Maukah Kamu Menjadi Sahabatku?

Oleh: Juwita Sitorus

Diabaikan itu menyakitkan. Apalagi jika kamu mengalaminya baik di rumah maupun di luar rumah sekaligus. Inilah yang aku rasakan sejak SD hingga Universitas. Entah mengapa, aku merasa orang selalu menertawakan aku dan tidak ingin berteman denganku.

Masih jelas di ingatanku ketika aku memohon pada seorang teman agar mau duduk sebangku denganku. Waktu itu aku baru masuk SMA dan tidak punya teman satu pun. Aku merasa seperti seorang yang memelas ingin dikasihi di hadapannya, tapi aku tak peduli. Yang penting aku punya teman sebangku. Namun, ternyata kejadian itu berbuntut tidak enak. Teman-teman yang satu genk dengannya kemudian menertawakan aku. Penampilanku dianggap mereka sangat culun dan kumuh. Aku kehilangan kata-kata. Hanya bisa pergi ke toilet untuk menangis. Rasanya aku tak ingin sekolah lagi, karena tidak tahan harus menghadapi mereka setiap hari.

Sampai tiga tahun lamanya aku menyimpan akar pahit. Aku benci kepada mereka yang menertawakanku. Apalagi, aku tahu bahwa mereka semua adalah sesama orang Kristen. Bukankah seharusnya orang Kristen itu penuh kasih? Mengapa aku malah diasingkan oleh mereka? Aku sangat kecewa. Aku merasa Tuhan juga tidak berpihak padaku. Permintaanku untuk pindah sekolah tidak diindahkan oleh orangtuaku. Mengurus pindah sekolah itu repot, alasan mereka. Sabar sajalah, kata mamaku, tanpa peduli betapa perasaanku hancur lebur di sekolah itu.

Hari-hariku di sekolah itu ibarat hidup di dunia gelap tanpa cahaya. Istirahat sendirian, makan di kantin sendirian, semuanya sendirian. Memang seiring berjalannya waktu, aku merasa ada juga orang-orang yang mulai mau menerimaku. Sayang, itu biasanya karena mereka membutuhkan sesuatu dariku. Kalau tidak, ya aku tetap saja tidak dianggap. Pernah suatu kali seseorang bertanya, “Apa kamu tidak punya teman atau sahabat di sini?” Pertanyaan itu seperti mencekikku. Dadaku terasa sesak. “Apakah suatu saat nanti aku akan memiliki sahabat? Adakah orang yang mau mendengarkan isi hatiku? Atau, apakah memang aku harus menjalani hidup ini seorang diri saja?” Besar harapanku, keadaan akan berubah ketika aku menginjak bangku kuliah. Aku sering sekali berdoa untuk hal itu. Namun, doaku seolah tidak dijawab.

Hingga akhirnya, aku memiliki seorang kakak rohani. Ia menjadi sahabat yang luar biasa. Ia menolongku untuk melihat kehidupan dari sudut pandang yang baru. Aku jadi menyadari bahwa selama ini aku telah bersandar pada pengertianku sendiri. Aku begitu sibuk meminta Tuhan mengubah situasi sesuai dengan apa yang aku inginkan, sehingga aku gagal melihat apa yang ingin Tuhan ajarkan padaku melalui berbagai situasi itu. Aku begitu sibuk mengeluhkan orang-orang yang mengabaikanku, sehingga aku tidak menyadari betapa Tuhan sendiri sesungguhnya tidak pernah mengabaikan, apalagi meninggalkan aku.

Perlahan namun pasti, pengenalanku akan Tuhan berubah. Kalau dulu aku pikir Tuhan tidak pernah peduli dan berpihak padaku, kini aku belajar betapa Dia adalah Bapa yang memiliki rencana terbaik bagi anak-anak-Nya, betapa Dia adalah Sahabat yang sejati. Seiring dengan itu, hidupku pun diubahkan. Pikiranku yang tadinya penuh ketakutan dan keraguan, kini diliputi keberanian dan pengharapan. Hatiku yang tadinya penuh akar pahit, kini diliputi pengampunan, bahkan kerinduan untuk mendoakan mereka yang pernah menyakiti aku.

Sungguh aku bersyukur untuk karya Tuhan yang ajaib dalam hidupku. Memiliki sahabat memang bisa membuat kita merasa berarti. Tetapi, menjadi sahabat bagi orang lain ternyata jauh lebih indah dan berarti. Yuk lihat sekeliling kita. Banyak orang yang berseru di balik kesepian hati mereka, “Maukah kamu menjadi sahabatku?” Jadilah sahabat mereka. Ambillah waktu untuk memperhatikan dan mendoakan mereka. Perkenalkan mereka kepada Kristus, Sang Sahabat sejati yang dapat mengubahkan hidup mereka. Aku yakin, hidupmu juga akan diubahkan dalam prosesnya 🙂

Sumber: warungsatekamu.org

Tidak ada seorangpun dalam hidup ini yang menyukai masalah. Tetapi masalah tidak bisa kita hindari. Saat ini kami mengajak kamu untuk coba merenungkan bagaimana cara kita bisa keluar dari masalah itu . Ternyata jawabannya cuma satu. Apapun masalahnya, jawabannya ada pada Injil.

Kenapa Injil? Injil itu adalah kasih Tuhan kepada manusia. Injil disini bukan dalam konteks agama tapi kasih Tuhan kepada manusia. Siapapun orangnya,dalam hati kecilnya percaya bahwa ada Tuhan yang menjadikan semuanya.

Untuk itu saat ini kalau kamu sedang menghadapi sesuatu dalam hidup percayalah dan datanglah kepada Injil itu yang adalah Yesus Kristus Tuhan.

Dalam dunia ini tidak ada siapapun kecuali Yesus Kristus Tuhan yang pernah berkata Akulah Jalan, Akulah Kebenaran dan Akulah hidup. Semua manusia hidup kalau tidak menemui jalan berarti dia ketemu jalan buntu.Jadi bagaimanapun keadaanmu saat ini, datanglah kepada Yesus.

Untuk kalangan sendiri

Leave a Comment