Hidup di Balik Jeruji Besi, Justru Membuat Dapot Manik Makin Beringas

Dunia kejahatan bukanlah dunia yang menakutkan bagi seorang Dapot Manik. Merampok adalah aktivitas yang biasa ia lakukan bersama dengan teman-teman. Di luar itu, mereka pesta narkoba dan mabuk-mabukan.

Bagi Dapot, teman-teman komplotannya tersebut adalah keluarga. Jika ada yang macam-macam dengan salah seorang temannya, maka itu sama saja berurusan dengannya.

Suatu kali, ketika sedang bersenang-senang karena baru saja berhasil melakukan aksi perampokan, seorang teman datang ke markas dalam keadaan babak belur.    

“Ketika teman saya dipukul, saya merasa gak terima. Kami kumpulkan senjata tajam lalu kami susun strateginya untuk memberi pelajaran kepada kelompok tersebut,” ujar Dapot.

Diliputi perasaan marah, ia pun mendatangi kelompok yang telah memukul temannya. Berpura-pura menanyakan alamat rumah, Dapot berhasil membawa salah seorang dari kelompok yang ditargetkan oleh mereka.

Belum sampai di tujuan yang dimaksud, Dapot bersama dengan teman-teman akhirnya membawa ke satu sudut jalan dan mengeroyoki anggota kelompok itu.

“Awalnya sih ya, niatnya melukai saja ya, melukai saja sebagai balas dendam. Kalau saya sempat melihat orang itu tergeletak. Saya tahu orang itu mati dari koran. Saya menjadi DPO dan saya kabur,” tutur Dapot.

Dua minggu berselang, Dapot bersama dengan teman pergi ke Monas, Jakarta. Ketika sedang santai, tiba-tiba ada orang yang menghampiri. Firasatnya mengatakan bahwa orang tersebut adalah polisi. Benar, ternyata pria tersebut adalah polisi.

Dapot pun dibawa ke kantor kepolisian dan tidak berapa lama kemudian diajukan ke meja hijau. Di persidangan, hakim akhirnya menjatuhkan vonis kepada Dapot 10 tahun penjara.

Berada di jeruji besi membuat Dapot stres. Emosinya menjadi tidak stabil. Bayang-bayang hukuman 10 tahun membuat ia mudah sekali marah. Kemarahan itu ia luapkan kepada narapidana-narapidana lain.    

“kehidupan saya bukan semakin baik, tetapi justru membuat saya semakin ekstrim. Dengan adanya peristiwa itu kami harus dibuang ke penjara Nusakambangan,” imbuh Dapot.

Di Lapas Batu Nusakambangan, Dapot merasakan dirinya tidak berdaya. Kejahatan yang pernah ia lakukan bersama dengan teman-teman kala itu, membuatnya merasa sebagai orang yang paling berdosa.  

“Akhirnya saya sempat frustasi, putus asa, bahkan tidak ada harapan sama sekali dalam hidup saya,” kenang Dapot.  

Kesendirian yang dialami oleh Dapot membuatnya berpikir bahwa benarlah ia layak masuk neraka. Perenungan demi perenungan yang ia lakukan mendorongnya tiba-tiba ingin berubah. Muncul di dalam hatinya sebuah kerinduan untuk hidup di dalam Tuhan.

“Satu kali, dua kali, sekian kali lah ya kan sering denger firman. Langsung di situlah pikiran saya mulai terbuka bahwa saya harus benar-benar menyerahkan hidup sepenuhnya kepada Tuhan,” ungkap Dapot.  

Ayat-ayat Alkitab yang dibaca meneguhkan, mengingatkan, menyadarkan Dapot bahwa hanya Yesus Kristus yang sanggup menebus kesalahannya dan dosanya. Kematian Yesus di atas kayu salib, ia percaya adalah untuk orang berdosa termasuk dirinya.

“Desember 2008, di situlah saya bertobat sungguh-sungguh. Datang kepada Tuhan, menyerahkan hidup saya sepenuhnya kepada-Nya. Mulai saat itulah saya merasakan ada kelegaan di dalam hidup saya, merasakan ada damai sejahtera, sukacita sekalipun saya berada di balik tirai besi. Ada pengharapan yang saya dapatkan dari pribadi Tuhan Yesus Kristus karena Firman-Nya mengatakan dalam Amsal 23:18, karena masa depan itu sungguh ada dan pengharapanmu tidak akan pernah hilang, dan ini hanya diberikan kepada orang-orang yang mau sungguh-sungguh hidup di dalam Tuhan,” kata Dapot.

Perubahan yang sedang dilakukan oleh Dapot memiliki jalan terjal. Teman-teman napi yang ada di sekitarnya dengan sengaja melakukan sesuatu yang membuatnya untuk marah, tetapi ia justru memilih untuk merespon biasa-biasa saja, tidak tersinggung, dan justru menampilkan kasih kepada mereka.

“Hidup saya semakin hari mengalami pengenalan akan Tuhan lebih dalam lagi, semakin cinta, semakin mau menjadi pribadi yang berkemenangan,” kata Dapot.

Berjalannya waktu, petugas-petugas penjara melihat secara langsung perubahan hidup Dapot. Mereka sangat terkejut, dan bahkan pimpinan tertinggi di Lapas Batu Nusakambang pada waktu itu memberikannya jadwal untuk berkhotbah di hadapan para narapidana.

“Ini hal yang luar biasa buat saya karena jarang sekali narapidana dapat jadwal untuk berkhotbah di hadapan narapidana lainnya,” kenang Dapot.  

Dapot kemudian mengurus kebebasan bersyarat yang memang dimiliki oleh semua narapidana. Usahanya pun berhasil. Ia menerima kebebasan bersyarat setelah menjalani masa hukuman 5 tahun 2 bulan. Januari 2011, ia pun bebas dari Nusakambangan.

Setelah keluar dari Lapas, Dapot tidak melupakan apa yang telah menjadi komitmennya. Ia pun melanjutkan melayani Tuhan dengan bergabung di Yasindo.

Di Yasindo, Dapot melayani dengan sungguh-sungguh. Ketika di sana, ia pun masuk ke sebuah sekolah teologi dan berhasil lulus dari sana dengan baik.  

“Saya bersyukur sama Tuhan Yesus Kristus yang sudah membebaskan, melepaskan belenggu dosa dari hidup saya sehingga saya merasakan kebebasan, kelegaan dari karya Tuhan Yesus atas hidup saya,” pungkas Dapot.

Sejak Januari 2017, Dapot Manik menjalani panggilan Tuhan atas hidupnya yakni melayani di pedalaman Papua.  

Sumber : Dapot Manik

 

 

DOA Memulai Hubungan Pribadi dengan Tuhan Yesus Kristus:
Saya percaya bahwa Darah Yesus Kristus yang telah dicurahkan adalah untuk penebusan atas segala hutang dosa saya.
Saya percaya hanya melalui Tuhan Yesus saya beroleh pengampunan yang kekal.
Dan mulai saat ini juga, saya menerima Engkau sebagai Tuhan dan Juruselamat hidup saya pribadi.
Saya mengundang ROH KUDUS tinggal didalam hati saya untuk menuntun saya dalam setiap langkah dan pengenalan saya akan Engkau.
Saya berdoa Hanya di Dalam Nama Tuhan Yesus Kristus, AMIN.

 https://www.jawaban.com

Leave a Comment