Tuhan kepada manusia. Siapapun orangnya,dalam hati kecilnya percaya bahwa ada Tuhan yang menjadikan semuanya.

Untuk itu saat ini kalau kamu sedang menghadapi sesuatu dalam hidup percayalah dan datanglah kepada Injil itu yang adalah Yesus Kristus Tuhan.

Dalam dunia ini tidak ada siapapun kecuali Yesus Kristus Tuhan yang pernah berkata Akulah Jalan, Akulah Kebenaran dan Akulah hidup. Semua manusia hidup kalau tidak menemui jalan berarti dia ketemu jalan buntu.Jadi bagaimanapun keadaanmu saat ini, datanglah kepada Yesus.

Untuk kalangan sendiri

Leave a Comment