Waktu saya masih remaja, saya sering bertanya-tanya tentang masa depan saya. Apa yang dapat saya harapkan dari hidup ini? Apa yang sedang menanti saya?
Saya merenungkan pola hidup yang akan saya jalani. Saya akan menjadi dewasa. Saya akan secara rutin ke gereja. Saya akan ke sekolah. Kuliah dan mungkin melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi. Setelah itu mungkin saya akan menikah dan berkeluarga. Dan pada akhirnya saya akan mati.
Hidup kelihatannya singkat. Mungkin akan ada hal-hal lain yang menandai perjalanan saya, tapi melihat pada apa yang dianggap “hidup yang normal” saya harus bertanya: “Apakah itu saja?”
Saya agak kecewa. Saya tahu harus adalah suatu tujuan yang lebih tinggi – suatu alasan mengapa saya eksis di dunia ini. Saya banyak berpesta, tapi dalam cara yang baik – saya hanya mau bersenang-senang dan menikmati hidup. Saya tidak memiliki suatu komitmen yang jelas.
Saya merasakan harus ada sesuatu yang lebih dari kehidupan yang sedang saya jalani. Harus ada dunia yang lebih luas dari yang saya kenal. Saya mencari-cari jawaban bagi kekosongan yang saya rasakan. Saya mencari suatu arah tujuan yang jelas.
Suatu malam, seorang teman mengundang saya untuk ke sebuah konser. Saya sangat menyukai musik, jadi saya langsung berkata, “Ok. Ayo kita pergi!” Di dalam konser itu, saya melihat seorang pria yang berdiri di tengah kerumunan orang banyak sambil melambai-lambaikan tangannya yang memegang sebuah buku. Dengan penuh keyakinan, dia berkata, “Saya tahu rencana untuk hidup Anda!”
Kalimat itu benar-benar membuat saya tersentak tapi juga sedikit jengkel. Bagaimana dia tahu apa rencana untuk hidup saya – atau rencana untuk hidup siapa pun!?
“Saya tahu rencana Tuhan untuk hidup Anda!”
Rencana Tuhan? Untuk hidup saya? Saya harus mendapatkan buku yang ditangannya itu!!
Setelah konser itu selesai, saya mendekati orang itu dan bertanya: “Buku yang Anda pegang di tangan Anda tadi – bisakah saya membelinya?”
“Buku apa?” tanyanya.
“Buku yang Anda pegang tadi – yang Anda katakan punya rencana untuk hidup saya!”
“Oh,” jawabnya. “Maksud Anda, Alkitab.”
Alkitab?
Saya menatapnya. Tapi saya sudah punya Alkitab. Saya dibesarkan di dalam keluarga Kristen – pergi ke gereja dan menghadiri kegiatan di gereja adalah bagian dari hidup saya. Namun berhadapan dengan begitu banyak teman-teman yang berbeda agama, saya pikir bahwa semua agama itu memimpin pada Tuhan. Saya tahu ada Tuhan di luar sana, sosok yang lebih besar dari saya, tapi selain itu, saya tidak ada pemahaman yang lain.
Awalnya saya pikir orang itu menawarkan sesuatu yang baru, suatu cetak biru yang sedang saya cari-cari, tapi padahal buku itu sudah saya ketahui. Atau apakah saya mengetahuinya?
“Saya sudah mempunyai Alkitab,” jawab saya.
“Pernahkah Anda membacanya?” dia bertanya pada saya. Itu satu tantangan yang tidak dapat saya abaikan. Saya sudah pernah ke sekolah Minggu dan membaca Alkitab sepotong di sana dan sepotong di sini. Tapi apakah saya MEMPERCAYAINYA?
“Tahukah Anda apa yang akan terjadi jika Anda mati?” tanya orang itu.
“Tidak,” jawab saya. “Tidak ada orang yang tahu.” Saya agak skeptis. Saya dibesarkan di keluarga yang religius, tapi semua teman-teman saya yang beragama lain juga religius. Saya tidak percaya pada sesuatu yang mutlak.
“Alkitab berkata bahwa Anda dapat mengetahuinya. Apakah menurut Anda, Tuhan akan membohongi Anda?”
“Tidak,” kata saya. “Tapi Anda bisa saja membohongi saya.”
Dengan penuh kesabaran, pria itu menunjukkan pada saya ayat-ayat di dalam Alkitab yang menjelaskan bahwa Yesus Kristus telah mati untuk memberikan pada saya hidup kekal. Saya dapat dengan yakin mengetahui apa yang akan terjadi pada saya bukan saja di dalam hidup ini tapi setelah kematian saya. Yesus – satu-satunya jalan kepada Allah – telah membayar harga untuk menebus dosa-dosa saya.
Yesus mati bagi saya. Hidup yang saya pandang remeh itu begitu penting bagi Allah di mana Dia mengutus Yesus untuk mati bagi saya. Dia peduli pada saya.
Malam itu saya menyerahkan hidup saya pada Kristus. Saya tahu dengan pasti bahwa saya telah menemukan apa yang saya cari. Saya sekarang tahu bahwa saya tidak hanya setitik debu di antara begitu banyak manusia di bumi ini.
Malam itu suatu mukjizat terjadi. Sesuatu yang nyata telah terjadi di dalam hati saya dan itu merupakan titik mula petualangan saya belajar untuk mengenal Allah yang hidup.
Allah lewat Kristus telah memberikan tujuan dalam hidup saya dan menyingkapkan pada saya tujuan hidup yang dulunya saya pikir tidak eksis.
DOA Memulai Hubungan Pribadi dengan Tuhan Yesus Kristus:
Saya percaya bahwa Darah Yesus Kristus yang telah dicurahkan adalah untuk penebusan atas segala hutang dosa saya.
Saya percaya hanya melalui Tuhan Yesus saya beroleh pengampunan yang kekal.
Dan mulai saat ini juga, saya menerima Engkau sebagai Tuhan dan Juruselamat hidup saya pribadi.
Saya mengundang ROH KUDUS tinggal didalam hati saya untuk menuntun saya dalam setiap langkah dan pengenalan saya akan Engkau.
Saya berdoa Hanya di Dalam Nama Tuhan Yesus Kristus, AMIN.
Sumber: cahayapengharapan.org