NYARIS KEHILANGANMU

Elia adalah anak tunggal dari pasangan Maxi Sigar dan Chenni Sigar. Tidak ada yang menyangka sebuah kecelakaan kecil membawa dampak yang sangat besar dalam kehidupan Elia. Hari itu, Kamis tanggal 5 April 2007 jam 11 siang, Elia yang sedang bercanda dengan temannya terjatuh di kamar. Awalnya Elia hanya bermaksud untuk pura-pura terjatuh tapi kemudian kakinya terpeleset. Kepalanya langsung membentur lantai. Benturan itu tidak dihiraukan oleh Elia karena sakit yang ia rasakan tidaklah parah. Elia tidak menyadari bahwa sebenarnya malapetaka sedang menanti. Kejadian itu pun tidak dilaporkannya kepada orang tuanya. Setelah kejadian itu, Elia masih sempat bermain basket dengan temannya.

Keseimbangan Tubuh Elia Mulai Terganggu

Keesokan harinya, Elia kembali bermain basket. “Saya tidak tahu bahwa sebenarnya Elia sedang tidak enak badan. Tapi memang lemparan bola dia out terus. Sewaktu Elia sedang berjalan mengambil bola, dia terjatuh. Tapi Elia tetap melanjutkan permainan. Kemudian saya melihat badan Elia muter dan ia langsung jatuh. Saya pikir tadinya bercanda, tapi ternyata tidak…” cerita William, teman bermain Elia.

Elia pun pingsan. William langsung berteriak minta tolong. Kemudian Elia dibawa ke rumah temannya. Tidak berapa lama kemudian Elia mulai sadar kembali. Selama Elia tidak sadar, bicaranya sudah mulai ngaco. Elia juga sempat muntah di kamar mandi, tapi tanpa disadarinya ia muntah di bak mandi bukannya di lantai. Jalannya pun sudah miring. Teman-teman Elia kemudian mengantarkannya pulang ke rumah seperti tidak terjadi apa-apa.

Pada hari Minggu, Elia tidur cukup lama dari jam 12 siang sampai jam 7 malam. Awalnya orang tua Elia mengira itu karena pengaruh obat tidur karena sebelumnya Elia memang minum obat. Pada saat itu Maxi sedang asyik membaca koran di kamar sedangkan Chenni sudah tertidur. Tiba-tiba terdengar suara hentakan yang keras, “bukkkk”. Maxi langsung berteriak dan membangunkan Chenni. Mereka berdua langsung melihat keluar.

“Saya lihat Elia sudah jatuh terduduk di lantai, kepalanya di kursi. Keluar darah sedikit dari mulutnya bercampur busa. Saya melihatnya kejang seperti orang yang kedinginan, badannya gemetar. Saya bilang kenapa begini….” ujar Maxi.

Kepanikan langsung tergambar di wajah Maxi dan Chenni. Mereka langsung membopong Elia ke kamar. Mulut Elia kaku, ia tidak dapat berbicara. Matanya melihat ke atas, tangannya terus bergoyang. Kedua orang tua Elia tidak tahu penyakit apa yang telah menimpa Elia. Mereka sangat mengkhawatirkan kondisi Elia.

Maxi langsung mendoakan Elia, meminta pertolongan dari Tuhan. Elia sadar sepuluh menit tapi kemudian setengah jam berikutnya dia tidak sadarkan diri. Frekuensinya terus seperti itu sampai pagi. Dengan setia Maxi dan Chenni menemani Elia. Melihat kondisinya yang tidak membaik dan semakin kritis, pukul empat sore Elia dilarikan ke rumah sakit.

Penanganan Di Rumah Sakit

“Sampai di rumah sakit, Elia terus berteriak. Saya berseru di dalam hati, Tuhan tolong, dalam nama Tuhan Yesus, tidak ada yang mustahil,” Chenni berkisah.

Awalnya dokter mendiagnosanya sebagai epilepsi tapi Maxi berkeras karena tidak ada keturunan epilepsi di keluarga mereka. Puji Tuhan, sebelum diberikan obat epilepsi, dokter akhirnya menyarankan supaya Elia di CT-Scan terlebih dahulu. Dari hasil pemeriksaan itulah diketahui telah terjadi pendarahan di kepala Elia, dari mata sampai belakang telinga.

Dokter mencoba mencari tahu penyebab pendarahan di otak Elia. Maxi dan Chenni yang tidak mengetahui peristiwa yang dialami Elia beberapa hari sebelumnya tidak dapat memberikan informasi apapun, apakah Elia pernah jatuh, ditabrak, berkelahi dengan temannya dan lain-lain.

Dokter pun menjelaskan bahwa kondisi yang dialami oleh Elia cukup parah. Elia harus segera dioperasi, kalau terlalu lama otaknya bisa tertekan dan Elia akan lumpuh total. Kalau sudah demikian halnya, Elia dipastikan akan cacat seumur hidupnya.

“Melihat keadaan pasien, dengan hasil CT-scan yang seperti ini, dimana pendarahan cukup besar dan pembengkakannya pun cukup besar, kalau didiamkan saja, luka itu akan semakin meluas. Akibatnya bisa fatal. Pasien bisa jatuh koma dan akhirnya meninggal,” komentar Dr. Pudji Sugianto, Sp. S, dokter yang menangani Elia.

Antara Makan Buah Simalakama

Elia sendiri dari kecil memiliki kelainan darah. Dia memiliki pembeku darah yang lambat sehingga Elia harus segera diberi obat plasma darah. Karena kalau tidak segera diantisipasi, Elia akan terus mengeluarkan darah sedangkan Elia sendiri membutuhkan darah. Dokter mengharuskan Elia memakai obat plasma darah yang harganya 12 juta untuk sekali pakai, dan obat itu harus diberikan sebanyak lima kali.

Uang untuk CT-Scan juga mahal, sedangkan kalau dioperasi pasti tidak bisa berharap Elia bisa normal lagi. Kalaupun sembuh dan pada akhirnya pasien mendekati idiot itu sebenarnya kondisi yang diperkirakan cukup bagus untuk kasus semacam Elia. Saat itu dokter spesialis bedah, semua dokter anestesi, hematologi dan semua orang yang berkepentingan dalam penanganan kasus Elia berkumpul dan menyarankan untuk segera dilakukan tindakan operasi. Maxi dan Chenni bingung memikirkan biaya yang harus mereka keluarkan untuk pengobatan Elia.

“Satu-satunya jalan untuk menyelamatkan Elia hanya dengan operasi. Biaya yang diperlukan untuk operasi itu cukup besar. Sedangkan para dokter sendiri sudah mengatakan kalau malam ini tidak dioperasi, besok mereka sudah angkat tangan. Dari hasil CT-can, Elia sudah kritis, pendarahannya sudah sampai di otak, dan itu pun kata dokter, operasi pertama di sini, operasi kedua harus ke Singapur,” Chenny bersaksi menceritakan kondisi yang mereka alami saat itu.

Para dokter meminta Maxi dan Chenni untuk segera mengambil keputusan karena hasil CT-Scan menunjukkan darah sudah menekan ke otak.

“Dokter hanya memberikan waktu dua jam untuk saya mengambil keputusan, dari jam tujuh sampai jam sembilan malam. Kalau tidak operasi, menurut diagnosa dokter, besok bisa lumpuh total atau bahkan koma total. Saya bersama istri berembuk untuk menghubungi semua hamba Tuhan yang kita kenal untuk membantu mendoakan Elia. Karena saya tahu semakin banyak yang berdoa semakin bagus,” ujar Maxi menambahkan kesaksiannya.

Taat Dan Melangkah Dengan Iman

Seorang hamba Tuhan yang datang dari Menado mengatakan Elia tidak usah dioperasi. Mertua Maxi-pun mengkonfirmasikan hal yang sama supaya Elia jangan dioperasi. Karena banyak dukungan dan tidak tahu lagi harus berbuat apa, Maxi dan Chenni hanya bersandar dengan iman kepada Tuhan saja.

Konfirmasi dan dukungan yang mereka terima meyakinkan Maxi dan Chenni untuk membatalkan operasi yang disarankan para dokter. Keputusan ini pun membuat mereka harus menanda-tangani surat pernyataan yang menyatakan bahwa rumah sakit tidak bertanggung-jawab akan kondisi Elia lagi.

Mukjizat Terjadi

Tiga hari kemudian Chenni merayakan ulang tahunnya di rumah sakit karena ia harus menemani Elia. “Saya mengatakan kepada Elia, hari ini mama ulang tahun. Kalau Elia dengar, coba Elia pegang kencang-kencang tangan mama,” ujar Chenni.

Sekonyong-konyong tangan Elia mulai menggenggam tangan Chenni. Baik Chenni maupun Maxi begitu bersukacita karena hal itu menandakan Elia sudah mulai sadar. Kemudian dari sudut mata Elia yang masih setengah tertutup, keluar air mata.

Elia berada di ICU selama 14 hari dan semakin hari perkembangannya semakin baik dan penuh kemajuan. Selama di ruang perawatan, Elia sempat bertanya kapan dia bisa berjalan lagi, tapi dokter mengatakan kalau hal itu hanya dapat Elia mimpikan. Suatu hal yang mustahil untuk Elia dapat berjalan kembali. Tapi Maxi dan Chenni terus berdoa dan pada akhirnya Maxi bermimpi kalau Elia dapat berjalan lagi dan mimpi itu digenapi oleh Tuhan. Dalam beberapa hari Elia bisa berjalan kembali dan memang Tuhan sungguh-sungguh menyatakan mujizat-Nya.

“Suatu bukti kalau Allah itu luar biasa. Kalau kita percaya sungguh-sungguh sama Tuhan, Tuhan tidak pernah mengecewakan kita. Kalau kita ada masalah, jangan lari kepada manusia. Kita pakai lutut, kita berdoa. Kalau Tuhan jawab, pasti itu akan terjadi. Tuhan sanggup…,” ujar Maxi dengan sukacita menyaksikan kebesaran Tuhan dalam hidup Elia.

Tidak hanya sampai di situ. Biaya cukup besar yang harus ditanggung Maxi dan Chenni secara ajaib Tuhan bukakan jalan. Mereka mendapatkan keringanan dari rumah sakit dan dapat menyelesaikan pembayarannya dengan cara mencicil. Tuhan selalu punya jalan keluar dan pertolongannya tidak pernah terlambat.

Kesembuhan Sempurna Dari Tuhan

Elia berada di ruang perawatan selama 17 hari dan tidak seperti pasien yang lain, Elia mengalami perkembangan kesehatan yang luar biasa. Benar-benar tidak ada keluhan sedikitpun.

Dari hasil pemeriksaan CT-Scan berikutnya, dokter menemukan perkembangan yang luar biasa dari otak Elia. Memang masih terlihat ada garis yang bengkok, tapi dokter sendiri heran karena kondisi Elia sepertinya fit dan tidak ada rasa sakit sedikitpun. Elia seperti orang yang benar-benar sehat.

“Setelah aku berpikir dari apa yang aku alami, aku yakin kalau Tuhan itu memang benar ada. Karena aku bisa sembuh itu bukan karena dokter. Aku percaya hanya Tuhan yang bisa membuat pendarahan di otakku hilang, apalagi tanpa perlu operasi pembersihan di otakku. Jadi aku percaya kalau Tuhan itu ada. Karena hanya DIA yang bisa menyembuhkanku. Tuhan Yesus itu memang dahsyat,” Elia menutup kesaksian hidupnya dengan penuh ucapan syukur. (Kisah ini telah ditayangkan 10 September 2007 dalam acara Solusi di SCTV).

 

Sumber Artikel :
Jawaban.com

Leave a Comment