Kepercayaan-ku pada Yesus

Saya percaya pada Dia. Sangat sederhana dan sangat rumit. Saya percaya pada Yesus Kristus yang datang ke dunia, dilahirkan sebagai seorang bayi kecil dan hidup lebih dari tiga puluh tahun di tengah-tengah kita.

Kepercayaan saya total. Saya tahu bahwa saya tidak boleh menyakinkan sesiapapun secara logika, sebagaimana seorang ateis tidak dapat menyakinkan saya lewat penalaran bahwa tidak ada Allah.

Studi sejarah yang panjang dan riset biblika telah memimpin saya kepada kepercayaan saya, dan saat iman kembali kepada saya, iman itu kembali secara total. Iman telah mengubah keberadaan saya secara sepenuhnya; ia telah mengubah arah perjalanan saya melewati dunia ini.

Dalam waktu beberapa tahun setelah saya kembali kepada Kristus, saya mendedikasikan karya saya kepada Dia, dan hanya Dia. Studi saya akan Kitab Suci semakin mendalam; studi tentang kesarjanaan Perjanjian Baru menjadi suatu komitmen setiap hari. Doa saya dan meditasi saya dipusatkan pada Kristus.

Dan tulisan saya bagi Dia menjadi suatu pekerjaan yang jauh lebih penting dari profesi saya sebagai penulis sebelum ini.

Mengapa iman kembali kepada saya? Saya tidak tahu apa jawabannya. Tetapi apa yang saya mau bicarakan sekarang adalah tentang percaya.

Iman bagi saya secara intim berkaitan dengan kasih bagi Tuhan dan percaya pada Dia dan percaya pada Dia sifatnya sama transformatif seperti kasih itu sendiri.

Saat ini, ketika saya menulis ini, negara kita sepertinya berada di dalam semacam disorientasi religius. Buku-buku anti-Tuhan mendominasi daftar buku terlaris; orang-orang coba mendiskusikan Anak Manusia dengan penanganan historis yang dangkal tentang apa yang kita tahu dan tidak tahu tentang Yesus Kristus yang hidup di abad pertama di Yudea. Calon-calon pejabat harus mendeklarasikan iman mereka di televisi. Orang Kristen bertengkar satu dengan yang lain tentang pesan Kristus.

Sebelum pengabdian saya kepada Kristus, saya telah mengakrabi argumen-argumen yang menentang Kristus. Pada akhirnya, saya tidak menemukan sang skeptis terlalu menyakinkan, dan di waktu yang bersamaan, Injil-injil Matius, Markus, Lukas dan Yohanes begitu mengagumkan saya.

Dan di atas segalanya, saat saya mulai berbicara lagi kepada Yesus Kristus, saya berbicara dengan kepercayaan.

Suatu siang di 1998 saat iman saya kembali, saya mengalami suatu perasaan tentang ketidak-terbatasan kuasa dan keagungan Tuhan yang menyakinkan saya bahwa Ia mengetahui semua jawaban kepada persoalan teologis dan sosialogis yang telah bertahun-tahun menyiksa saya. Dalam sekilas yang kekal, saya melihat bahwa Tuhan yang dapat membuat Helix Ganda dan serpihan salju, Tuhan yang dapat membentuk lubang hitam di ruang angkasa, dan bunga bakung di lapangan, dapat melakukan apa saja dan Dia pasti tahu segala sesuatu – bahkan tentang mengapa orang baik menderita, mengapa pembunuhan massal dan peperangan mewabah di planet kita, dan mengapa orang Kristen telah kehilangan begitu banyak kewibawaan sebagai orang yang tahu mengasihi, apakah di Amerika atau di tempat-tempat lain.

Saya merasakan suatu kepercayaan pada Tuhan yang Maha Tahu; tiba-tiba saya merasakan dibebaskan dari semua keraguan saya. Sesungguhnya, pertanyaan-pertanyaan saya menjadi begitu sepele di saat berhadapan dengan kebesaran-Nya. Saya merasakan suatu jaminan yang mendalam dan yang tak tergoncangkan bahwa Allah mengetahui dan memahami setiap satu momen dari setiap kehidupan yang pernah atau yang akan ada di bumi ini.

Saya melihat alam semesta ini sebagai permaidani yang besar dan ruwet, dan Pencipta permaidani itu dapat melihat segala pengalaman kita yang terjalin dalam rajutan permaidani itu dalam cara yang tidak mungkin dapat kita pahami saat di bumi ini.

Namun itu bukan momen yang membahagiakan bagi saya. Bukan momen yang mudah. Itu adalah suatu pengakuan bahwa saya mengasihi dan mempercayai Tuhan, dan bahwa ateisme saya yang lama adalah suatu penampilan yang palsu.

Saya tahu akan sangat sulit untuk kembali kepada sang Pencipta, untuk menyerahkan hidup saya kepada Dia, dan menjadi anggota suatu agama besar yang penuh perkelahian, yang telah pecah menjadi begitu banyak denominasi dan fraksi dan aliran di dunia ini. Tapi saya tahu bahwa Tuhan akan membantu saya dalam perjalanan saya kembali kepada Dia. Saya percaya bahwa Dia akan membantu saya. Dan kepercayaan saya itulah yang menopang iman saya sampai ke hari ini.

Beberapa hari setelah saya kembali kepada Kristus, saya juga menjadi sadar akan sesuatu yang sangat penting: bahwa godaan pertama yang kita hadapi sebagai orang Kristen yang bertobat adalah mengkritik cara orang Kristen  yang lain mendekati Yesus Kristus. Saya melihat bahwa saya harus menolak godaan itu, bahwa saya harus mencari di dalam iman saya dan di dalam kasih saya pada Allah suatu kepastian bahwa Ia mengetahui semua tentang perpecahan dan perselisihan, dan bahwa Ia tahu siapa yang benar dan siapa yang salah, dan Ia akan tahu bagaimana dan kapan untuk mendekati setiap jiwa.

Mengapa saya berbicara begitu banyak tentang percaya pada Dia? Saya pikir mungkin karena hal ini sangat kurang di kalangan banyak orang Kristen, dan dalam berkata ini saya membuka diri untuk jatuh ke dalam godaan yang baru saya gambarkan tadi. Tetapi biarlah saya membicarakan bukan dengan nada kritis tetapi lebih sebagai suatu penghimbauan. Percayalah pada Dia. Jika Anda percaya pada Dia, percayakanlah diri Anda kepada Dia. Percayalah pada apa yang Ia katakan di dalam Injil-injil Matius, Markus, Lukas dan Yohanes, dan percayalah apa yang Ia katakan tentang penaklukan akan kejahatan; percayalah bahwa Ia telah menang.

Jangan pernah tunduk kepada rasa takut bahwa kejahatan sedang menang di dunia ini, tidak kira betapa parah situasinya. Janganlah pernah tunduk kepada rasa takut bahwa Tuhan tidak melihat pergumulan kita, bahwa Ia tidak menyertai setiap jiwa.

Saya berulang kali kembali kepada Khotbah di Bukit. Saya kembali kepada perintah sederhana: “Kasihilah musuhmu.” Dan setiap hari membawa saya lebih dekat kepada pemahaman bahwa terkandung di dalam pesan ini adalah cetak biru untuk membawa Kerajaan Allah ke bumi. Khotbah di Bukit adalah cetak biru yang lengkap. Dan bukanlah tidak mungkin untuk mengasihi musuh-musuh kita dan sesama, tetapi besar kemungkinan itu merupakan hal yang paling paling sulit yang pernah diminta dari kita.

Tetapi kita tidak boleh meragukan kemungkinannya. Kita harus berulang kali kembali kepada Yesus Kristus, setelah setiap kegagalan kita, untuk mencari di dalam Dia solusi kreatif kepada permasalahan yang kita hadapi. Kita harus mempertahankan komitmen kita kepada Dia, dan pada dunia di mana manusia dapat meletakkan persenjataan mereka, dan merangkul sesama, bergandengan tangan dan menciptakan damai dunia.

Jika ini bukan tak terbayangkan, maka hal ini memungkinkan. Dan mungkin kita sedang bergerak ke arah momen itu. Jika kita dapat membayangkannya dan mendedikasikan diri kita kepadanya, maka damai di dunia ini, damai pada Kristus, dapat datang.

Anne Rice adalah penulis 27 buku terlaris termasuk buku yang mendasari film “Interview with Vampire” yang dibintangi oleh Tom Cruise. Penulis buku-buku terlaris mengenai vampire, Ann Rice kembali kepada Tuhan tiga tahun yang lalu setelah 30 tahun meninggalkan imannya. 

 

 

 

DOA Memulai Hubungan Pribadi dengan Tuhan Yesus Kristus:
Saya percaya bahwa Darah Yesus Kristus yang telah dicurahkan adalah untuk penebusan atas segala hutang dosa saya.
Saya percaya hanya melalui Tuhan Yesus saya beroleh pengampunan yang kekal.
Dan mulai saat ini juga, saya menerima Engkau sebagai Tuhan dan Juruselamat hidup saya pribadi.
Saya mengundang ROH KUDUS tinggal didalam hati saya untuk menuntun saya dalam setiap langkah dan pengenalan saya akan Engkau.
Saya berdoa Hanya di Dalam Nama Tuhan Yesus Kristus, AMIN.

Sumber: cahayapengharapan.org

Leave a Comment