Mengapa Gempa di Nepal Begitu Mengusik Hatiku

Oleh: Tracy Phua
(Artikel asli dalam Bahasa Inggris: Why I’m so Affected by the Nepal Quake)

Baru beberapa hari yang lalu, dunia dikejutkan dengan sebuah bencana yang mengerikan—Nepal diguncang gempa bumi berkekuatan 7,9 SR, bencana terburuk yang melanda negara itu dalam lebih dari 80 tahun terakhir. Karena cukup sering mengunjungi Kathmandu dan telah membangun hubungan baik dengan beberapa penduduk lokal di ibukota Nepal itu, secara pribadi aku merasa sangat terpukul mendengar berita tersebut.

Membaca jumlah korban yang terus bertambah (sudah lebih dari 4.000 orang menurut berita terakhir yang kuterima), aku segera berusaha menghubungi beberapa teman, orang Nepal, di Facebook. Yang pertama menjawab adalah seorang teman yang telah aku kenal sejak tahun 2008; seorang saudari yang bekerja di sebuah panti asuhan di daratan selatan Kathmandu. Aku sangat lega mendengar bahwa ia dan anak-anak di panti asuhan itu baik-baik saja.

Tracy and Nepali grandmother

Sayangnya, kondisi kampung halamannya di Gorkha (yang dekat dengan pusat gempa) tidak begitu baik. Neneknya tidak selamat dari bencana itu, dan ada banyak penduduk setempat yang kehilangan tempat tinggal mereka.
 

Penulis (baju garis-garis merah) bersama teman di Kathmandu, sang nenek (alm.) berdiri paling kiri.

Berita buruk lainnya datang dari beberapa teman di Kathmandu. Sama seperti di Gorkha, banyak di antara mereka kini tidak lagi punya tempat tinggal. Beberapa teman yang tinggal di pegunungan sebelah timur, dekat dengan Gunung Everest, juga bercerita bahwa rumah mereka roboh sehingga mereka sekeluarga harus bermalam tanpa tempat berteduh. Dalam cuaca yang dingin menjelang musim perubahan arah angin dan dalam kondisi kehilangan segala sesuatu yang mereka miliki, tidak ada hal-hal baik yang bisa mereka harapkan. Parahnya lagi, gempa-gempa susulan masih terus terjadi.

Aku masih belum mendapatkan kabar dari beberapa teman yang lain. Aku cukup khawatir mengingat salah satu temanku tinggal di Pokhara, sebuah kota yang juga porak poranda akibat gempa.

Namun, dalam suasana yang serba suram, aku terhibur mendengar bahwa ada hal-hal baik yang terjadi. Teman yang kuceritakan bekerja di panti asuhan tadi memberitahukan bahwa suaminya berencana kembali ke desa mereka di Gorkha untuk melihat bagaimana mereka dapat membantu para penduduk di sana. Hatiku terasa hangat melihat orang-orang Nepal bergerak membantu rekan-rekan sebangsanya dalam masa-masa yang tidak mudah ini.

Aku juga takjub melihat bagaimana orang-orang percaya di Nepal dapat tetap mengucap syukur di tengah penderitaan dan kesulitan yang mereka hadapi. Aku diingatkan bahwa dalam kondisi yang tidak nyaman sekalipun, kita dapat tetap bersyukur kepada Tuhan. Gempa bumi itu terjadi pada hari Sabtu, ketika anak-anak tidak masuk sekolah. Bisa saja gempa itu terjadi pada hari biasa, dalam musim dingin dengan udara yang menusuk tulang, atau pada malam hari saat semua orang terlelap di rumah, sehingga korban jiwa akan jauh lebih banyak—tetapi itu tidak terjadi.

Jelas dibutuhkan proses panjang untuk membangun Nepal kembali dan memulihkan masyarakatnya. Mari kita mendoakan mereka. Penulis Oswald Chambers pernah menulis, “Aku percaya bahwa ketika kita bersyafaat, seperti yang diajarkan Yesus sendiri, kuasa Allah yang luar biasa dinyatakan melalui cara-cara yang melampaui pemahaman kita.”

Berikut beberapa hal yang bisa kita doakan bersama:
1. Doakan untuk orang-orang Kristen di Nepal agar tetap kuat dan tidak menjadi tawar hati, bahkan menjadi kesaksian akan kebenaran dan kasih Allah di tengah masa-masa yang sulit ini.
2. Doakan untuk para pekerja sosial agar dengan bijak dapat membagikan bantuan-bantuan yang ada dengan tepat dan menolong mereka yang membutuhkan.
3. Doakan untuk para penduduk Nepal agar apa yang mereka alami dapat membawa mereka menemukan pengharapan dan jaminan hidup kekal yang hanya ada di dalam Kristus.

Patan Durbar Square
Atas: Gambar Patan Durbar Square [Alun-alun Durbar] sebelum gempa bumi.
Bawah: Gambar Patan Durbar Square [Alun-alun Durbar] sesudah gempa bumi.
Durbar Square after the earthquake

Sumber: warungsatekamu.org

Tidak ada seorangpun dalam hidup ini yang menyukai masalah. Tetapi masalah tidak bisa kita hindari. Saat ini kami mengajak kamu untuk coba merenungkan bagaimana cara kita bisa keluar dari masalah itu . Ternyata jawabannya cuma satu. Apapun masalahnya, jawabannya ada pada Injil.

Kenapa Injil? Injil itu adalah kasih Tuhan kepada manusia. Injil disini bukan dalam konteks agama tapi kasih Tuhan kepada manusia. Siapapun orangnya,dalam hati kecilnya percaya bahwa ada Tuhan yang menjadikan semuanya.

Untuk itu saat ini kalau kamu sedang menghadapi sesuatu dalam hidup percayalah dan datanglah kepada Injil itu yang adalah Yesus Kristus Tuhan.

Dalam dunia ini tidak ada siapapun kecuali Yesus Kristus Tuhan yang pernah berkata Akulah Jalan, Akulah Kebenaran dan Akulah hidup. Semua manusia hidup kalau tidak menemui jalan berarti dia ketemu jalan buntu.Jadi bagaimanapun keadaanmu saat ini, datanglah kepada Yesus.

Untuk kalangan sendiri

Leave a Comment