Leonardo Edo Wior, itulah nama yang diberikan kepada saya. Sejak berusia 6 tahun hingga lulus SMP saya diasuh oleh Opa, terpisah dari kedua orang tua. Didikan Opa sangat keras. Kerap kali melakukan kesalahan, ia akan membentak, memukul, atau mencambuk saya. Kebiasaan ini membuat saya tumbuh menjadi pribadi yang keras.
Meskipun demikian, dalam hati saya, masih ada kerinduan untuk bisa berada di tengah-tengah keluarga yang utuh bersama kedua orang tua, Papa dan Mama.
Suatu hari, Papa dan mama menjemput dan mengajak saya untuk tinggal bersama mereka di Manado. Awalnya, saya sangat senang akan hal ini. Akhirnya saya bisa merasakan sosok orang tua utuh yang mengasihi saya. Saya bisa membayangkan betapa bahagianya bisa dikasihi dalam keluarga yang hangat.
Tetapi harapan saya ini tidak sesuai dengan kenyataan yang saya hadapi. Setiap melakukan kesalahan, walaupun kesalahan itu menurut saya adalah hal yang kecil, Papa akan mencambuk saya. Saya masih ingat pertama kali Papa mencambuk saya menggunakan ikat pinggang.
Walaupun mama ada dan mencoba untuk membela saya, namun Mama tidak bisa menghetikan Papa. Rasa sakit dan kecewa makin melekat dalam diri saya saat itu. Saya rindu untuk mendapatkan pelukan dari seorang Papa, saya rindu untuk dirangkul dan disayangi oleh Papa. Ini yang kemudian memicu saya untuk menjadi seorang pemberontak kepada Papa.
Masa SMA adalah awal dari semua sikap pemberontakan itu. Saya mulai mengajak teman-teman untuk minum, merokok, bermain hingga larut malam di rumah. Masa bodoh jika Papa marah. Saya sekarang sudah besar, kalaupun Papa mau memukul, kini saya bisa melawannya.
Tahun 2010, saya pergi ke Batam untuk bekerja. Kala itu, saya bekerja sebagai seorang pengawas diskotik besar di Batam. Disinilah dimana saya semakin terjerumus ke dalam dosa. Pernah suatu hari seorang teman mengajak saya ke sebuah hotel untuk menemui seorang bandar narkoba.
Jenis sabu adalah narkoba yang saat itu teman saya ajarkan dan berikan kepada saya. Perasaan pertama saat baru mencobanya adalah perasaan yang tenang. Saya berpikir kalau ini adalah kepuasan yang selama ini saya cari. Semakin hari, wanita, sex bebas, mabuk, narkoba adalah hal yang biasa bagi saya. Ini adalah gaya hidup saya. Namun tetap saya tidak merasa ada kepuasan dalam diri.
Tentu saya tidak tahu kalau Papa yang menyuruh Mama untuk menelepon. Namun hati kecil, setiap mendapat panggilan dari rumah, saya selalu berharap kalau Papa lah orang yang ada diseberang telepon sana. Saya berbohong kepada Mama dengan mengatakan kalau saya bekerja di sebuah toko sepatu.
Saat saya berada di diskotik, teman mengatakan kalau saya yang harus membeli obat. Karena menghargai dan ada perasaan ingin diakui sebagai teman, saya membeli dan menggunakannya. Tidak sampai habis, setengah pun tidak.
Sekitar pukul 3 pagi, saya mendengar ada suara yang tegas, keras, berwibawa seperti desau air bah dengan cahaya berkata, “murkaku ada padamu, dan amarahku menyala-nyala ke atasmu.” Sontak saya ketakutan, seluruh tubuh rasanya gemetar. Ketakutan ini bahkan semakin menjadi-jadi, terutama saat tahu kalau saya sedang berada dalam murkanya Tuhan.
Saat itu saya dibawa kepada suatu kejadian yang nampak nyata. Saya melihat ada seorang yang meninggal karena kecelakaan. Dengan jelas saya bisa melihat setiap potongan tubuh korban yang porak poranda akibat kecelakan tersebut. Betapa kagetnya saya saat mendapati kalau orang yang mengalami kecelakaan tersebut adalah saya sendiri. Saya kalap. Saya ketakutan.
Tentu saya harus bisa memastikan kalau ini bukanlah halusinasi karena sabu yang saya konsumsi sebelumnya. 3 hari lamanya saya mengurung diri di kamar. Ketakutan kalau nanti keluar kamar, saya akan mati sia-sia. Masih terngiang dalam pikiran saya betapa mengerikannya tubuh saya yang tergeletak di trotoar malam itu.
Ada keinginan dalam diri kalau saya tidak ingin lagi hidup dalam dosa, saya tidak ingin melakukan kejahatan lagi. Saya ingin berubah dan saya ingin dipulihkan. Dalam ketakutan saya akan kehidupan di neraka, murka Tuhan dan kematian, ada suara dalam hati kecil saya untuk mohon ampun kepada Tuhan.
Saya merasa diingatkan kalau Tuhan adalah pribadi yang mengasihi, yang mencintai apa adanya. Dia adalah Yesus Kristus yang telah berkorban bagi saya diatas kayu salib. Saya mengikuti apa yang hati kecil saya itu katakan. “Tuhan Yesus, kalau masih boleh saya diampuni, kalau masih boleh dosa saya kembali diputihkan,” doa saya kala itu.
Sesaat setelah berkata demikian, saya merasa kalau ada damai sejahtera dan sukacita dari Surga yang tercurah dalam hidup saya dari ujung kepala sampai kaki. Saya merasa sedang berada di dalam Surga. Dunia ini tidak bisa memberikan sejahtera dan sukacita yang luar biasa saya rasakan tersebut. Narkoba, bahkan Papa pun tidak bisa.
Semua ini didapat saat saya menerima Yesus sebagai Juru Selamat. Saya merasakan damai sejahtera sorgawi, saya merasakan sukacita dan kasih Yesus yang ada dalam saya tanpa syarat apa pun. Tak lama setelahnya, hati kecil saya seakan berkata kalau saya membutuhkan seorang pembimbing rohani yang bisa menuntun ke dalam perubahan.
Saya mendatangi sebuah gereja dan menemukan sosok pembimbing rohani tersebut.Disitu saya belajar kembali mengenai pengampunan. Ada dorongan kalau saya harus mengampuni Papa. Saya pergi ke Manado, menemui Papa dan meminta maaf atas kelakuan saya yang mungkin menyakiti hati Papa. Saat itu pula saya bisa merasakan kalau hubungan kami juga dipulihkan.
Saya merasakan damai sejahtera, sukacita, dan kasih yang luar biasa di dalam Kristus. Walaupun dosa yang saya rasa adalah besar, tetapi Tuhan bisa mengampuni seluruh dosa saya dan memberikan pemulihan dan berkat yang melimpah bagi saya.
Setelah menerima semua pemulihan ini, saya mulai mendengar kesaksian dari Papa. Saya tahu kalau Papa adalah sosok yang menginginkan yang terbaik bagi anaknya. Setiap kekerasan yang dilayangkan kepada saya adalah tindakan yang Papa saya dapat dari Opa. Kini keluarga saya sudah utuh, semuanya sudah dipulihkan dalam nama Yesus.
DOA Memulai Hubungan Pribadi dengan Tuhan Yesus Kristus:
Saya percaya bahwa Darah Yesus Kristus yang telah dicurahkan adalah untuk penebusan atas segala hutang dosa saya.
Saya percaya hanya melalui Tuhan Yesus saya beroleh pengampunan yang kekal.
Dan mulai saat ini juga, saya menerima Engkau sebagai Tuhan dan Juruselamat hidup saya pribadi.
Saya mengundang ROH KUDUS tinggal didalam hati saya untuk menuntun saya dalam setiap langkah dan pengenalan saya akan Engkau.
Saya berdoa Hanya di Dalam Nama Tuhan Yesus Kristus, AMIN.
Sumber:
https://www.jawaban.com