Pacarku Tidak Seiman, dan Tuhan Mengingatkanku dengan Cara yang Tidak Terduga Ini

Oleh Noni Elina Kristiani

Aku mendambakan memiliki pacar sejak duduk di kelas 4 Sekolah Dasar. Sebagai seorang gadis yang sejak kecil menempuh pendidikan di Sekolah Negeri, sangat sulit bagiku untuk menemukan teman sepermainan yang seiman. Mulai dari aku duduk di Taman Kanak-Kanak hingga masuk ke Sekolah Menengah Kejuruan, aku hanya menemui teman-teman Kristen seminggu sekali di gereja. Mungkin itu alasan mengapa akhirnya ketika aku mulai mengenal istilah ‘jatuh cinta’, orang yang menarik perhatianku selalu teman lelaki yang berbeda agama.

Selain itu, mungkin karena diriku yang pemalu dan kutu buku, tidak ada seorang teman lelaki yang mendekatiku. Pada akhirnya, aku hanya bisa menjadi seorang pengagum rahasia. Hingga suatu hari saat aku duduk di Sekolah Menengah Kejuruan, ada seorang siswa dari jurusan yang berbeda denganku yang melakukan PDKT (pendekatan) terhadapku.

Zainul* adalah seorang laki-laki yang tinggi dan atletis, dan bulu matanya juga membuat para gadis iri melihatnya. Aku diam-diam telah tertarik kepadanya sejak masa orientasi sekolah, dan kami akhirnya resmi pacaran ketika kami duduk di kelas 11.

Aku bukanlah seorang Kristen yang lahir baru saat itu. Aku masih suka mencontek dan kadang bolos pergi ke gereja. Hingga aku mengikuti sebuah kamp pemuda-remaja tahunan yang diadakan oleh gereja di mana aku beribadah. Kamp yang diikuti oleh ratusan pemuda-remaja Kristen itu telah digunakan Tuhan untuk menegur cara hidupku selama ini. Aku benar-benar merasakan lawatan dan kehadiran Allah telah mengubahkan cara berpikirku bagaimana seharusnya menjalani hidup. Setelah kamp berakhir, saat itulah aku mulai mengenal waktu untuk saat teduh, merenungkan firman Tuhan. Aku benar-benar mengalami kasih mula-mula yang begitu indah. Semangatku juga terlihat ketika aku mulai mengambil bagian dalam pelayanan di gereja.

Ketika aku semakin mengenal Allah melalui saat teduhku sehari-hari dan semakin dalam menyelami hati-Nya, aku mulai merasa risih ketika aku berdua dengan Zainul. Roh Kudus berkali-kali mengingatkanku bahwa apa yang aku lakukan tidak benar. Zainul adalah seorang laki-laki yang sopan. Dia adalah seorang Muslim yang taat dan selalu mengikuti pengajian setiap minggunya. Meskipun Zainul tidak pernah menyakitiku, hubungan kami menjadi sedikit renggang karena banyak ketidakcocokan terutama dalam iman kami masing-masing. Aku tidak bisa mengajaknya berdiskusi tentang kebenaran firman Tuhan yang aku dapat saat aku saat teduh dan aku pun mulai bosan dengan topik pembicaraan kami yang itu-itu saja. Aku menyadari bahwa kami bukanlah pasangan yang sepadan. Setelah menjelaskan padanya bahwa kita tidak akan pernah memiliki masa depan bersama, dengan berat hati kami pun putus.

Selayaknya seorang gadis remaja yang labil, jujur saja tidak mudah bagiku kehilangan seseorang yang begitu tulus seperti Zainul. Kebanyakan perempuan begitu senang diperhatikan dan dikagumi, begitu pula denganku. Rasa cinta dan kepedulianku padanya tidak sepenuhnya hilang, dan menjauh dari Zainul membuatku begitu tersiksa. Setelah putus, kami masih akrab dan sering menghabiskan waktu bersama. Bisa dibilang aku dan Zainul menjalani HTS (hubungan tanpa status) hingga kelas 12. Saat itu aku tengah melakukan negosiasi dengan Allah: “Aku akan menjadi seorang putri yang sepenuhnya taat kepada-Mu, tapi nanti saja ya, Tuhan. Jangan sekarang. Izinkan aku menikmati waktu bersama Zainul setidaknya sampai kami lulus.”

Mengikuti kamp dan terlibat dalam pelayanan tidak serta-merta mengubah cara hidupku sepenuhnya. Aku masih berkompromi untuk tetap dekat dengan Zainul karena aku mencintainya. Dia masih sering berkunjung ke rumahku dan kami memiliki waktu berbicara di telepon rutin setiap harinya.

Suatu hari, Zainul mengajakku untuk menemaninya membeli kaus di sebuah pusat perbelanjaan di kota kami. Kota tempat kami tinggal bukanlah kota yang besar bahkan tidak ada mall di sana. Kami memutuskan untuk membelinya di toko baju yang lumayan populer saat itu. Singkat cerita, setelah cukup lama berjibaku di toko, dia memintaku memilih satu di antara dua kaus yang dia pegang. Aku cukup lelah setelah mengitari beberapa deret gantungan kaus dan ingin segera mengakhiri pencarian itu. Dengan tidak berpikir panjang aku memilih kaus warna putih yang di depannya terdapat potongan huruf warna-warni yang membentuk suatu kalimat dalam bahasa Inggris. Aku sendiri tidak membaca rangkian huruf itu karena sulit terbaca dan kalimatnya terlalu panjang. Kami pun segera pulang karena sudah terlalu jenuh berada di sana.

Keesokan harinya, Zainul berkunjung ke rumahku seperti biasa. Dia mengenakan kaus putih yang kami beli bersama. Di tengah percakapan, aku mencoba membaca sekumpulan huruf itu dan aku menjadi sangat kaget. Kalimat bahasa Inggris di kaos itu berbunyi demikian:

“For God so loved the world that He gave His One and only Son, that whoever believes in him shall not perish but have eternal life.” (John 3:16)

Terjemahan bahasa Indonesia:
“Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal.” (Yohanes 3:16)

Aku mengatakan kepada Zainul arti dari kalimat yang ada di kausnya dan Zainul tertegun untuk beberapa saat. Aku benar-benar tidak tahu karena ketika memilihnya aku terburu-buru hanya karena huruf-huruf itu memiliki bentuk yang unik. Aku juga tidak ingin dengan sengaja membuat Zainul memakai kaos itu. Dan bagaimana mungkin dari ratusan baju yang dijual di toko itu, yang kami pilih adalah kaus berwarna putih dengan ayat Yohanes 3:16 tertulis di depannya?

Pertemuan kami diakhiri dengan perasaan yang begitu janggal. Esoknya, Zainul memberikan kaus itu kepadaku. Dia merasa lebih baik aku saja yang memakainya. Ya, aku mengerti dia pasti tidak ingin mengenakan kaus dengan ayat Alkitab itu. Aku pun menerimanya dan terus merenungkan apa maksud dari ini semua.

Tak lama kemudian, aku sadar bahwa itu merupakan cara yang Tuhan pakai untuk menegurku. Tuhan dalam Yohanes 3:16 mengingatkanku kembali bahwa Dia telah mengasihiku dengan kasih yang sempurna, Dia yang adalah Tuhan telah mati disalib untuk menebus dosa-dosaku. Dia begitu ingin bersama denganku di kekekalan, tetapi aku malah mendukakan hatinya dengan mencintai orang lain lebih daripada diri-Nya! Malam itu, aku menangis di kamarku dan memohon ampun kepada Allah atas apa yang telah aku perbuat.

Dengan bantuan Roh Kudus, aku tidak lagi menjalani Hubungan Tanpa Status dengan Zainul. Meskipun dia merajuk dan terus mengejarku dengan pesan-pesan singkatnya, aku benar-benar mengabaikannya. Itu bukan berarti aku tidak ingin lagi berteman dengannya. Aku mengetahui kapasitasku sendiri dan aku menyadari bahwa meladeninya hanya membuat konsentrasiku untuk taat menjadi goyah. Yang aku inginkan adalah perkenanan Allah dan aku akan melakukan apa pun untuk itu. Aku terus berdoa dan semakin diteguhkan dengan firman Tuhan yang aku baca serta dukungan dari saudara-saudara seiman. Tuhan mengubahkan hatiku. Ketika aku mengarahkan pandanganku kepada-Nya, rasa cintaku kepada Zainul semakin menghilang tak berbekas. Mustahil melakukan segala sesuatu tanpa bantuan Roh Kudus. Hanya Tuhan yang dapat membebaskan kita ketika kita bergantung sepenuhnya kepada-Nya.

Kuliah di Universitas Negeri juga tidak membuatku luput dari kesempatan untuk dekat dengan teman lelaki yang tidak percaya, tetapi kini prinsip yang aku miliki tentang pacaran telah berubah. Aku bahkan tidak lagi memiliki pemikiran untuk jatuh cinta dengan lelaki yang tidak mencintai Yesus, apalagi yang tidak mengenal-Nya sama sekali. Itu prinsip mutlak yang akhirnya aku pegang hingga saat ini, dan aku menikmati masa lajangku yang indah bersama dengan Allah.

Pertumbuhan rohani hanya akan terjadi jika kita taat. Berpacaran dengan lawan jenis yang berbeda iman takkan pernah membuat kita bertumbuh dan berakar di dalam Tuhan. Yang kita perlukan adalah sebuah hubungan yang mengarahkan kita kepada Yesus, dan menolong kita untuk bersama-sama hidup bagi Dia.

Sekarang, aku rindu untuk taat kepada Tuhan dengan segenap hatiku, jiwaku, dan akal budiku (Matius 22:37). Untuk dapat melakukannya, aku harus membuang semua cinta yang lain yang ada dalam hatiku—termasuk melepaskan perasaan cintaku terhadap mereka yang tidak mengasihi Allah (2 Korintus 6:14).

*Bukan nama yang sebenarnya.

Sumber: warungsatekamu.org

Tidak ada seorangpun dalam hidup ini yang menyukai masalah. Tetapi masalah tidak bisa kita hindari. Saat ini kami mengajak kamu untuk coba merenungkan bagaimana cara kita bisa keluar dari masalah itu . Ternyata jawabannya cuma satu. Apapun masalahnya, jawabannya ada pada Injil.

Kenapa Injil? Injil itu adalah kasih Tuhan kepada manusia. Injil disini bukan dalam konteks agama tapi kasih Tuhan kepada manusia. Siapapun orangnya,dalam hati kecilnya percaya bahwa ada Tuhan yang menjadikan semuanya.

Untuk itu saat ini kalau kamu sedang menghadapi sesuatu dalam hidup percayalah dan datanglah kepada Injil itu yang adalah Yesus Kristus Tuhan.

Dalam dunia ini tidak ada siapapun kecuali Yesus Kristus Tuhan yang pernah berkata Akulah Jalan, Akulah Kebenaran dan Akulah hidup. Semua manusia hidup kalau tidak menemui jalan berarti dia ketemu jalan buntu.Jadi bagaimanapun keadaanmu saat ini, datanglah kepada Yesus.

Untuk kalangan sendiri

Leave a Comment