Campur Tangan Ilahi, Menolong Seorang Ayah Menemukan Anaknya

Itu adalah sebuah rekaman peristiwa yang menyingkapkan tragedi gempa bumi yang membuat Italia terguncang minggu ini. Berada di antara reruntuhan, tidak yakin akan menangis atau bahagia, Antonello Colangeli memegang kepalanya dan menangis ketika dia melihat anak lelakinya diangkat dari reruntuhan.

Peristiwa ini banyak terjadi di seluruh wilayah Abruzzo, sebelah timur dari Roma.  Kesedihan yang dialami orang-orang yang mencari kerabat mereka semakin bertambah setelah kejadian tersebut.

Lima hari setelah kejadian gempa bumi sebesar 6.3 menghancurkan kota L’Aquila kampung halamannya,  Dr. Colangeli menekankan jari-jarinya ke atas dahinya sekali lagi. Kali ini adalah suatu yang tidak dapat dipercaya dan dia menyebutnya sebagai keajaiban kecil yang berantai.

Anaknya adalah Giulio, yang sekarang berumur 20 tahun, hidup. Hampir 300 orang lainnya, termasuk pamannya, bibinya dan teman-temannya, tidak dapat diselamatkan.

Koran The Times menemui Dr. Colangeli, spesialis tenggorokan di rumah sakit San Salvator, yang juga sangat rusak akibat dari gempa tersebut,  disisi ranjang anaknya. “Saya seorang dokter. Saya orang yang rasional. Tetapi saya hanya dapat berkata bahwa semua tanda-tanda itu, semua kebetulan-kebetulan itu, yang menuntun saya kepada anak saya, pasti telah datang dari Tuhan,” katanya.

Giulio, murid Universitas L’Aquila jurusan ekonomi, berbaring di ujung koridor, di ruang ICU. Dia dibiarkan terbius, dan didialisa ginjalnya. Kaki kirinya sudah sangat terluka dan dia sedang di rawat sebagai korban “crush syndrome”- trauma yang parah pada bagian atas tubuh yang dapat menyebabkan gagalnya organ-organ tubuh. Tetapi dokter-dokternya masih berharap dia akan sembuh.

 “Satu hal yang dikatakannya pertama kali ketika tubuhnya diangkat keluar adalah, “Papa, aku harus belajar untuk ujianku’,” Dr. Colangeli berkata, tertawa atas reaksi anaknya. “Anak ini yang tidak pernah peduli akan perkerjaan sekolah di hidupnya, dan dia menunggu sampai diangkat dari reruntuhan dan kemudian khawatir akan ujian-ujiannya.” Dia tersenyum, dan menggelengkan kepalanya.

Dr. Colangeli, 52, menganggap dirinya sebagai seorang ilmuwan, tetapi dia menyebutkan bahwa anak lelakinya dapat hidup karena “suatu campur tangan Illahi”.

Mereka telah menghabiskan waktu akhir pekannya di villa mereka di dekat laut,  sekitar satu jam dari kota L’Aquila. Giulio tinggal di kota dan menghabiskan akhir pekannya bersama dengan teman-temannya.

Dia menelepon kita dan berkata bahwa disana ada goncangan dan dia dan sahabatnya, Lorenzo, akan tinggal di rumah teman lainnnya yang berada di jalan dekat dengan rumahnya,” Dr. Colangeli katanya.

Keluarganya kembali pada hari minggu malam. Ketika gempa bumi terjadi setelah jam 3:30am pada malam itu, mereka semua dapat berlari keluar dari apartemen yang kemudian hancur disekeliling mereka. Reaksi pertama Dr. Colangeli adalah sangat menakutkan.”Saya tidak dapat mengingat jalan dimana Giulio berkata dia akan tinggal. Dapatkah kamu membayangkan betapa menyeramkan engkau tidak tahu dimana dapat mencari anakmu? Saat itu masih gelap. Dan dingin. Dan saya tidak punya sedikit ide pun dimana anakku berada. Saya panik. Saya hanya memiliki intuisi.

Ketika dia meraba-raba melewati reruntuhan, dibawah balkoni yang hancur dan potongan besi yang bergelantungan  diatas,  dia berjalan dengan bantuan beberapa orang asing ke arah dimana dia kira anaknya tinggal. Dia tidak mengetahui dimana alamatnya, tetapi bagaimanapun bangunannya sudah tidak ada disana.  Yang ada hanyalah reruntuhan tembok-tembok dan kaca-kaca yang hancur.

 “Pada saat itu banyak sekali peralatan mekanik,  yang bergerak diantara reruntuhan dengan perlahan dan pasti. Saya tidak tahu apa yang mesti saya lakukan,” katanya. “Saya melihat salah satu relawan dari pertambangan yang turut membantu mencari korban. Saya bukan orang gila tetapi saya bersumpah saya melihat ada lingkaran cahaya di atas kepala orang itu. Saya mengikut dia sampai ke ujung tepi dari reruntuhan, sambil berteriak, ‘Giulio!’, ‘Giulio!’.”

“Saya mendengar – suara yang lemah, berkata, ‘Papa, aku disini, aku tidak dapat bernapas’.”

Pada saat itu,  ketika mendengar suara anaknya dari bawah reruntuhan,  Dr Colangeli difoto. Fotonya berada di depan surat kabar diseluruh dunia, memperingati miliaran orang pada penderitaan yang diakibatkan oleh peristiwa ini.

Pertemuan antara ayah dan anak ini,  yang digotong diatas tandu,  juga difoto. “Anak saya adalah seorang yang terpenting bagi saya di dunia ini. Ketika dia lahir, dia mengalami kesulitan bernapas, dan kekuatiran itu tidak pernah hilang. Melihat dia ditarik seperti itu, adalah suatu perpaduan emosi  yang sangat luar biasa  – penderitaan, ketakutan, dan kelegaan.”

Dr. Colangeli mengaku bahwa dia bukan seorang yang mempercayai suatu takhyul, tetapi dia menyebut serangkaian peristiwa yang terjadi. “Ketika Giulio digotong keluar, saya berlari dan memanggil ambulan yang lewat. Saya bertanya kemana mereka akan pergi dan apakah mereka memiliki tempat. Mereka berkata iya.”

Pasien yang berada di dalam ambulan itu adalah salah satu pasiennya, seorang pria tua yang sedang dibawa oleh anak perempuannya yang juga seorang dokter. “Itu seperti suatu pertukaran Illahi. Saya merawat ayahnya, dan anak pasien saya ini, ia membantu anak saya.”

Dia juga telah mengetahui teman baik anaknya tidak berhasil diselamatkan. “Perasaan saya bercampur baur. Saya merasa bahwa saya beruntung telah menemukan anak saya, tetapi juga ada rasa sakit di hati saya karena Lorenzo. Saya mengenal anak itu seluruh hidupnya, saya mengajari dia olah raga ketika dia masih kecil, sekarang dia telah meninggal.”

Dia tidak yakin ketika hari raya Paskah ini datang apa para penduduk Aquilani akan merayakan untuk orang-orang yang berhasil diselamatkan, atau berduka akan penduduk yang meninggal,  tetapi arti dari Paskah tidak hilang bagi Dr. Colangeli atau seluruh penduduk yang memiliki latar belakang Katolik yang kuat. Hari Jumat Agung adalah hari berduka nasional dan hari itu akan dihabiskan untuk mengubur ratusan korban.

Paskah, katanya, biasanya adalah hari dimana seluruh jemaat akan membacakan ayat di Lukas 24:1-12 mengenai kebangkitan. “Ketika mencari Giulio diantara reruntuhan malam itu, saya terus saja memikirkan kata-kata itu. “Mengapa engkau mencari yang hidup diantara yang telah mati?”

 

 

 

DOA Memulai Hubungan Pribadi dengan Tuhan Yesus Kristus:
Saya percaya bahwa Darah Yesus Kristus yang telah dicurahkan adalah untuk penebusan atas segala hutang dosa saya.
Saya percaya hanya melalui Tuhan Yesus saya beroleh pengampunan yang kekal.
Dan mulai saat ini juga, saya menerima Engkau sebagai Tuhan dan Juruselamat hidup saya pribadi.
Saya mengundang ROH KUDUS tinggal didalam hati saya untuk menuntun saya dalam setiap langkah dan pengenalan saya akan Engkau.
Saya berdoa Hanya di Dalam Nama Tuhan Yesus Kristus, AMIN.

Sumber: cahayapengharapan.org

Leave a Comment