Belajar dari Kegalauan

Oleh: Listiyani Chita Ellary

Hampir dua tahun aku menjalin hubungan dengan pacarku, sebut saja namanya Gentong. Susah senang kita lewatin berdua, tak pernah terlintas pikiran untuk berpisah. Siapa saja yang melihat pasti bisa merasakan indahnya hubungan kami berdua. Memang secara pribadi aku merasa hubungan kami asyik, kadang konyol tapi seru. Aku merasa tidak saja punya pacar, tapi juga seorang sahabat dan guru sekaligus.

Hingga suatu waktu, kami berdua harus menghadapi masalah yang cukup berat, yang melibatkan beberapa orang terdekat kami berdua. Beberapa minggu lamanya kami diliputi dengan suasana hati yang tidak tentu. Kadang kami bisa sabar, tapi kadang kami pun sama-sama dipenuhi emosi yang meledak-ledak, hingga sempat saling melukai perasaan masing-masing.

Dari kejadian ini, layaknya anak muda yang lain, aku jadi sering galau, nangis-nangis nggak jelas di kamar hanya karena dihantui pikiran, “Kok si dia berubah? Dia sudah nggak sayang lagi kayak dulu ya? Jangan-jangan dia sudah punya yang baru.” Dan muncullah banyak “jangan-jangan” yang lain. Aku mulai merasa relasi kami tidak lagi sehat untuk diteruskan. Tapi, aku masih belum rela kehilangan pacar. Aku memaksa agar hubungan kami tetap berlanjut.

Sampai suatu pagi ketika bersaat teduh, aku tersentak membaca bahan renungan yang berbicara tentang “merelakan apa yang seharusnya bukan kehendak Tuhan”. Bacaan hari itu menegurku dengan keras. Apakah aku benar-benar peduli dengan yang namanya kehendak Tuhan? Harus kuakui, selama menjalin relasi dengan pacarku, aku hampir tidak pernah bertanya apa yang Tuhan mau aku lakukan, apakah Tuhan berkenan hubungan ini berlanjut atau tidak.

Sungguh sebuah proses yang berat bagiku. Aku sungguh tidak ingin hubungan kami berakhir. Namun, Tuhan mulai membukakan pikiranku. Aku jadi sadar bagaimana selama ini aku sering menyakiti hati si Gentong, membuatnya selalu terpaksa mengalah dengan sikapku yang keras kepala. Setelah bergumul selama kurang lebih sebulan dan tidak melihat titik terang dalam hubungan kami, akhirnya aku merelakan hubungan kami berakhir.

Sebagaimana semua orang yang pernah merasakan namanya putus dengan pacar, aku juga awalnya hancur hati, rasanya tidak punya mood lagi buat beraktivitas. Tapi seiring berjalannya waktu, semua kegalauan ini kemudian membuat aku bersyukur. Aku jadi belajar bahwa kasih dari manusia itu tidak abadi, mengecewakan, dan kerap melukai hati. Sungguh kontras dengan kasih Kristus yang kekal dan sempurna. Kesadaran ini membawaku makin mencintai Tuhan.

Kegalauan ini juga dipakai Tuhan untuk membuka mataku terhadap orang-orang yang mengasihi aku. Mereka dengan setia menguatkan dan menghiburku pada saat aku terpuruk. Aku jadi tersadar bahwa selama ini aku begitu fokus mengasihi satu orang saja Tuhan memperluas duniaku yang tadinya hanya berfokus mengasihi satu orang saja, sehingga aku kemudian bisa mengasihi lebih banyak orang.

Tuhan juga mengajarku melalui kegalauan ini untuk bersandar sepenuhnya kepada Kristus, bukan bertahan dengan pemikiran dan perasaan sendiri. Aku diingatkan untuk selalu mencari kehendak Tuhan dalam segala hal. Untuk itu tentunya aku perlu memiliki relasi yang lebih intim dengan Tuhan. Bagaimana mungkin kita bisa mengerti kehendak Tuhan jika kita tidak punya relasi yang dekat dengan-Nya?

Sebelum aku tertindas, aku menyimpang,
tetapi sekarang aku berpegang pada janji-Mu.
Engkau baik dan berbuat baik;
ajarkanlah ketetapan-ketetapan-Mu kepadaku.

Mazmur 119:67-68

Tidak ada seorangpun dalam hidup ini yang menyukai masalah. Tetapi masalah tidak bisa kita hindari. Saat ini kami mengajak kamu untuk coba merenungkan bagaimana cara kita bisa keluar dari masalah itu . Ternyata jawabannya cuma satu. Apapun masalahnya, jawabannya ada pada Injil.

Kenapa Injil? Injil itu adalah kasih Tuhan kepada manusia. Injil disini bukan dalam konteks agama tapi kasih Tuhan kepada manusia. Siapapun orangnya,dalam hati kecilnya percaya bahwa ada Tuhan yang menjadikan semuanya.

Untuk itu saat ini kalau kamu sedang menghadapi sesuatu dalam hidup percayalah dan datanglah kepada Injil itu yang adalah Yesus Kristus Tuhan.

Dalam dunia ini tidak ada siapapun kecuali Yesus Kristus Tuhan yang pernah berkata Akulah Jalan, Akulah Kebenaran dan Akulah hidup. Semua manusia hidup kalau tidak menemui jalan berarti dia ketemu jalan buntu.Jadi bagaimanapun keadaanmu saat ini, datanglah kepada Yesus.

Untuk kalangan sendiri

Sumber: warungsatekamu.org

Leave a Comment