Mengharapkan Seorang Anak

Masa-masa awal pernikahan adalah masa-masa bahagia bagi kami. Tuhan telah memberikan saya WG, seorang istri yang terbaik bagi saya. Kami menikah tahun 1985 di catatan sipil karena orang tua menolak mengadakan upacara pemberkatan di gereja. Mereka menginginkan kami menikah secara adat leluhur yang secara tegas kami tolak. Saat usia pernikahan telah menginjak tahun yang ketiga, kami menjadi lebih sering merasa kesepian. Kami merasa masih ada sesuatu yang kurang di dalam kebahagiaan berumah tangga kami: seorang anak. Banyak dokter spesialis telah kami kunjungi; berbagai obat, terapi, serta bermacam tes dengan biaya yang tidak sedikit telah kami lakukan namun tak satu pun yang dapat membantu istri saya hamil.

Tekanan dan siksaan batin mulai kami alami, mulai dari keluarga sendiri hingga teman-teman, bahkan dari orang yang baru kami kenal sekalipun. Pertanyaan “Berapa putra Anda?” merupakan peperangan mental tersendiri bagi saya dan istri. Melalui diagnosa medis, semua dokter menyatakan bahwa tidak ada yang salah pada kami berdua. Di dalam keputusasaan, timbul niat untuk mencoba jalur “alternatif”. Seorang saudara menyarankan untuk berdoa di sebuah tempat ibadah terkenal di kota Tuban. Kami berdoa di sana dan tidak mendapati apa yang kami harapkan. Kami juga menemui “orang pintar” yang paling terkenal di Surabaya. Berbagai “syarat” telah kami ikuti seperti harus menyediakan kembang-kembang tertentu yang sulit dicari, namun tetap tidak membuahkan hasil.

Memasuki tahun keenam “petualangan” kami, kami disarankan untuk pergi mengunjungi seorang sinshe yang sangat terkenal dari Tiongkok yang kebetulan pada saat itu sedang berkunjung ke Indonesia. Istri saya dinyatakan lemah kandungan dan saya kurang memiliki kesuburan. Merasa mendapatkan titik cerah, kami patuhi segala peraturan untuk meminum ramuan pengobatan yang harganya sangat mahal itu. Aturan minum dan cara meracik ramuan tersebut sangat sulit, namun kami tetap tekun meminumnya hingga resepnya selesai. Dua bulan menanti tidak ada hasil apa pun selain menghabiskan uang semakin banyak. Kami benar-benar kecewa.

Kami menyerah. Jalan buntu yang kami temui membuat kami berpikiran untuk mengikuti program bayi tabung saja. Kemudian kami pergi berkonsultasi pada seorang androlog yang terkenal. Kami bertanya apakah dengan ikut program ini kami punya harapan memperoleh keturunan. Ia menjawab bahwa kemungkinannya hanya 50%. Bayi tabung pada saat itu masih tergolong teknologi yang masih baru. Biaya yang harus dikeluarkan pun sangat mahal dan tidak semua rumah sakit memiliki fasilitas tersebut. Kami bimbang, bagaimana kami harus mengeluarkan biaya yang sangat mahal untuk suatu ketidakpastian?

Akhirnya kami putuskan untuk membatalkan ikut program tersebut. Apalagi setelah kami ketahui bahwa pembuahan itu dilakukan di luar rahim, dan jika pembuahan itu berhasil baru akan dimasukkan kembali ke dalam rahim. Selebihnya, rumah sakit tidak berani menjamin keberhasilan proses kehamilannya. Alasan utama kami membatalkan program tersebut adalah karena selain biaya yang mahal, saya teringat bahwa kandungan istri saya yang lemah. Lelah dengan berbagai terapi dan pemeriksaan dokter, timbul niat kami untuk mengadopsi anak saja. Selain biaya yang dikeluarkan murah, juga tidak mengandung risiko apa pun. Tidak lama setelah kami membicarakan mengenai hal itu, istri saya bertemu dengan seorang teman lama yang adalah seorang dokter. Setelah berbincang-bincang, dia cukup kaget mengetahui bahwa kami belum memiliki anak.

“Sudah ke dokter?” tanyanya. “Sudah habis semua dokter kami kunjungi, bahkan berbagai pengobatan alternatif telah kami lakukan, namun tidak satu pun yang berhasil,” jawab kami.

“Masih ada satu dokter spesialis yang belum kalian kunjungi. Dia pasti mampu menyelesaikan permasalahan kalian. Dia adalah dokter di atas segala dokter,” katanya. Kami menjadi semakin kebingungan mendengar penuturannya. Dokter mana lagi? Kenapa bisa terlewatkan selama ini? Dan kami menjadi semakin yakin karena yang merekomendasikan adalah teman lama kami sendiri yang juga adalah seorang dokter. Pastilah dokter dengan reputasi terbaik. Seolah timbul harapan baru lagi setelah sekian lama kami kecewa dan putus asa.

“Siapa namanya? Tolong kenalkan kepada kami agar kami bisa segera pergi ke sana,” tanya kami dengan tidak sabar lagi.

“Namanya Tuhan Yesus!” jawabnya singkat. Kami berdua seperti disambar petir mendengar nama “Dokter” yang dia sebutkan. Kami sadar selama ini kami punya sikap yang salah. Kami pasrah, tapi pasrah yang salah. Kami tahu Dia yang paling berkuasa, namun kami selalu berpikir “kalau Tuhan memberi ya, pasti akan memberi, tapi kalau tidak itu merupakan kehendak Tuhan sendiri.” Nama Yesus tidak pernah kami sebut di dalam doa-doa kami. Kami merasa sangat berdosa karena selama ini melupakan Dia yang sesungguhnya mampu melakukan apa pun bagi orang yang percaya pada-Nya. Mulai malam itu, kami berdua berdoa sambil berlutut di hadapan Tuhan. Kami berpegangan tangan tanda sepakat menaikkan permohonan kami kepada Tuhan. Tiap malam kami meminta dengan sungguh-sungguh di hadapan Tuhan.

Dalam pergumulan doa kami setiap hari, rupanya Iblis tidak tinggal diam. Dia mencari cara agar kami berhenti memohon kepada Tuhan. Ibu saya berkata, “Lihat, semua saudaramu yang telah menikah sudah memiliki anak,” katanya. “Kalau mau dikaruniai anak, engkau harus kembali kepada kepercayaan leluhurmu.” Namun saya tetap bertahan menghadapi cobaan itu. Banyak teman-teman menganjurkan saya agar berselingkuh saja. Katanya, hal itu wajar saja dilakukan untuk membuktikan bahwa sebenarnya saya subur. Ketika hal itu saya ungkapkan kepada istri saya, dia kaget tapi tidak marah. Dia sendiri juga menceritakan hal yang sama, bahwa ada seorang pria yang dekat dengannya dan mengajaknya berselingkuh, tapi dia menolak. Setelah mendengar hal itu semua, kami menjadi semakin tekun berdoa, mengucap syukur pada Tuhan atas kebaikan dan perlindungannya pada kami karena diberikan kekuatan menghadapi cobaan.

Tepat 40 hari setelah kami berdoa, istri saya merasakan ada sesuatu yang aneh di dalam dirinya. Dia menjadi sering mual-mual dan merasa tidak enak badan. Segera kami pergi ke klinik untuk melakukan pemeriksaan. Setiba di rumah, dengan tegang kami ingin melihat hasil tes dokter. Istri saya tidak berani membukanya, dia menyuruh saya untuk membuka hasil tes tersebut. Setelah dibuka, ternyata hasilnya negatif. Istri saya menjadi kecewa dan sedih sekali. Entah bagaimana, tiba-tiba gelora iman di dalam hati saya muncul. Saya mengajak istri untuk menumpangkan tangan ke hasil tes itu. Walau kedengaran aneh, dia mau saja mengikuti ajakan saya. Kami sepakat berdoa. Setelah membuka mata, kami melihat hasil tes tersebut… negatif!

Kami berdoa untuk kedua kalinya. Hasilnya masih negatif. Saya katakan kepada dia agar jangan berputus asa, “Kita berdoa lagi.” Maka untuk ketiga kalinya kami berdoa. Ketika membuka mata dan melihat hasil tes tersebut, ternyata masih negatif. Namun sekilas dari hasil lab itu saya melihat ada semacam tanda titik di atas tanda negatif tadi. Menurut petunjuk, bila ada dua tanda strip pada hasil tes itu, maka itu berarti positif. Saya percaya itu adalah tanda dari Tuhan. Karena saya yakin bahwa tanda itu sebelumnya tidak ada dan kini telah bertambah menjadi sebuah titik kecil. Saya percaya bahwa tanda itu pasti bisa menjadi strip.

Istri saya tidak percaya, menurutnya titik itu hanya luntur saja. Menurut saya tidak, kalau kita beriman bahwa tanda itu berasal dari Tuhan, maka Dia pasti akan melakukan mukjizat. Maka kami mendoakan tanda titik itu sekali lagi, setelah kami buka tanda itu tampak berubah agak memanjang. Kami menjadi semakin bersemangat, dengan berkeyakinan bahwa pasti terjadi mukjizat, kami menumpangkan tangan sekali lagi pada hasil tes itu. Entah sudah berapa kali kami berdoa dan menumpangkan tangan, kami melihat bahwa hasil tes tersebut benar-benar telah berubah menjadi strip. Tanda yang menyatakan bahwa istri saya positif hamil! Suatu tanda iman yang sungguh kami nantikan selama bertahun-tahun. Tidak percaya akan tanda itu, kami pun kembali ke klinik keesokan harinya. Sungguh mukjizat Tuhan terjadi, hasil tes di klinik pun menyatakan bahwa istri saya sedang hamil muda. Masih kurang percaya akan hasil lab, maka kami pergi juga ke sinshe. Saat sinshe meraba nadi istri saya, dia menyatakan bahwa istri saya sedang hamil dua minggu.

Keajaiban Tuhan sungguh nyata dan tepat waktu karena pada saat itu kami memang sudah merencanakan untuk mengadopsi anak jika sampai akhir tahun ini belum ada tanda-tanda kehamilan. Ternyata Tuhan tidak pernah mengecewakan orang yang bersungguh-sungguh percaya kepada-Nya. Dia menjawab doa kami, dan di penghujung tahun, tepatnya tanggal 27 Desember 1991, anak kami yang pertama lahir. Kini kami telah dikaruniai 3 orang anak. Tidak habis bila saya harus menceritakan tentang kebaikan Tuhan di dalam kehidupan rumah tangga kami. Dia tidak pernah terlambat untuk menolong.

 

 

 

 

 

Mari menjadi Garam & Terang dunia melalui kesaksian hidup kita yang memberkati.

DOA Memulai Hubungan Pribadi dengan Tuhan Yesus Kristus:

Saya percaya bahwa Darah Yesus Kristus yang telah dicurahkan adalah untuk penebusan atas segala hutang dosa saya.
Saya percaya hanya melalui Tuhan Yesus saya beroleh pengampunan yang kekal.
Dan mulai saat ini juga, saya menerima Engkau sebagai Tuhan dan Juruselamat hidup saya pribadi.
Saya mengundang ROH KUDUS tinggal didalam hati saya untuk menuntun saya dalam setiap langkah dan pengenalan saya akan Engkau.
Saya berdoa Hanya di Dalam Nama Tuhan Yesus Kristus, AMIN. 

Sumber: sabda.org

Web Kesaksian : www.kesaksian.org
Email: papua@kesaksian.org
Whatsapp: +62 882-9116-6911

Untuk kalangan sendiri

Leave a Comment