Ketika Aku Bersedia untuk Diproses Tuhan

Oleh: Risky Samuel

Lahir dalam keluarga Kristen, tinggal di kota dengan mayoritas penduduk Kristen, tidak membuat hidupku lebih mudah dijalani. Sama seperti kebanyakan anak muda, aku pun bergumul dengan berbagai masalah, terutama dalam proses pencarian jati diri. Keluargaku berantakan, dan sejak kecil aku kehilangan kasih sayang orangtua, khususnya papa. Aku tumbuh sebagai anak yang haus kasih sayang, dan dengan mudah aku dipengaruhi oleh teman-temanku untuk mencari kasih di tempat-tempat yang tidak seharusnya. Kehausanku akan kasih seorang papa membawa aku kemudian terlibat dalam hubungan homoseksual.

Awalnya aku merasa baik-baik saja. Bukankah wajar kita mencari komunitas yang mau menerima kita, mengasihi kita, dan peduli pada kebutuhan kita? Pikiranku membela diri. Aku hanya berusaha mencari kasih sayang yang tidak kutemukan di dalam keluarga. Aku bersyukur untuk pasanganku. Aku yang tadinya sudah suam-suam kuku di gerejaku, bahkan diajak pasanganku untuk kembali mencari Tuhan. Aku mengikutinya ke gereja, dan dilayani hingga menerima Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamatku. Kami aktif melayani. Aku bahkan merayakan Natal bersama dengan keluarganya. Tidak ada yang menegur kami, karena mereka tidak tahu bahwa kami adalah pasangan gay.

Pada akhirnya, firman Tuhan sendirilah yang menegurku. Alkitab dengan jelas menyatakan bahwa hubungan antara sesama jenis adalah dosa dan kekejian di mata Tuhan (Imamat 20:131 Korintus 6:9-10). Namun, untuk keluar dari dunia yang telah kuhidupi selama bertahun-tahun lamanya, sangatlah sulit. Dengan berbagai cara aku berusaha membenarkan diri. Bukankah Tuhan yang menciptakan aku seperti ini? Bukankah aku tidak merugikan orang lain? Bukankah yang penting aku hidup dalam “kasih”?

Amsal 16:2 menegurku dengan keras, “Segala jalan orang adalah bersih menurut pandangannya sendiri, tetapi Tuhanlah yang menguji hati.” Tuhan tahu betul apa yang ada di dasar hatiku. Tuhan tahu kalau aku lebih percaya kata hatiku sendiri daripada percaya firman-Nya. Tuhan tahu kalau aku lebih mengasihi kenikmatan hubunganku dengan pasanganku daripada mengasihi-Nya. Aku sangat menyesal telah melangkah terlalu jauh dalam hubunganku dengan sesama jenis, namun aku juga merasa tidak punya harapan lagi untuk dapat dipulihkan.

Bersyukur bahwa Tuhan tidak meninggalkanku. Ketika aku bersungguh-sungguh mencari-Nya dengan segenap hati, Dia memampukanku untuk akhirnya bisa lepas dari pola hidup yang lama. Selama 3 tahun lebih aku berjuang melawan godaan untuk kembali berhubungan dengan sesama jenis. Teman-teman lamaku itu selalu baik dan siap menerimaku apa adanya. Sementara, keluarga dan teman-teman yang lain justru kerap merendahkan aku karena masa laluku. Jujur saja, hingga kini godaan yang sama masih kerap mengganggu, namun firman Tuhan menjadi benteng pertahananku. Tantangan itu juga menyadarkanku bahwa yang lebih penting adalah penilaian Tuhan, bukan manusia. Ketika aku merasa nyaris putus asa dan mulai menyalahkan situasi atau orang lain sebagai penyebab masalahku, firman Tuhan mengingatkan aku bahwa semua ini terjadi bukan karena salah siapa-siapa, tetapi “karena pekerjaan-pekerjaan Allah harus dinyatakan” di dalam diriku (Yohanes 9:3). Aku pun dikuatkan untuk tetap bergantung kepada Tuhan saja. Aku menyadari bahwa hidup ini bukan sekadar untuk memuaskan keinginan hatiku belaka, tetapi untuk memuliakan Tuhan, Pencipta hidupku.

Dalam budaya serba instan di abad ini, kebanyakan kita menghendaki segala sesuatu bisa terwujud dengan cepat. Termasuk dalam perjalanan iman kita. Kita berharap begitu percaya kepada Yesus, semua masalah kita bisa langsung beres, semua orang mendukung kita, dan keberhasilan mengejar kita tanpa kita perlu berusaha. Faktanya, kita hidup dalam dunia yang tidak ideal, dan firman Tuhan memberitahu kita bahwa perjalanan kita tidak akan mulus-mulus saja.

Proses pembentukan Tuhan bagi setiap kita mungkin berbeda-beda. Apa yang kualami mungkin tidak sama dengan apa yang kamu alami. Tetapi satu hal yang pasti, kita perlu sabar dengan yang namanya proses. Perhiasan emas yang indah dan tinggi nilainya, dibentuk lewat proses pemurnian dan pembentukan yang panjang. Tidak terjadi begitu saja. Seringkali hidup kita tidak mengalami perubahan apa-apa karena kita tidak sabar dalam proses, takut untuk diproses, atau tidak mau diproses oleh Tuhan. Kita memilih kembali pada pola hidup kita yang lama. Amsal 16:32 menyemangati kita dalam menjalani proses pembentukan Tuhan, “Orang yang sabar melebihi seorang pahlawan, orang yang menguasai dirinya, melebihi orang yang merebut kota.”

Apapun yang teman-teman alami di masa lalu, yuk kita sama-sama berjuang menjalani hidup ini ke depan! Mari luangkan waktu untuk terus isi pikiran kita dengan kebenaran firman Tuhan, di manapun kita berada, agar kita tidak mudah terpengaruh oleh pola pikir dunia. Ada saatnya kita mungkin akan jatuh, tetapi Tuhan selalu mengulurkan tangan-Nya untuk menolong kita bangkit kembali. Dia Mahatahu dan memahami segala pergumulan kita, Dia tidak akan membiarkan kita sendirian.

 

 

 

 

 

 

Mari menjadi Garam & Terang dunia melalui kesaksian hidup kita yang memberkati.

DOA Memulai Hubungan Pribadi dengan Tuhan Yesus Kristus:

Saya percaya bahwa Darah Yesus Kristus yang telah dicurahkan adalah untuk penebusan atas segala hutang dosa saya.
Saya percaya hanya melalui Tuhan Yesus saya beroleh pengampunan yang kekal.
Dan mulai saat ini juga, saya menerima Engkau sebagai Tuhan dan Juruselamat hidup saya pribadi.
Saya mengundang ROH KUDUS tinggal didalam hati saya untuk menuntun saya dalam setiap langkah dan pengenalan saya akan Engkau.
Saya berdoa Hanya di Dalam Nama Tuhan Yesus Kristus, AMIN. 

Sumber : www.warungsatekamu.org

Leave a Comment