Melayani dengan Prinsip CDEFG

Ps. Rudi Darmawan dilahirkan di Jakarta, tetapi kemudian menghabiskan masa kanak-kanaknya di Tegal. Di kota kecil yang termasuk provinsi Jawa Tengah ini, Rudi bergabung di sebuah gereja lokal. Di sana ia tidak hanya tercatat sebagai anggota jemaat, tetapi juga aktif dalam berbagai kegiatan pelayanan. Salah satunya pelayanan Sekolah Minggu.

Dilema Antara Karier atau Pelayanan
Sama seperti anak-anak muda lainnya, ia juga terus memikirkan masa depan seperti apa yang akan ia jalani kelak. Banyak pilihan terbentang di hadapannya, tetapi ia tidak mau gegabah. Karena ini menyangkut masa depannya, pilihannya harus dipikirkan masak-masak. Jangan sampai salah pilih karena waktu tidak akan bisa diputar ulang. Hal yang membuat saya bingung, apakah saya harus mengejar karier seperti yang dilakukan
kebanyakan orang, atau menjadi seorang hamba Tuhan full time. Daripada bertanya kepada orang dan
mendapat jawaban yang belum tentu benar, saya putuskan membawa hal ini dalam doa. Tanya langsung apa
pendapat Tuhan.

“Di gereja tempat saya berjemaat, setiap jemaat yang mengikuti kebaktian pergantian tahun akan mendapat secarik kertas berisi satu ayat firman Tuhan. Kebiasaan membagikan ayat ini sudah berjalan selama bertahun-tahun. Setiap kali mendapat kertas ayat, saya selalu menyimpannya di Alkitab. Suatu hari saat tengah berdoa, saya tergerak untuk membaca kertas-kertas ayat yang pernah saya terima. Setelah saya baca dan renungkan,
ternyata ayat-ayat tersebut merupakan jawaban doa saya. Semua mengarahkan saya untuk menjadi hamba Tuhan. Maka dengan mantap saya memilih melanjutkan studi ke Sekolah Alkitab,” jelasnya.

Ayah tiga anak ini mengaku bahwa cara Tuhan menjawab doanya waktu itu memang tidak lazim. Namun,
memang begitulah Tuhan. Dia dapat menggunakan sarana apa pun untuk menyatakan kehendak-Nya. Cara ini
hanya dapat dipahami oleh orang yang memiliki hubungan pribadi yang baik dengan Tuhan. Hal inilah yang
kemudian senantiasa diajarkannya kepada jemaat yang ia layani.

Saat menjelaskan tentang metode pelayanannya, Rudi Darmawan menjelaskan bahwa ia melakukannya
dengan prinsip CDEFG. Huruf C mewakili kata Calling, artinya jemaat harus diajar agar menyadari panggilannya. Huruf D mewakili kata Destiny, artinya jemaat harus diajar agar tahu ke mana tujuan
pelayanan dan perjalanan hidupnya sebagaimana yang dikehendaki Tuhan. Huruf E mewakili kata Equip,
artinya jemaat harus diperlengkapi agar dalam kehidupan pribadi maupun pelayanannya bisa maksimal. Terakhir, huruf F dan G mewakili Favor of God yang berarti berkenan pada Tuhan.

Membangun Jemaat
Guna mewujudkan hal tersebut, ia mengajar jemaat untuk melakukan dua program kerja yang disebut project 33 dan project 34. Project 33 mengajak jemaat menyediakan waktu selama 33 menit setiap hari untuk melakukan persekutuan pribadi dengan Tuhan. “Mau mengisinya dengan memuji Tuhan, membaca firman Tuhan, merenungkan firman Tuhan, atau berdoa, silakan saja. Yang penting fokusnya adalah mendekatkan diri kepada Tuhan. Bagaimana kalau ada orang yang sudah terbiasa melakukannya selama satu jam? Tidak masalah. Justru bagus itu. Teruskan saja,” katanya menerangkan.

Selanjutnya adalah project 34. Dalam project ini jemaat diajak untuk mendoakan tiga orang selama masing-masing empat menit. Jadi, totalnya dua belas menit. Berdoa memang kerap dianggap sepele, tetapi sebenarnya doa pun termasuk salah satu jenis pelayanan. Jadi ketika kita mendoakan orang lain, sebenarnya kita sudah melakukan pelayanan terhadap orang itu. Tindak lanjutnya ketika nanti bertemu, kita bisa membimbingnya untuk mengenal Tuhan lebih dekat.

Di samping kedua program pribadi di atas, ada juga program komunitas yang bernama COOL atau Community of Love. Di sini jemaat dibagi dalam beberapa kelompok persekutuan yang bertemu secara rutin. Melalui komunitas inilah jemaat saling bertemu, mendoakan, menghibur, menguatkan, serta membagikan kesaksian tentang pengalaman pribadinya bersama Tuhan.

Jika semua program di atas ditujukan untuk internal, apakah ada program internal? Suami Amy Darmawan ini kemudian menjelaskan bahwa saat ini gereja telah membuka sebuah PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini). Ini dilakukan karena mencermati adanya kebutuhan dari masyarakat sekitar untuk mendidik anak-anaknya yang berusia prasekolah. “Puji Tuhan, sejak mulai berdiri pada 2014 lalu, banyak orangtua memercayakan anaknya di PAUD kami. Selain PAUD, kami juga aktif dalam pelayanan ke sekolah-sekolah. Ada beberapa sekolah yang secara rutin kami layani. Jemaat kaum muda (youth) melayani jenjang SMP, SMA, SMK. Sementara, para guru Sekolah Minggu khusus melayani jenjang SD.”

Selama melakukan pelayanan, Rudi Darmawan mengakui bahwa sebenarnya setiap orang pasti ingin bertumbuh dalam pengenalan terhadap Tuhan. Sayangnya situasi kehidupan sehari-hari masih menjadi kendala. Terkait hal itu, peran seorang pemimpin jemaat sangat menentukan. “Saya menyebutnya sebagai pembapaan (fathering). Kita harus mengakui bahwa tidak ada orang yang bisa menjalani kehidupan ini seorang diri. Semua memerlukan seseorang yang bisa membimbing, mengarahkan, dan melindungi. Fungsi itulah yang dijalankan oleh seorang bapak rohani atau kakak rohani. Jadi, tugas seorang pemimpin jemaat tidak boleh hanya dibatasi oleh tembok gedung gereja. Ia juga harus hadir di tengah pergumulan kehidupan jemaat,” pungkasnya. Ryu

 

Sumber: ebahana.com

Leave a Comment