Pekerjaanku Bukanlah Passionku, Tapi Inilah Cara Tuhan Membentukku

Oleh Gracea Elyda Safaret Sembiring, Yogyakarta

Ketika aku diwisuda pada September 2015, kupikir itu adalah momen yang paling berbahagia dalam hidupku. Aku membayangkan akan masa depanku yang cerah setelah menyandang gelar sarjana. Aku bisa bekerja dengan segera di perusahaan-perusahaan bonafide yang aku inginkan. Tapi, momen bahagia itu perlahan pudar menjadi hari-hari penuh perjuangan tatkala aku harus bergumul mencari pekerjaan selama hampir tujuh bulan.

Setelah melepas status sebagai mahasiswa, dengan segera aku berganti status menjadi seorang jobseeker alias pencari kerja. Perjuanganku untuk mendapatkan pekerjaan kulakukan dengan mendatangi bursa pameran kerja, baik itu di dalam ataupun luar kota. Selain itu, setiap hari aku selalu mencari-cari lowongan kerja di beragam portal karier yang tersedia di internet. Selama enam bulan itu aku berjuang keras mondar-mandir mencari pekerjaan, dan saat memasuki bulan ketujuh akhirnya aku mendapatkan pekerjaan pertamaku.

Sebuah pertentangan idealisme

Tiga bulan pertama menjadi seorang jobseeker, idealismeku masih begitu tinggi. Aku hanya mau melamar kerja di perusahaan-perusahaan yang menurutku bonafide. Dalam sebuah pameran bursa kerja, aku mendaftarkan diriku ke sebuah bank. Namun, aku tidak mengetahui kalau pada hari itu juga langsung diberikan pengumuman untuk maju ke tahap wawancara keesokan harinya.

Di hari kedua pameran bursa kerja, aku tidak sengaja melihat bahwa ada namaku tercantum di papan pengumuman seleksi wawancara. Di sana tertulis bahwa jadwal wawancaraku akan berlangsung kurang dari 15 menit lagi sehingga aku pun segera berlari menuju lokasi wawancara. Tapi, ternyata wawancara sudah selesai. Aku memohon supaya bisa mengikuti seleksi wawancara di tahap selanjutnya, tapi pihak panitia seleksi tidak mengizinkan. Ketika aku keluar ruangan, perasaanku begitu campur aduk hingga aku pun menangis.

Setelah memasuki bulan keempat pencarian kerja, idealismeku yang semula begitu tinggi pun mulai menurun. Aku mulai pasrah, lalu sebagai seorang pencari kerja yang tak kunjung mendapatkan pekerjaan, aku jadi lebih sering khawatir, bingung, dan bosan. Apalagi, orangtuaku juga menuntutku untuk segera bekerja.

Ketika pekerjaan tidak sesuai dengan passionku

Setelah melewati masa penantian selama beberapa bulan, akhirnya aku diterima bekerja di sebuah perusahaan sebagai seorang staf bagian keuangan. Sudah satu tahun aku lewati bekerja di sana, namun hingga kini sejujurnya aku belum merasakan damai sejahtera. Pekerjaan ini membuatku merasa tidak menjadi diri sendiri. Aku merasa bahwa aku tidak bisa mengembangkan talenta yang sudah Tuhan berikan, belum lagi faktor internal perusahaan tempatku bekerja yang membuatku semakin merasa tidak nyaman.

Aku tahu bahwa keputusanku untuk bekerja di tempat ini bukanlah karena pilihan yang kuambil dengan sepenuh hati. Aku sungkan kepada orangtuaku karena aku tidak ingin mereka melihatku menganggur terlalu lama. Belum lagi tekanan-tekanan dari lingkungan sekitar ketika mengetahui kalau aku tak juga kunjung bekerja, lalu aku sendiri pun sudah merasa bosan. Ketika tawaran bekerja di perusahaan ini datang, aku pikir ini adalah langkah yang tepat untukku.

Sesungguhnya, passionku adalah mengajar anak-anak, bukan melakukan pekerjaan yang kulakukan sekarang ini. Untuk menghidupi passion itu, aku sempat mendaftarkan diriku untuk mengikuti program Indonesia Mengajar, namun hanya berhenti sampai di tahap direct assessment. Kegagalan itu membuat perasaanku campur aduk, dan akhirnya aku mengambil keputusan “just do it” saja dan mengambil tawaran kerja di perusahaanku yang sekarang.

Kejutan-kejutan dari Tuhan

Terkadang aku bertanya-tanya kepada Tuhan tentang apa yang sebenarnya Dia ingin aku lakukan untuk-Nya. Sepanjang perjalanan hidupku, aku telah melihat banyak kejutan yang Dia berikan, yang jauh dari dugaanku semula.

Kejutan itu bermula dari akhir masa sekolahku dulu. Ketika lulus SMA, aku ingin mengambil kuliah di Jurusan Komunikasi ataupun Jurnalistik. Namun, setelah mengikuti beberapa kali seleksi, aku gagal. Sebagai anak SMA yang baru lulus, fokusku saat itu adalah harus bisa kuliah di tahun itu juga di perguruan tinggi negeri supaya tidak membebani orang tua. Akhirnya aku pun mengambil Jurusan Diploma Teknik Sipil di Yogyakarta yang sebelumnya tidak pernah terpikirkan olehku. Setelah lulus, aku melanjutkan program ekstensi di Surabaya untuk mendapatkan gelar sarjana di jurusan yang sama.

Saat melanjutkan kuliah ekstensi itulah aku bertemu dengan seorang dosen yang kukagumi karena menurutku beliau adalah sosok yang beritegritas. Aku berdoa supaya skripsiku nanti bisa dibimbing olehnya, dan Tuhan mengabulkan doaku. Tapi, teman-temanku mengatakan kalau skripsi yang kukerjakan itu bukan teknik sipil banget karena lebih membahas ke bidang ekonomi teknik. Dan saat ini, sebagai seorang Sarjana Teknik aku malah bekerja sebagai staf bagian keuangan di perusahaan desain interior. Tapi, sebenarnya jika disambung-sambungkan dengan skripsiku, pekerjaan ini masih ada kaitannya dengan bidang studi yang kutempuh, walaupun sedikit.

Keputusanku untuk menikmati pekerjaanku yang sekarang

Jika berbicara tentang passion, aku tahu beban apa yang ada di hatiku. Di tahun pertamaku kuliah, aku menjadi seorang pengajar les gratis yang diselenggarakan oleh persekutuan yang aku ikuti. Pengalaman itu membukakan mataku tentang kondisi anak-anak yang tinggal di daerah perkampungan. Hatiku menjadi luluh setiap kali melihat anak-anak yang terbaikan itu. Hingga hari ini, sekalipun pekerjaan yang kudapat bukanlah di bidang pendidikan, aku masih merasakan perasaan yang sama terhadap anak-anak yang terabaikan itu.

Aku menyadari mungkin untuk saat ini Tuhan memang belum mengizinkanku untuk bekerja sepenuhnya melayani anak-anak terabaikan itu. Untuk menghidupi passionku, di samping pekerjaan utamaku sebagai staf bagian keuangan, aku pun bergabung dengan komunitas Teaching and Traveling 1000 Guru Jogja, lalu mengikuti mission trip yang diselenggarakan oleh persekutuanku, dan juga menjadi panitia di Kelas Inspirasi Yogyakarta.

Kadang, tatkala aku merasa terbeban dengan pekerjaanku, komunitas-komunitas yang aku ikuti inilah yang menguatkanku dan membuatku mampu bertahan di pekerjaanku yang sekarang. Aku bersyukur karena walaupun pekerjaan utamaku bukanlah passionku, tapi aku beroleh kesempatan untuk menyalurkan passionku lewat komunitas-komunitas yang aku ikuti.

Sampai saat ini aku masih bergumul dengan pekerjaanku, tapi aku mau belajar untuk setia, dengar-dengaran dengan suara Tuhan, dan mempercayakan segala sesuatunya kepada Tuhan yang adalah Sang Pencipta. Kadangkala memang rencanaku tidak sesuai dengan kenyataan, tetapi sebagaimana firman-Nya berkata, “Sebab rancangan-Ku bukanlah rancanganmu, dan jalanmu bukanlah jalan-Ku demikianlah firman Tuhan. Seperti tingginya langit dari bumi, demikianlah tingginya jalan-Ku dari jalanmu dan rancangan-Ku dari rancanganmu” (Yesaya 55:8-9). Aku mau belajar untuk setia dan taat pada apa yang jadi rancangan-Nya.

Di masa depan nanti aku masih memiliki cita-cita untuk suatu saat bisa bekerja di lembaga-lembaga yang melayani masyarakat terutama anak-anak. Aku ingin membaktikan diriku untuk berkarya secara aktif dan menyentuh masyarakat secara langsung. Namun, sebelum tiba sampai di tahap itu, aku harus setia dan melakukan yang terbaik atas apa yang sudah Tuhan berikan kepadaku saat ini.

“Barangsiapa setia dalam perkara-perkara kecil, ia setia juga dalam perkara-perkara besar. Dan barangsiapa tidak benar dalam perkara-perkara kecil, ia tidak benar juga dalam perkara-perkara besar” (Lukas 16:10).

Sumber: warungsatekamu.org

Tidak ada seorangpun dalam hidup ini yang menyukai masalah. Tetapi masalah tidak bisa kita hindari. Saat ini kami mengajak kamu untuk coba merenungkan bagaimana cara kita bisa keluar dari masalah itu . Ternyata jawabannya cuma satu. Apapun masalahnya, jawabannya ada pada Injil.

Kenapa Injil? Injil itu adalah kasih Tuhan kepada manusia. Injil disini bukan dalam konteks agama tapi kasih Tuhan kepada manusia. Siapapun orangnya,dalam hati kecilnya percaya bahwa ada Tuhan yang menjadikan semuanya.

Untuk itu saat ini kalau kamu sedang menghadapi sesuatu dalam hidup percayalah dan datanglah kepada Injil itu yang adalah Yesus Kristus Tuhan.

Dalam dunia ini tidak ada siapapun kecuali Yesus Kristus Tuhan yang pernah berkata Akulah Jalan, Akulah Kebenaran dan Akulah hidup. Semua manusia hidup kalau tidak menemui jalan berarti dia ketemu jalan buntu.Jadi bagaimanapun keadaanmu saat ini, datanglah kepada Yesus.

Kalau kamu ingin mengenal siapa Yesus lebih lagi, silahkan chat dengan kami.
Silahkan Whatsapp ke:
Whatsapp: +62 889-1466-144

Untuk kalangan sendiri

Leave a Comment