Setelah 14 Tahun Berselingkuh, Robby Sugara Rindu Pelayanan

Robert Kaihena yang kemudian dikenal dengan nama Robby Sugara, berlimpah kasih sayang dari kedua orangtuanya, Matias Kaihena dan Inem. Kendati dibesarkan di negeri Belanda, Robby tidak mengenal kehidupan bebas. ”Mereka menjaga saya seperti anak perempuan. Saya ini kurang pergaulan, tahunya hanya rumah. Nggak pernah ke mana-mana,” kenang Robby yang hidup dalam keluarga harmonis itu. Pada awal tahun 1975 memulai debutnya hingga tahun 1983 adalah masa kejayaan Robby. Bersama Roy Marten, Doris Callebout, Yati Oktavia, Yenny Rahman, ia menjadi The Big Five’s, ikon film nasional dengan bayaran termahal kala itu. Popularitas membuat hidup Robby menjadi lebih mudah. Semuanya berubah drastis. Dulunya hidup pas-pasan, uang di kantong hanya cukup untuk naik bis, jadi berlimpah harta. Sebelumnya kuper jadi gaul abis. Ia bagaikan burung yang lepas dari sangkarnya. Bebas dan lepas.

Mengalami Kejatuhan dan Bangkrut

Tahun 1984, industri perfilman Indonesia jatuh, membuat saya harus mencari cara lain untuk tetap mendapatkan penghasilan. Teman saya mengajak untuk berbisnis, kami kemudian membuka sebuah perusahaan, dengan harapan nama Robby Sugara sebagai Direkturnya bisa menjadi hoki dan menarik banyak transaksi bisnis. Tetapi harapan perusahaan itu akan menghasilkan keuntungan besar ternyata tidak terwujud. Waktu berjalan, perusahaan malah menyedot aset pribadi saya untuk membayar gaji karyawan dan biaya-biaya lain dalam menjalankan perusahaan setiap bulannya.

Keadaan finansial saya semakin terjepit, menghidupi seorang isteri dan tujuh orang anak sungguh sulit dimana saya tidak memiliki pendapatan, justru pengeluaran sangat besar untuk keluarga dan perusahaan. Ditengah krisis tersebut, rekan bisnis saya mengenalkan saya dengan seorang wanita, yang menurutnya memiliki koneksi dan ralasi bisnis luas sampai kepejabat tinggi dan keluarga Cendana.

Rekan saya berharap dengan nama besar saya sebagai artis dan wajah ganteng bisa membuat wanita itu tertarik memberikan banyak bisnis besar pada kami. Harapannya terkabul, wanita itu langsung tertarik pada saya. Bahkan bukan hanya sampai dibisnis saja, hubungan pribadi kami semakin hari menjadi semakin dekat, dan keluarga semakin terabaikan.

Nama besar, masalah perusahaan, dan menafkahi keluarga menjadi beban yang sangat berat bagi saya, yang saya rasa sudah tidak sanggup lagi untuk menanggungnya. Dan tanpa pikir panjang lagi, saya memutuskan untuk meninggalkan isteri dan tujuh orang anak saya yang masih kecil-kecil (yang paling bungsu berusia 9 bulan), untuk menanggalkan beban saya.


Bagaimana nanti anak-anak saya makan, dimana mereka akan tinggal, dan bagaimana mereka akan bersekolah? Saya sudah tidak peduli lagi, hanya satu yang saya pikirkan saat itu, yaitu kebebasan dan kesenangan yang akan saya dapatkan.

Saya pergi jauh dari Jakarta saat itu, meninggalkan semuanya memulai hidup baru bersama wanita itu. Kami membuka usaha rumah penginapan dipinggir pantai, juga berbisnis batu mulia. Usaha itu berjalan sangat baik, sehingga dari hasilnya kami dapat jalan-jalan keluar negeri setiap tahunnya.

Sepuluh tahun lebih saya tidak tahu menahu dengan keluarga saya, saya tidak tahu sama sekali mengenai anak-anak saya, apakah mereka masih hidup, apakah mereka masih makan, apakah mereka masih bersekolah, saya tidak tahu sama sekali. Dalam segala kelimpahan yang saya miliki, saya bahkan tidak pernah berpikir untuk berbagi dengan anak-anak saya membantu kehidupan mereka.

Kemudian dalam satu kesempatan saya bertemu mereka semua, anak-anak saya sudah besar-besar sehingga saya hampir tidak lagi mengenali mereka. Hati saya seperti teriris-iris saat mengetahui mereka dengan susah payah berhasil bertahan sepeninggalan saya. Mereka semua masih bersekolah, bahkan ada yang sudah menyelesaikan sekolahnya dan mulai bekerja. Apa yang telah saya lakukan, tidak asa satupun andil saya dalam kehidupan mereka. Tapi yang tambah membuat saya tersentuh adalah, tidak ada satupun dari mereka kata-kata kebencian, kata-kata menyalahkan saya yang keluar dari mulut mereka. Mereka tidak pernah menyinggung mengapa saya begitu tega menelantarkan dan meninggalkan mereka. Waktu yang ada dimanfaatkan benar-benar oleh mereka untuk melepaskan kerinduannya, yang ada saat itu hanya sukacita luar biasa karena pertemuan itu.


Hanya satu kata permintaan yang mereka ucapkan dalam pertemuan itu, “Papi, pulang…”. Sebuah kata sederhana, namun sangat sulit untuk saya kabulkan. Seseorang bisa dengan mudah terjerumus dalam perselingkuhan, hanya semenit ia sudah terikat dalam perselingkuhan, namun sangat sulit kalau bisa dibilang tidak mungkin untuk lepas dari jerat perselingkuhan.

Saya berdoa pada Tuhan akan kerinduan besar saya untuk melayani Dia, dan keadaan pekerjaan saya saat itu. Pada sebuah sinetron yang akan saya perankan berjudul “Cintailah Aku”, saya melihat judul dari sinetron itu memakai huruf besar untuk tulisan AKU. Saya percaya, ini adalah sebuah tanda dari Tuhan, agar saya melayani Dia sepenuhnya. Agar saya betul-betul mencintai hanya Dia seorang, meninggalkan segala sesuatunya, dan menyerahkan seluruh pemeliharaan hidup saya dalam tangan-Nya.

Maka saya memutuskan untuk meninggalkan dunia keartisan, dan terjun sepenuhnya ke pelayanan. Sungguh sebuah sukacita dapat melayani Tuhan Yesus yang telah memulihkan hidup dan keluarga saya. Orang bertanya, lalu dari mana saya memenuhi kebutuhan materi keluarga. Saya hanya tersenyum, Tuhan Yesus pasti mencukupi segala sesuatunya. Saya sudah melihat dan merasakan kebaikan-Nya, Ia selalu mencukupkan apa yang saya butuhkan, terpujilah nama-Nya!

Dipulihkan untuk Memulihkan

Tidak ada yang mustahil bagi Tuhan. Aktor kawakan Robby Sugara begitu meyakini kalimat tersebut. Pernah menelantarkan keluarga selama 14 tahun, ia kini malah menjadi seorang penginjil.


Robby yang berani mengakhiri perselingkuhannya, kemudian kembali ke pelukan sang istri Bertha Iriani Mariana, dan tujuh orang anaknya untuk memulai hidup baru. Sejak saat itu, keluarganya semakin aktif dalam pelayanan di gereja. “Kalau bukan karena campur tangan Tuhan, tidak mungkin keluarga saya kembali,” ungkap Robby saat ngobrol dengan detikHOT belum lama ini di Gedung Produksi Film Negara (PFN), Otista, Jakarta Timur.

Robby menceritakan, tahun 2000 dirinya bertemu dengan seorang pendeta yang mendengar kisah pertobatannya dari perselingkuhan. Ia lantas diminta untuk memberi kesaksian di berbagai gereja. Saat itu Robby mengaku ragu. Ia merasa sangat malu dan risih untuk membuka aibnya yang pernah membuat rumah tangganya hancur. “Tapi akhirnya lama-kelamaan saya seperti dikasih Tuhan keberanian. Akhirnya saya mau,” ucapnya.

“Ketika itu saya mau karena Tuhan sudah menyelamatkan keluarga saya. Sekarang kewajiban saya untuk kembalikan hidup saya menjadi berkat bagi orang lain,” sambungnya lagi. Mata Robby nampak berkaca-kaca usai mengungkapkan hal tersebut. Sejak saat itu, Robby pun aktif menjadi penginjil bersama istrinya ke berbagai gereja di seluruh Indonesia. Tanpa dihantui rasa malu, ia menceritakan bagaimana kehancuran rumah tangganya saat dulu berselingkuh.

“Itu yang menjadi topik pelayanan saya. Mengenai rumah tangga yang hancur. Saya memberikan kesaksian hidup. Kejelekan saya, saya beberkan tanpa malu-malu. Saya buka semua dengan tujuan supaya jangan diikuti, supaya semua waspada,” ucap pria yang seluruh rambutnya telah memutih itu. Robby pun merasa bersyukur kesaksian hidupnya telah membawa berkat bagi masyarakat. “Itu suatu kepuasan yang tidak dapat dibeli dengan uang. Banyak orang merasa sangat diberkati. Banyak yang tidak jadi bercerai. Saya bersyukur. Tapi itu bukan pekerjaan saya. Kalau orang itu hatinya tersentuh, mau berubah dan mau bertobat, itu pekerjaan Tuhan. Saya hanya alat, perpanjangan tangan Tuhan,” tandasnya.

(dbs, MK)

 

 

 

 

Sumber:  http://ebahana.com

Jika Anda ingin membagikan kisah hidup Anda silahkan Whatsapp ke:
Whatsapp: +62 889-1466-144

Tuhan Yesus Memberkati
Untuk kalangan sendiri

Leave a Comment