Melalui Kesulitan, Kasih Tuhan Bersamaku

Oleh Saudari Li Ling, Provinsi Henan

Namaku Li Ling, dan usiaku 76 tahun ini. Aku mulai beriman kepada Tuhan Yesus pada tahun 1978 setelah jatuh sakit, dan selama periode itu, aku menerima banyak sekali kasih karunia-Nya. Ini benar-benar mengilhamiku untuk bekerja bagi Tuhan dengan penuh semangat; aku pergi ke mana-mana menyampaikan khotbah dan membagikan Injil, serta menampung saudara-saudari di rumahku. Gereja kami bertumbuh dengan cepat menjadi sebuah jemaat yang terdiri lebih dari 2.000 orang, dan, akibatnya, pemerintah Partai Komunis Tiongkok (PKT) mulai menindas kami tak lama setelah itu. Polisi datang dan menggeledah rumahku beberapa kali dalam upaya mencegahku menerapkan iman serta dan menyebarluaskan Injil, dan setiap kali mereka datang, mereka mengambil segala barang berharga dan apa pun yang dapat dibawa—bahkan bola lampu. Terlebih lagi, aku ditangkap oleh petugas Biro Keamanan Umum (BKU) dan ditahan lebih dari belasan kali. Aku menerima pekerjaan Tuhan Yang Mahakuasa pada akhir zaman pada tahun 1996, dan dua tahun setelah itu aku kembali mengalami penangkapan dan penganiayaan oleh pemerintah PKT, tetapi kali ini bahkan lebih gila. Aku mengalami secara langsung betapa sulitnya bagi seseorang untuk beriman kepada Tuhan di negara ateis seperti Tiongkok. Terlepas dari semua kesulitan ini, aku tetap bisa merasakan keselamatan dan kasih Tuhan bagiku.

Pada tengah malam, suatu hari di bulan Mei 1998, tak lama setelah pukul 02:00 pagi, suara seseorang menggedor pintu membangunkanku dari tidur nyenyak. Mau tak mau, aku menjadi gugup dan berpikir, “Mungkin itu polisi! Di sini, ada lima saudara-saudari dari luar kota yang datang untuk mengabarkan Injil. Bagaimana aku bisa melindungi mereka?” Aku panik. Bahkan sebelum aku sampai ke pintu, polisi menendang pintu dengan tendangan keras sampai pintunya terbuka. Kepala Departemen Keamanan Politik BKU, memegang senjata, dan lebih dari selusin petugas polisi yang membawa tongkat listrik menyerbu masuk dengan agresif. Segera setelah melewati ambang pintu, seorang petugas menoleh ke arahku, menendangku dengan beringas dan berteriak, “Apa-apaan ini? Kau sudah ditangkap berkali-kali, tetapi masih punya keberanian untuk percaya kepada Tuhan! Camkan kata-kataku, aku akan memastikan kau kehilangan semua yang kau miliki dan keluargamu akan hancur!” Para petugas jahat itu mulai berteriak di kamar tidur. “Polisi, bangun sekarang juga!” Tanpa menunggu saudara-saudari lainnya mengenakan pakaian, mereka memborgol kami bersama, dua-dua, menggeledah kami, dan juga mengambil cincin yang aku kenakan. Mereka kemudian mulai menggeledah seluruh tempat, bahkan menggeledah penyimpanan tepungku dan membuatnya berhamburan di lantai. Mereka melempar barang-barang begitu saja ke lantai. Mereka akhirnya membawa sebelas tape recorder, televisi, kipas angin, mesin tik, dan lebih dari 200 buku firman Tuhan. Mereka bahkan membuka laci anakku dan mencuri lebih dari seribu yuan yang baru saja dia terima sebagai gajinya. Tepat saat selusin petugas hendak membawa kami semua ke kantor polisi, anakku pulang kerja. Segera setelah dia melihat bahwa gajinya dicuri, dia berlari menghampiri petugas itu dan meminta uangnya kembali. Salah seorang petugas berkata dengan licik, “Kami akan memeriksanya di kantor, dan jika uang itu memang milikmu, kami akan mengembalikannya kepadamu.” Tetapi sebaliknya, malam itu mereka datang untuk menangkap anakku karena kejahatan “menghalangi urusan petugas.” Untungnya, dia telanjur bersembunyi, kalau tidak, dia juga pasti sudah ditangkap.

Polisi membawa buku-buku sitaan dan barang-barang lainnya ke kantor dan kemudian mengurung kami berenam secara terpisah di Biro Keamanan Umum Kabupaten selama semalam. Saat duduk di sana, aku tidak bisa menemukan tempat yang tenang untuk waktu yang lama. Aku teringat kembali penangkapanku pada tahun 1987; aku dilecehkan secara fisik dan verbal oleh polisi dan secara nyata disiksa sampai mati. Aku juga melihat dengan mata kepalaku sendiri seorang pemuda berusia 20-an dipukuli sampai mati oleh polisi dalam waktu kurang dari dua jam, dan seorang wanita mengatakan dia telah diperkosa oleh dua petugas secara bergiliran selama interogasi. Para petugas juga akan menempatkan orang-orang di bangku harimau, membakar mereka dengan besi panas, dan menyetrum lidah mereka dengan tongkat listrik hingga tidak ada darah yang tersisa. Mereka menggunakan segala macam taktik tercela dan mengerikan untuk menyiksa orang-orang—benar-benar kekejaman yang mutlak. Selama lebih dari selusin kali penangkapan, aku menyaksikan secara langsung dan mengalami penyiksaan kejam dan tanpa ampun ini dari pihak polisi. Mereka mampu melakukan segala kekejaman. Sekali lagi berada di “gerbang neraka” ini dan mendengar polisi berkata bahwa aku akan “dikuliti hidup-hidup” membuatku ketakutan. Mereka telah mengambil begitu banyak barang di rumahku pada hari itu dan juga telah menangkap beberapa saudara-saudari lainnya. Tidak mungkin mereka akan melepasku dengan mudah. Maka, dalam hati aku berdoa kepada Tuhan. “Ya Tuhan! Aku tahu kami telah jatuh ke tangan polisi hari ini atas seizin-Mu. Aku merasa sangat lemah karena mereka semua setan-setan yang sama sekali tidak memiliki kemanusiaan, jadi aku mohon kepada-Mu untuk memberiku keberanian dan hikmat, serta memberiku kata-kata yang tepat untuk kuucapkan. Aku bersedia menjadi kesaksian bagiMu—aku sama sekali tidak akan menjadi seorang Yudas dan mengkhianati-Mu! Aku jauh lebih berharap bahwa Engkau dapat melindungi orang-orang lain yang ditangkap sehingga mereka dapat berdiri teguh melalui situasi ini. Tuhan, Engkau adalah Raja atas seluruh alam semesta, dan semua peristiwa, semua hal tunduk pada kekuasaan dan pengaturan-Mu. Aku sangat percaya bahwa selama aku benar-benar dapat bersandar kepada-Mu, Engkau pasti akan menuntun kami untuk mengatasi pengaruh gelap Iblis.” Tuhan memberiku pencerahan pada saat aku berdoa, dengan menghadirkan firman-Nya ke dalam benakku: “Kehidupan Kristus yang transenden telah muncul, tidak ada yang perlu engkau takuti. Iblis berada di bawah kaki kita dan waktu mereka terbatas. … Setialah kepada-Ku di atas segalanya, majulah dengan berani; Aku adalah batu karangmu yang teguh, andalkanlah Aku!” (“Bab 10, Perkataan Kristus pada Awal Mulanya” dalam “Firman Menampakkan Diri dalam Rupa Manusia”). Firman Tuhan memenuhiku dengan iman. Sungguh—Tuhan itu mahakuasa dan Iblis akan selalu dikalahkan di tangan Tuhan. Tanpa izin Tuhan, ia tidak bisa menyentuh sehelai rambut pun di kepalaku. Aku memikirkan bagaimana aku telah ditangkap berkali-kali oleh pemerintah PKT sejak aku mulai beriman; bukankah aku telah melewati tantangan ini dari waktu ke waktu di bawah perlindungan Tuhan? Aku juga berpikir tentang nabi Daniel, bagaimana dia dan tiga temannya dijebak oleh orang-orang jahat, lalu dilemparkan ke sarang singa dan dibakar di tungku api, semuanya karena mereka menjunjung tinggi nama Yahweh dan menyembah Tuhan Yahweh. Namun, mereka mendapatkan perlindungan Tuhan dan tidak terluka. Memikirkan semua ini, keberanian tiba-tiba muncul di dalam diriku dan aku merasa penuh kekuatan. Aku tahu bahwa tidak peduli bagaimana Iblis menindas atau menyakitiku, dengan Tuhan sebagai penjaga belakangku yang kuat, tak ada yang perlu kutakutkan. Aku bersedia mengandalkan imanku dan bekerja sama dengan Tuhan, untuk menjadi kesaksian bagi Tuhan di hadapan Iblis.

Polisi mulai menginterogasiku keesokan paginya. Seorang petugas yang pernah menanyaiku pada beberapa kesempatan sebelumnya memelototiku, menggebrak meja dan menyalak, “Jadi, kau lagi, bangsat tua. Kau telah jatuh ke tanganku lagi. Jika kau tidak mengatakan apa yang kau ketahui kali ini, kau akan mendapat masalah serius! Ayo bicara! Dari mana asal semua orang yang tinggal di tempatmu? Siapa pemimpin gerejanya? Dari mana asal buku-buku itu? Mesin tik itu milik siapa?” Mau tak mau, aku mulai merasa gugup; petugas itu sangat kejam, sombong, dan tidak akan ragu untuk memukuli seseorang sampai mati. Aku dengan takut menundukkan kepala dan tidak mengeluarkan suara, sambil berdoa dalam hati kepada Tuhan agar menjaga hatiku. Melihat aku tidak bicara, petugas itu mulai meneriakiku. “Dasar perempuan tua, tidak ada gunanya mengancam babi mati dengan air panas!” Dia bergegas ke arahku sambil berteriak dan menendang tulang dadaku. Aku terjengkang ke belakang beberapa meter dan jatuh telentang ke lantai. Sakit sekali sampai aku tidak bisa bernapas. Tidak rela melepaskanku, dia bergegas, mengangkatku dari lantai dengan menarik pakaianku dan berkata, “Dasar bangsat tua tolol! Aku tidak akan membiarkanmu mati hari ini, tetapi aku akan memastikan hidupmu tidak layak untuk dijalani. Kau akan menjalani kehidupan yang penuh penderitaan!” Sambil mengatakan ini, dia menyodokku dengan tongkat listriknya; melihat alat itu memancarkan cahaya biru, aku merasa takut sekali. Aku diam-diam berdoa kepada Tuhan berulang-ulang, dan saat itu beberapa bagian dari firman-Nya muncul di benakku: “Engkau harus menanggung semuanya, melepaskan segala yang engkau miliki dan melakukan apa saja untuk mengikuti-Ku, membayar semua harganya demi Aku. Ini saatnya Aku akan mengujimu, akankah engkau memberikan kesetiaanmu kepada-Ku? Maukah engkau mengikuti-Ku sampai akhir dengan setia? Jangan takut; dengan dukungan-Ku, siapa yang bisa menghalangi jalan? Ingat ini! Ingat! Segala sesuatu terjadi dengan niat baik-Ku dan semuanya ada dalam pengamatan-Ku. Dapatkah semua perkataan dan perbuatanmu mengikuti firman-Ku? Ketika ujian api menimpamu, maukah engkau berlutut dan memanggil? Ataukah engkau akan menyerah, tidak dapat bergerak maju?” (“Bab 10, Perkataan Kristus pada Awal Mulanya” dalam “Firman Menampakkan Diri dalam Rupa Manusia”). Melalui firman Tuhan, aku tidak hanya merasa kuat dan berani, tetapi juga memahami kehendak-Nya. Ujian yang aku jalani saat itu adalah saat bagi Tuhan untuk mengujiku. Petugas itu menyiksaku secara fisik dalam upayanya membuatku mengkhianati Tuhan, tetapi kehendak Tuhan bagiku adalah agar aku mempersembahkan pengabdian dan kasihku kepada-Nya. Dia meletakkan harapan-Nya kepadaku, jadi aku tidak bisa menyerah pada daging dan tunduk pada kekuatan Iblis. Aku tahu aku harus berdiri teguh di pihak Tuhan dan memberikan kesaksian yang kuat bagi-Nya. Petugas itu menyerangku secara beringas dengan tongkatnya dan gelombang demi gelombang arus listrik menyetrum, memaksa tubuhku untuk tak bisa bergerak dan meringkuk menjadi bola. Sambil menyodokku, dia berteriak, “Ayo bicara! Kalau kau tidak bicara, aku akan menyodokmu sampai mati!” Aku menggertakkan gigiku dan tetap tidak mengatakan sepatah kata pun. Melihat ini, dia pergi dengan marah. Pada saat itu, aku benci setan gila itu sampai ke sumsum tulang belulangku. Manusia diciptakan oleh Tuhan; percaya kepada-Nya dan menyembah-Nya adalah hal benar dan pantas tanpa keraguan, tetapi PKT dengan gila menolak Tuhan, menindas dan menganiaya orang-orang percaya secara brutal, bahkan tidak mengampuniku, seorang perempuan tua berusia 60 tahun. Mereka bahkan ingin membuatku mati! Semakin besar kerusakan yang mereka lakukan kepadaku, semakin aku menggertakkan gigiku dengan kebencian dan aku bersumpah dalam hati: meskipun ini ajalku, aku akan menjadi kesaksian bagi Tuhan. Aku tidak akan menjadi pengkhianat yang menjalani kehidupan yang memalukan, mengilhami cemoohan Iblis. Petugas itu kelelahan memukuliku dan meneriakiku, sehingga, melihat aku masih tidak mau mengatakan apa-apa, salah seorang petugas mencoba membujukku: “Kau sudah setua ini—untuk apa semua ini? Beri tahu saja kami apa yang ingin kami ketahui, siapa yang memberimu barang-barang itu dan di mana orang-orang itu tinggal, lalu kami akan membawamu pulang.” Tuhan memberiku pencerahan untuk memahami tipu daya Iblis ini, jadi aku tetap tidak mengatakan apa pun. Melihat aku tidak mau membuka mulut, dia tiba-tiba berbalik memusuhi dan mulai mengancamku. “Katakan yang sebenarnya dan kau tidak akan mendapatkan hukuman yang buruk, tetapi kalau tidak, kau akan mendapatkan perlakuan yang lebih keras. Jika kau tidak bicara, kau akan mendapatkan hukuman 12 tahun dan akan dikurung selama sisa hidupmu!” Aku merasakan dengungan di kepalaku saat mendengar dia mengatakan bahwa aku akan mendapatkan hukuman 12 tahun dan berpikir, “Aku dalam kondisi fisik yang begitu buruk sehingga tidak bisa bertahan selama satu tahun, apalagi 12 tahun. Mungkin aku akan mati di penjara.” Pemikiran menghabiskan sisa hari-hariku di penjara yang suram tanpa sinar matahari membuatku sangat sedih. Apakah aku akan dapat bertahan tanpa kehidupan gereja dan makanan dari firman Tuhan? Merasa tersesat, aku berdoa dalam hati kepada Tuhan. Dia segera memberiku pencerahan, membuatku memikirkan firman dari-Nya berikut ini: “Dari segala sesuatu yang ada di alam semesta, tidak ada satu pun yang mengenainya Aku tidak mengambil keputusan yang terakhir. Apakah ada sesuatu, yang tidak berada di tangan-Ku?” (“Bab 1, Perkataan Kristus pada Awal Mulanya” dalam “Firman Menampakkan Diri dalam Rupa Manusia”). Benar sekali! Nasib manusia berada di tangan Tuhan, dan semua peristiwa dan semua hal tunduk pada kekuasaan dan pengaturan-Nya. Tanpa terkecuali, apa yang difirmankan Tuhan pasti terjadi; jika Tuhan tidak mengizinkanku masuk penjara, polisi tidak bisa apa-apa, tetapi jika Dia mengizinkannya, maka aku akan tunduk untuk masuk penjara tanpa keluhan. Petrus mampu tunduk pada penghakiman dan hajaran Tuhan, terhadap ujian dan kesengsaraan. Dia tidak punya pilihan sendiri, dan dia menyerahkan diri sepenuhnya kepada Tuhan dan menaati pengaturan Tuhan. Pada akhirnya, dia disalibkan secara terbalik demi Tuhan—dia taat sampai mati dan menjadi garda depan kasih kepada Tuhan. Aku tahu bahwa aku perlu belajar dari teladan Petrus hari itu dan menempatkan diriku di tangan Tuhan. Meskipun itu berarti hukuman seumur hidup, aku tetap harus tunduk kepada Tuhan. Polisi akhirnya mengirimku ke pusat penahanan.

Di pusat penahanan, aku merasa seperti berada di neraka yang hidup. Tidak ada jendela di dalam sel, tidak ada penerangan listrik, dan lebih dari 20 orang dijejalkan ke sebuah sel berukuran hanya 10 meter persegi. Kami harus makan, minum, dan buang hajat sepenuhnya di dalam sel. Ada genangan-genangan kecil di seluruh lantai dan ada beberapa tikar yang digulung, tetapi tidak ada selimut atau seprai. Kami semua harus berbaring di atas genangan air tersebut untuk tidur. Ada ember untuk toilet di pojok, dan nyamuk dan lalat ada di mana-mana. Bau busuknya sangat menyengat sehingga aku hampir tidak bisa bernapas; semua orang berebut mencari ruang di dekat gerbang besi agar mereka bisa mendapatkan udara melalui lubang berukuran kurang dari satu kaki. Saat itu musim panas benar-benar panas dan ada begitu banyak orang berdesakan di sel kecil itu, sehingga banyak tahanan memilih bertelanjang, tanpa mengenakan apa pun. Perkelahian sering terjadi antara tahanan karena hal-hal sepele dan mereka terus-menerus menggunakan kata-kata kotor. Makanan sehari-hari kami berupa sup tepung setengah matang dan mie tipis, dan sayuran rebus tanpa minyak atau garam sedikit pun. Selalu ada kerak yang tersisa di bagian bawah mangkuk, dan semua tahanan mengalami diare. Suatu hari saat absen, ketika kami keluar untuk mencari udara segar, aku tidak sengaja melaporkan nomor tahanan yang salah. Petugas pemasyarakatan menjadi sangat marah, berteriak “Lihat dirimu, menyedihkan sekali! Dan kau seorang yang percaya kepada Tuhan!” Dia kemudian mengambil sepatu kulitnya dan memukul wajahku dengan sepatu itu sepuluh kali, membuat wajahku lebam-lebam. Semua teman satu selku kemudian mendapat masalah karena aku, dan semuanya dipukul sepuluh kali. Wajah mereka semua juga lebam-lebam; mereka menutupi wajah mereka dan menangis kesakitan. Sejak saat itu, petugas pemasyarakatan menyuruhku mencuci seragam dan kemeja mereka, serta selimut. Salah satu penjaga papan atas mengelola sebuah penginapan dari rumahnya dan dia akan membawa semua selimut yang telah dilepas, lalu menyuruhku mencucinya, dan setelah semuanya bersih aku harus merapikan semuanya dengan tangan. Aku benar-benar kelelahan pada akhir setiap hari sehingga seluruh tubuhku nyeri dan kesakitan; aku benar-benar merasa hancur berantakan. Hanya dalam beberapa hari tanganku menjadi bengkak. Pada saat-saat ketika aku benar-benar tidak tahan dan beristirahat sejenak, sipir akan menegurku dengan kejam, jadi aku tidak punya pilihan selain tetap bekerja, sambil menangis. Ketika tiba waktunya untuk beristirahat pada malam hari, meskipun mengantuk dan lelah secara fisik, aku tetap tidak bisa tidur nyenyak. Lenganku sakit dan nyeri dan punggungku sakit sekali sampai aku tidak bisa meluruskannya. Kakiku juga mati rasa. Bahkan sampai hari ini, aku hanya bisa mengangkat tanganku empat puluh atau lima puluh derajat—aku bahkan tidak bisa meluruskannya. Aku mengalami masalah pencernaan serius karena melakukan begitu banyak kerja keras tanpa pernah bisa mendapatkan cukup makanan, menyebabkan aku sering mengalami diare. Selain itu, luka bekas pukulan oleh petugas polisi jahat itu tidak pernah sembuh sepenuhnya. Kesehatanku semakin memburuk. Belakangan, aku menderita demam ringan dan terus-menerus, dan penjaga penjara menolak memberiku perawatan. Meskipun tidak menginginkannya, aku menjadi lemah dan berpikir, “Pada usia ini, jika siksaan semacam ini terus berlanjut, aku bisa mati di sini kapan saja sekarang.” Perasaan sunyi dan tak berdaya membuncah di dalam hatiku dan dalam kepedihanku aku berdoa kepada Tuhan. “Ya Tuhan, aku lemah sekali sekarang dan tidak tahu apa kehendak-Mu. Tuhan, tolong bimbing aku agar aku bisa menjadi kesaksian bagi-Mu melalui ini dan memuaskan-Mu.” Aku berseru kepada Tuhan dari dalam hatiku berulang-ulang, dan tanpa kusadari, Tuhan memberiku pencerahan, dengan menghadirkan nyanyian dari firman Tuhan ke dalam pikiranku. Diam-diam aku menyenandungkan nyanyian ini: “Tuhan telah menjadi daging kali ini untuk melakukan pekerjaan seperti itu, untuk mengakhiri pekerjaan yang belum Dia selesaikan, untuk mengakhiri zaman ini, untuk menghakimi zaman ini, untuk menyelamatkan manusia yang sangat berdosa dari dunia penuh lautan penderitaan dan sungguh-sungguh mengubah mereka. Banyak sudah malam-malam tanpa tidur yang telah diderita Tuhan demi pekerjaan umat manusia. Dari tempat yang tinggi sampai ke kedalaman yang paling rendah, Dia telah turun ke neraka hidup tempat manusia tinggal untuk melewati hari-hari-Nya bersama manusia, tidak pernah mengeluh tentang kejorokan di antara manusia, tidak pernah mencela manusia karena ketidaktaatannya, tetapi menanggung penghinaan terbesar sementara Dia melakukan pekerjaan-Nya sendiri. Bagaimana mungkin Tuhan menjadi milik neraka? Bagaimana mungkin Dia menghabiskan hidup-Nya di neraka? Tetapi demi semua umat manusia, agar seluruh umat manusia dapat menemukan istirahat lebih cepat, Dia telah menanggung penghinaan dan menderita ketidakadilan untuk datang ke bumi, dan secara pribadi masuk ke dalam ‘neraka’ dan ‘dunia orang mati,’ ke dalam sarang harimau, untuk menyelamatkan manusia” (“Setiap Tahap Pekerjaan Tuhan adalah untuk Kehidupan Manusia” dalam “Ikuti Anak Domba dan Nyanyikan Lagu Baru”). Saat aku bersenandung terus-menerus, air mata terus bergulir di wajahku, dan aku berpikir tentang bagaimana Tuhan adalah yang tertinggi, tetapi Dia telah merendahkan diri-Nya dua kali untuk menjadi manusia, menanggung penderitaan dan penghinaan tanpa akhir untuk menyelamatkan umat manusia. Dia tidak hanya menjadi sasaran perlawanan dan kecaman umat manusia yang rusak, tetapi Dia juga mengalami penindasan dan pengejaran oleh PKT. Tuhan tidak bersalah dan penderitaan-Nya adalah agar umat manusia dapat menjalani kehidupan yang baik dan bahagia di masa depan. Rasa sakit dan penghinaan yang dialami-Nya sangat besar, tetapi Dia tidak pernah menggerutu tentang hal itu ataupun mengeluh kepada siapa pun. Kepedihan yang aku derita saat itu adalah rahmat Tuhan yang datang kepadaku, dan di balik semua itu terdapat kehendak Tuhan. Hal itu terjadi agar aku bisa benar-benar melihat esensi jahat setan-setan tersebut dan kemudian memberontak terhadap Iblis, melepaskan diri dari pengaruh gelap Iblis dan mencapai keselamatan penuh. Namun, aku belum memahami maksud baik Tuhan, menjadi negatif dan lemah setelah mengalami sedikit penderitaan. Membandingkan ini dengan kasih Tuhan, aku melihat bahwa aku sangat egois dan pemberontak. Maka, aku membulatkan tekadku bahwa betapapun pahit atau betapapun sulitnya segala sesuatu, aku akan memuaskan Tuhan dan tidak lagi melakukan apa pun untuk menyakiti-Nya. Aku bersumpah atas hidupku bahwa aku akan menjadi kesaksian bagi Tuhan. Setelah tunduk, aku melihat perbuatan Tuhan. Setelah polisi mengurungku, Tuhan menggugah hati saudariku, yang bukan orang percaya, untuk membayar denda kepada polisi sebesar 16.000 yuan serta 1.000 yuan lagi untuk kamar dan makananku, dan aku pun dibebaskan.

Meskipun menderita siksaan fisik selama tiga bulan di penjara, aku telah melihat wajah sebenarnya dari kumpulan setan PKT dan penentangan mereka terhadap Tuhan. Menjalani beberapa penangkapan oleh pemerintah PKT juga memberiku beberapa pemahaman yang nyata tentang pekerjaan Tuhan, kemahakuasaan-Nya, hikmat-Nya, dan kasih-Nya. Aku melihat bahwa Tuhan mengawasiku dan melindungiku setiap saat, dan Dia tidak pernah meninggalkanku, meskipun untuk sesaat. Saat aku mengalami berbagai macam siksaan oleh setan-setan itu dan mengalami kesengsaraan, firman Tuhanlah yang menuntunku berkali-kali untuk menang atas perusakan dan penghancuran oleh Iblis, memberiku iman dan keberanian untuk mengatasi pengaruh kegelapan. Saat aku lemah dan tak berdaya, firman Tuhanlah yang segera mencerahkan dan membimbingku, bertindak sebagai pilar sejati bagiku dan menemaniku melewati hari demi hari yang tak tertahankan. Melewati penindasan dan kesulitan seperti itu telah memungkinkanku untuk mendapatkan harta kehidupan yang tidak bisa diperoleh pada masa damai dan nyaman. Melalui pengalaman ini, tekad dalam imanku telah menguat dan tidak peduli apa pun hal-hal mengerikan yang mungkin aku hadapi di masa depan, aku akan mengejar kebenaran dan kehidupan. Aku menyerahkan hatiku kepada Tuhan karena Dialah Tuhan atas ciptaan, dan Dialah satu-satunya Juruselamatku.

Sumber: id.kingdomsalvation.org

Tidak ada seorangpun dalam hidup ini yang menyukai masalah. Tetapi masalah tidak bisa kita hindari. Saat ini kami mengajak kamu untuk coba merenungkan bagaimana cara kita bisa keluar dari masalah itu . Ternyata jawabannya cuma satu. Apapun masalahnya, jawabannya ada pada Injil.

Kenapa Injil? Injil itu adalah kasih Tuhan kepada manusia. Injil disini bukan dalam konteks agama tapi kasih Tuhan kepada manusia. Siapapun orangnya,dalam hati kecilnya percaya bahwa ada Tuhan yang menjadikan semuanya.

Untuk itu saat ini kalau kamu sedang menghadapi sesuatu dalam hidup percayalah dan datanglah kepada Injil itu yang adalah Yesus Kristus Tuhan.

Dalam dunia ini tidak ada siapapun kecuali Yesus Kristus Tuhan yang pernah berkata Akulah Jalan, Akulah Kebenaran dan Akulah hidup. Semua manusia hidup kalau tidak menemui jalan berarti dia ketemu jalan buntu.Jadi bagaimanapun keadaanmu saat ini, datanglah kepada Yesus.

Untuk kalangan sendiri

Leave a Comment