PENDERITAAN, MEMBUKA PINTU BERKAT YANG BARU

Bertahun-tahun lamanya, Wiharja harus tersiksa akibat penyakit yang dideritanya. Pada suatu hari Wiharja tiba-tiba merasa pegal-pegal di jari kaki kirinya. Rasa pegal itu menjadi semakin parah sampai Wiharja harus berjalan terpincang-pincang. Oleh seorang temannya, Wiharja diantarkan ke seorang tukang pijat. Dari ahli pijat itulah Wiharja tahu kalau ia menderita penyakit rematik yang jenisnya tidak boleh dipijat. Hanya bisa dihangatkan saja.

Penderitaan yang dirasakan Wiharja belum berakhir. Rasa sakit itu mulai menjalar ke sendi-sendi tangannya. Akibatnya Wiharja harus dirawat di rumah sakit. Dokter rumah sakit yang menganalisis penyakit Wiharja menduga ada infeksi di persendian tangan Wiharja. Dengan diagnosa itulah dokter memutuskan untuk memberikan suntikan penisilin. Namun keesokan harinya saat Wiharja kembali disuntik penisilin, Wiharja mengalami gejala yang berbeda. Kepalanya terasa penuh dengan suara-suara seperti bunyi komputer yang lemah. Ternyata Wiharja tidak tahan dengan suntikan penisilin.

Tahun 1993, Wiharja divonis menderita penyakit rematik akut. Hari demi hari Wiharja harus menahan rasa sakit yang luar biasa pada sendi kaki dan tangannya. Sampai akhirnya persendiannya pun mengalami perubahan.

Rematoid Atritis adalah penyakit radang sendi yang disebabkan olehauto immunAuto immun itu adalah proses dimana sel-sel immun si penderita menyerang tubuhnya sendiri. Kalau misalnya sudah bertahun-tahun, persendiannya menjadi kaku, tidak bisa digerakkan dan akhirnya lumpuh,” jelas dr Revina mengenai penyakit yang diderita Wiharja.

Saat penyakitnya kambuh selalu diserta dengan demam tinggi dan rasa sakit yang luar biasa di persendian mana pun baik di kaki maupun tangan. Penderitaan itu biasanya harus dialaminya paling sedikit selama dua minggu. Saat itu Wiharja hanya bisa mengerang kesakitan tak berdaya. Namun dalam keadaan seperti itu, Wiharja mengambil tekad untuk tidak ditemani di malam hari. Ia tidak mau merepotkan istri dan anaknya. Sudarti, Istrinya, tak tega menyaksikan penderitaan Wiharja tapi Sudarti sendiri tidak berani melanggar perintah Wiharja untuk tidak menemaninya di malam hari.

Dalam keadaan putus asa dan tidak berdaya, Wiharja datang kepada Tuhan dan menyesali kesalahan yang pernah dilakukan terhadap keluarganya, terutama kepada istrinya. Wiharja sering mengabaikan istrinya. Meskipun istrinya sedang sakit dan tidak ada yang menjagai anak mereka yang masih kecil, Wiharja tetap sibuk dengan kegiatannya sebagai seorang hamba Tuhan. Karena Wiharja merasa banyak orang yang lebih memerlukan kehadirannya. Wiharja benar-benar berlaku tidak adil dan jauh dari kasih terhadap istrinya.

“Karakter Bapak sebelum mengenal Tuhan Yesus secara pribadi adalah seorang yang keras, tidak terbuka sehingga sering menimbulkan konflik di antara kami,” kisah Sudarti mengenai kondisi rumah tangga mereka.

Hal ironis pun terjadi. Sebagai hamba Tuhan yang sudah tidak berdaya, masih saja ada orang yang datang untuk minta didoakan. Terkadang sambil menahan sakit yang teramat sangat, Wiharja masih harus berbicara dan melayani orang-orang yang minta didoakan. Bagi Wiharja, itulah cara Tuhan untuk membangun mentalnya di hadapan Tuhan.

Usaha untuk sembuh tetap dilakukan. Namun sesuatu yang lebih baik tidak pernah terlihat. Sampai pada suatu ketika, Wiharja benar-benar merasa kesakitan dan berpikir untuk mati. Kondisinya sudah sangat drop. Pada saat itulah Wiharja berteriak kepada Tuhan. Namun ada suara di dalam hati Wiharja yang berkata kalau dirinya tidak akan mati karena rencana Tuhan di dalam hidupnya belum tuntas.

Wiharja tidak mau dikalahkan oleh penyakitnya. Ia pun mulai bangkit. Dalam keterbatasannya secara fisik, Wiharja terus berpikir bagaimana caranya agar ia dapat tetap mengunjungi orang-orang yang ia layani. Saat itulah gagasan “ministry by mail” itu muncul. Dengan membuat buletin “ministry by mail”, Wiharja dapat mengunjungi rekan-rekannya lewat surat.

“Isi buletin itu seringkali memberikan kekuatan kepada saya di saat saya sedang bingung,” ujar Ibu Trix Ratulangi, salah satu rekan Wiharja yang menerima buletin dari Wiharja.

“Beliau juga melihat bagaimana keadaan kita, dalam kondisi seperti apapun kita harus tetap berperan, hadir sebagai terang,” kisah Ibu Petty Wuler, rekan Wiharja yang lain.

Tidak berhenti sampai di situ. Dengan tekad dan semangat yang tinggi, Wiharja digerakkan Tuhan untuk mulai menulis buku. Dalam segala keterbatasannya, Wiharja hanya yakin dan percaya bahwa Tuhan akan mengajari dan menuntunnya agar ia dapat mewujudkan mimpi itu. Buku pertama yang ditulisnya dengan belajar dari membaca Alkitab adalah mengenai puasa.

Walaupun masih tetap membutuhkan pertolongan orang lain, kini Wiharja sudah dapat melakukan sendiri aktifitasnya sehari-hari. Pada awalnya, ketika Wiharja mengalami kelumpuhan, ia tidak dapat melakukan apa-apa dan harus digendong. Segala hal harus dengan bantuan orang lain. Tapi saat ini banyak hal yang sudah dapat dilakukannya sendiri. Berkat keyakinan, semangat dan pengharapannya kepada Tuhan, Wiharja tidak menganggap cacat tubuhnya sebagai penghalang untuk melakukan hal-hal yang berarti bagi orang lain.

Walaupun dengan keadaan fisik yang tidak sempurna, tapi bagi Wiharja penyakitnya itu tidak membuatnya mundur. Dalam masa penyembuhannya, Wiharja tetap memiliki kerinduan untuk memotivasi orang lain melalui buletin “ministry by mail” dan buku-buku karangannya sampai sekarang.

“Saya mengucap syukur Tuhan kuatkan saya, terus menuntun saya untuk terus melayani,” ujar Wiharja menutup kesaksiannya.

Seringkali ketika kita menghadapi masalah, kita menghadapi persoalan, kita berpikir bahwa Tuhan meninggalkan kita. Kita berpikir bahwa Tuhan tidak perdulu dengan kita. Padahal tidak demikian. Tuhan tidak pernah meninggalkan kita. (Kisah ini sudah ditayangkan 21 Januari 2008 dalam acara Solusi di SCTV).

 
Diambil dari :
Jawaban.com

Leave a Comment