Kerinduanku Ketika Mengingat Besar Pengurbanan-Nya di Kalvari!

Oleh Vina Agustina Gultom, Bekasi

Dua tahun yang lalu, aku memiliki kerinduan untuk membawa satu jiwa bisa mengenal Tuhan. Kerinduan itu pun dijawab Tuhan dengan berita bahwa aku berhasil diterima di salah satu universitas di Taiwan. Aku begitu bersemangat, sebab di negeri yang akan kutuju itu ada banyak orang yang belum mengenal Tuhan. Dalam hati aku berbisik, “Tuhan, aku benar-benar akan berjuang melakukannya.”

Melihat semangatku itu, salah seorang penatua di gerejaku pun bertanya, “Apa yang membuatmu semangat sekali kuliah di sana?”

Dengan suara lantang, aku menjawab, “Aku ingin menuntut ilmu dan membawa satu jiwa mengenal Dia. Doakan aku Ibu.”

“Pastinya,” refleks beliau seketika.

Dipertemukan dengan orang-orang baru

Ketika aku sudah tiba di Taiwan, aku masuk ke kamar asramaku. Tapi, aku tak melihat ada seorang pun di dalam. Kulihat meja-meja temanku, kucoba menebak dari mana asal mereka. Dari penelusuran sederhanaku itu, aku menyimpulkan kalau mereka adalah orang-orang lokal di negeri ini. Ketika seorang seniorku yang adalah orang Indonesia dan yang sudah tinggal di Taiwan selama enam bulan mengunjungiku, dia mengiyakan kesimpulanku. Katanya, teman-teman seasramaku adalah orang-orang Taiwan. Mereka belum datang ke asrama karena perkuliahan belum dimulai.

Seminggu berselang, ketka perkuliahan siap dimulai, satu per satu mereka pun berdatangan. Mereka kaget melihat kehadiranku, mungkin karena warna kulit kami berbeda. Tapi aku coba membuat suasana pertemanan yang hangat supaya mereka bisa terbuka dan berteman baik nantinya.

Aku memberikan gantungan kunci khas Indonesia buat mereka, berkenalan, dan menceritakan apa alasanku memilih negara dan kampus ini, juga memberitahukan pada mereka kalau aku seorang Kristen. Ketika tahu bahwa aku orang Kristen, mereka mengajukan beberapa pertanyaan. Bagi mereka yang kebanyakan acuh tak acuh pada keberadaan Tuhan, percaya kepada Tuhan adalah sesuatu yang aneh. Aku berusaha menjawab pertanyaan mereka dengan apa yang aku tahu dari Alkitab. Aku menceritakan kasih Tuhan yang nyata, yang aku rasakan sepanjang hidupku. Mereka meresponsku dengan mengiyakan saja, tanpa tertarik untuk mengetahui lebih dalam. Bagi mereka, apa yang kusampaikan itu adalah hal yang tidak masuk akal.

Meski begitu, aku tidak berkecil hati. Misi keduaku adalah aku mencoba terlibat dalam setiap aktivitas mereka: makan malam bersama, cuci baju di laundry bersama, mengunjungi lab mereka satu per satu, mendengarkan cerita hidup mereka, mengikuti seminar tesis, sampai ikut merayakan hari besar mereka secara langsung di salah satu rumah mereka. Hal-hal itu kuperjuangkan hari demi hari meskipun selama melakukannya aku mengalami cultural shock, perbedaan sistem pendidikan, tekanan dari profesor, juga kandasnya agenda jalan-jalan bersama teman-teman Indonesiaku. Tapi, aku bersyukur dan bersukacita menjalaninya. Bagiku, teman-teman baruku ini adalah anugerah yang harus kuperjuangkan, agar mereka juga bisa mendengar dan kelak mengenal Allah yang aku kenal.

Satu temanku akhirnya lulus, dan dua lagi memutuskan untuk pindah ke asrama yang hanya dihuni dua orang dalam satu kamar. Mereka ingin pindah karena mereka tidak mau beradaptasi lagi jika nanti ada mahasiswa baru yang masuk ke kamar kami tersebut. Perasaanku tercabik, kupikir kesempatan untuk mengenalkan Tuhan kepada mereka akan pergi tak lama lagi. Kerinduanku belum selesai kulakukan, tapi berujung dengan perpisahan. Aku menangis kepada Tuhan, aku merasa bersalah karena aku belum mencapai visi itu, dan aku juga tak ingin kehilangan mereka.

Di dalam masa kesedihanku, aku tetap setia berdoa bagi mereka dan juga berdoa kiranya teman baruku adalah orang Filipina. Doaku untuk untuk memiliki teman sekamar orang Filipina adalah keinginan besarku. Mereka biasanya mampu berbahasa Inggris dengan baik, sehingga nantinya aku bisa sekalian belajar meningkatkan kemampuan bahasa Inggrisku. Peluang ini rasanya sangat besar terjadi, karena jumlah mahasiswa Filipina lumayan banyak ada di kampusku.

Namun, kenyataan tidak sesuai dengan harapan. Satu bulan kemudian, datanglah teman kamar baruku. Dia bukan orang Filipina, melainkan orang Vietnam. Aku merasa sedih, tapi kurasa aku tidak layak untuk bersedih, karena aku tahu doaku itu hanya keinginanku semata. Aku mencoba memulihkan perasaanku dengan mengingat kembali visiku dan menyanyikan sebuah lagu yang berjudul “Sudahkah yang Terbaik ‘Ku Berikan?

Lirik lagu ini, ayat pertama dan ketiganya berkata demikian:

Sudahkah yang terbaik ‘ku berikan
kepada Yesus Tuhanku?
Besar pengurbanan-Nya di Kalvari!
Diharap-Nya terbaik dariku.

Telah ‘ku perhatikankah sesama,
atau ‘ku biarkan tegar?
‘Ku patut menghantarnya pada Kristus
dan kasih Tuhan harus ‘ku sebar.

Reff:
Berapa yang terhilang t’lah ‘ku cari
dan ‘ku lepaskan yang terbelenggu?
Sudahkah yang terbaik ‘ku berikan
kepada Yesus, Tuhanku?

Kesempatan baru yang Tuhan berikan

Semangatku pun kembali. Apapun kondisinya, aku berjanji untuk tidak melupakan dan terus memperjuangkan visiku. Aku coba melakukan misi yang sebelumnya sudah kulakukan ke ketiga mantan teman kamarku, dan puji Tuhan, temanku yang baru ini sangat terbuka. Bahkan dia bersedia kuajak ke gereja walaupun hanya sekali. Aku tetap bersyukur, dan aku berdoa supaya benih firman yang telah dia dengar bisa berakar dalam hidupnya. Walaupun aku tidak tahu seberapa lama masa pertumbuhan benih firman itu, namun aku beriman bahwa suatu saat benih itu akan berbuah secara nyata dalam hidupnya.

Perjuanganku untuk membawa jiwa kepada Tuhan rasanya tidak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan penderitaan Tuhan Yesus bagiku. Namun, aku berdoa bagi kamu yang saat ini membaca tulisanku, supaya kita sama-sama terbeban, sekecil apapun itu, untuk membawa satu jiwa mengenal Tuhan.

Sebuah lagu yang kutulis di atas, bait keduanya berbunyi demikian:

Begitu banyak waktu yang terluang, sedikit ‘ku b’ri bagi-Nya.
Sebab kurang kasihku pada Yesus;
mungkinkah hancur pula hati-Nya?

Lirik ini menjadi suatu pengingat, agar kita pun mau memiliki kerinduan tersebut, dan pada akhirnya memperjuangkannya. Hidup kita sama seperti uap yang sebentar saja kelihatan, lalu lenyap. Yuk kita gunakan waktu-waktu kita untuk Tuhan Yesus, yang telah berkurban di Kalvari demi kita.

Sumber: warungsatekamu.org

Tidak ada seorangpun dalam hidup ini yang menyukai masalah. Tetapi masalah tidak bisa kita hindari. Saat ini kami mengajak kamu untuk coba merenungkan bagaimana cara kita bisa keluar dari masalah itu . Ternyata jawabannya cuma satu. Apapun masalahnya, jawabannya ada pada Injil.

Kenapa Injil? Injil itu adalah kasih Tuhan kepada manusia. Injil disini bukan dalam konteks agama tapi kasih Tuhan kepada manusia. Siapapun orangnya,dalam hati kecilnya percaya bahwa ada Tuhan yang menjadikan semuanya.

Untuk itu saat ini kalau kamu sedang menghadapi sesuatu dalam hidup percayalah dan datanglah kepada Injil itu yang adalah Yesus Kristus Tuhan.

Dalam dunia ini tidak ada siapapun kecuali Yesus Kristus Tuhan yang pernah berkata Akulah Jalan, Akulah Kebenaran dan Akulah hidup. Semua manusia hidup kalau tidak menemui jalan berarti dia ketemu jalan buntu.Jadi bagaimanapun keadaanmu saat ini, datanglah kepada Yesus.

Kalau kamu ingin mengenal siapa Yesus lebih lagi, silahkan chat dengan kami.
Silahkan Whatsapp ke:
Whatsapp: +62 889-1466-144

Untuk kalangan sendiri

Leave a Comment