Teguran dari Tuhan Saat Aku Bertemu Temanku yang Pernah Sakit Kanker

Oleh Anne Grace, Medan

Beberapa bulan lalu aku dan teman-temanku sedang berada di kantin. Buat kami, kantin adalah tempat yang menyenangkan. Sembari menunggu mata kuliah selanjutnya, kami bisa saling bercanda sambil internetan, apalagi di sana ada fasilitas wifi.

Suatu ketika, dua orang lelaki melintas di depan kami. Salah satu dari mereka menarik perhatian kami.

“Astaga, lihat tuh botak. Lucu ya,” celetuk temanku.

“Haha, dia kok pede ya?” sambung yang lain.

Aku menanggapi teman-temanku dengan tersenyum. Aku tidak mengenal siapa lelaki botak itu, dan kupikir dia berpenampilan seperti itu karena dia sedang mengikuti tes masuk kerja.

Peristiwa itu pun berlalu. Sampai suatu ketika, aku menemui seorang teman dekatku di pojokan kampus. Rupanya saat itu temanku itu tidak sendiri, lelaki botak yang dulu kulihat dari kantin ada bersamanya. Tapi, kali ini lelaki itu sudah tidak botak lagi. Temanku berkata kepadanya, “Rambutmu sekarang udah panjang aja ya.”

Aku langsung menatap ke arah lelaki yang tak lagi botak itu. “Hah? Memangnya waktu itu sengaja dibotakin ya?”

“Aku baru sembuh dari kanker,” jawabnya perlahan.

Tiba-tiba aku merinding dan penasaran. “Kanker? Kok bisa? Serius? Eh cerita dong,” tanyaku dengan nada tinggi sehingga membuatnya enggan bercerita. Aku merendahkan nada suaraku dan mencoba memberikan pertanyaan dengan lebih lembut. Dia pun akhirnya bersedia menceritakan pengalamannya.

Suatu ketika dia merasa ada yang tidak beres dengan mulutnya. Ada gigi yang busuk dan gusi yang membengkak. Dia pikir itu hanya sakit biasa yang akan segera sembuh. Tapi, keadaan makin memburuk hingga akhirnya dia dan orang tuanya memeriksakan diri ke rumah sakit. Setelah mengikuti serangkaian pemeriksaan, dokter mendiagnosis bahwa dia terkena kanker kelenjar getah bening. Awalnya dia tidak percaya. Dia berusaha mengelak dari kenyataan ini. Tapi, ayahnya menyadarkannya bahwa penyakit kankernya itu bisa saja merenggut nyawanya dan sesegera mungkin dia harus menjalani perawatan. Saat itu kedua orang tuanya menangis. Mereka tidak menyangka bahwa anaknya bisa terkena penyakit ini, padahal tidak ada riwayat kanker dalam keluarga mereka.

Kedua orang tuanya kemudian membawanya berobat ke luar negeri. Dokter mengatakan kankernya sudah memasuki stadium dua, namun masih ada peluang sembuh asalkan mengikuti semua perintah dan ketentuan dari dokter. Dia harus dikemoterapi. Rasa takut pun memenuhinya, apalagi setelah mendengar cerita dari orang-orang yang berkata kemoterapi itu adalah proses yang menyakitkan. Efek samping yang ditimbulkannya pada pasien bisa berupa rasa sakit, mual, dan pusing yang luar biasa.

Namun saat itu dia merenung. Di satu sisi dia sangat ketakutan. Tapi, di sisi lainnya dia tidak tahan melihat orang tuanya yang bersedih karena penyakitnya. Dia pun akhirnya belajar untuk menyerahkan apa yang akan terjadi kepada tangan Tuhan seraya memohon supaya Tuhan memberinya kekuatan untuk menjalani proses kemoterapi itu.

Proses kemoterapi pun dimulai. Kedua orang tuanya tak pernah berhenti memberinya dorongan, semangat, dan doa. Hingga singkat cerita, melalui proses pengobatan itu, Tuhan memberinya kesembuhan. Dokter menyatakan dia sembuh dan sekarang rambut-rambut kecil mulai tumbuh di kepalanya.

Aku membayangkan bagaimana rasanya menanggung penyakit itu, apalagi di usia yang masih muda. Aku pun bertanya bagaimana responsnya ketika dia divonis terkena kanker.

“Saat itu aku cuma bisa pasrah. Yah kalau memang waktunya dari Tuhan, mau bilang apa,” tuturnya.

Dia pun melanjutkan bahwa sekarang dia bersyukur buat kesempatan yang Tuhan berikan padanya karena tidak banyak orang yang seberuntung dirinya, yang bisa sembuh dari penyakit mematikan ini. Saat ini dia belajar untuk menggunakan hari-harinya sebaik mungkin selagi masih diberi kesempatan untuk hidup dan berbakti kepada orang tua.

Kata-kata yang keluar dari mulutnya itu membuat batinku terguncang. Aku diam membisu. Aku merasa apa yang baru saja kudengar itu seperti sebuah kisah novel yang nyata. Aku malu tatkala mendengar bahwa dia masih bisa bersyukur untuk beban berat yang dia alami. Aku merasa ditegur hebat.

Mungkin aku harus mengatakan bahwa aku adalah orang yang bebal di mata Tuhan. Seringkali aku menuntut supaya kehendakku saja yang harus dituruti. Aku kehilangan ayahku saat aku masih kecil, dan sejak saat itu tertanam pemikiran di hatiku bahwa aku bukanlah anak yang beruntung. Aku selalu merasa iri hati saat aku bertemu dengan orang lain yang hidupnya tampak sempurna di mataku. Aku pun merasa Tuhan tidak mengasihiku.

Hingga akhirnya, melalui pertemuanku dengan seorang mantan penderita kanker, aku merasa Tuhan seperti berbicara langsung kepadaku. Aku disadarkan bahwa selama ini aku tidak pernah ingat untuk bersyukur. Aku jadi teringat kata-kata yang guru agamaku ucapkan waktu aku SMA dulu:

“Kalau kamu ingin bahagia, jadilah orang yang bersyukur. Bersyukurlah untuk setiap hal kecil dalam hidupmu. Ketika kamu baru mulai membuka mata, mintalah hati yang bersyukur, mintalah dengan hati yang tulus bukan untuk kesenanganmu semata.”

Aku menangis, namun aku merasa lega karena Tuhan menyadarkanku apa yang salah dalam diriku. Sejak saat itu, aku belajar berdoa dan selalu menyempatkan diri untuk mengucap syukur terlebih dulu kepada Tuhan dan membiarkan Tuhan mengisi ruang kosong dalam hatiku.

Memang kehidupanku saat ini tidak pernah lepas dari masalah dan mungkin juga beban hidup akan bertambah berat. Tapi, aku percaya bahwa Tuhan tidak pernah mengizinkan masalah terjadi di luar kemampuan hamba-Nya. Dan yang pasti, Tuhan berjanji akan selalu mendampingi melewati setiap masalah yang ada. Aku bersyukur bahwa Tuhan selalu mengajariku dengan cara-Nya yang tak terduga. Sekarang, aku tidak lagi memandang masalah-masalahku sebagai sesuatu yang teramat besar. Masalahku hanyalah hal kecil jika dibandingkan dengan Tuhanku yang Mahabesar. Alih-alih khawatir akan masalah, aku sadar inilah waktunya untukku bersyukur dan memuji Tuhan.

“Mengucap syukurlah dalam segala hal, sebab itulah yang dikehendaki Allah di dalam Kristu Yesus bagi kamu” (1 Tesalonika 5:18).

Sumber: warungsatekamu.org

Tidak ada seorangpun dalam hidup ini yang menyukai masalah. Tetapi masalah tidak bisa kita hindari. Saat ini kami mengajak kamu untuk coba merenungkan bagaimana cara kita bisa keluar dari masalah itu . Ternyata jawabannya cuma satu. Apapun masalahnya, jawabannya ada pada Injil.

Kenapa Injil? Injil itu adalah kasih Tuhan kepada manusia. Injil disini bukan dalam konteks agama tapi kasih Tuhan kepada manusia. Siapapun orangnya,dalam hati kecilnya percaya bahwa ada Tuhan yang menjadikan semuanya.

Untuk itu saat ini kalau kamu sedang menghadapi sesuatu dalam hidup percayalah dan datanglah kepada Injil itu yang adalah Yesus Kristus Tuhan.

Dalam dunia ini tidak ada siapapun kecuali Yesus Kristus Tuhan yang pernah berkata Akulah Jalan, Akulah Kebenaran dan Akulah hidup. Semua manusia hidup kalau tidak menemui jalan berarti dia ketemu jalan buntu.Jadi bagaimanapun keadaanmu saat ini, datanglah kepada Yesus.

Kalau kamu ingin mengenal siapa Yesus lebih lagi, silahkan chat dengan kami.
Silahkan Whatsapp ke:
Whatsapp: +62 889-1466-144

Untuk kalangan sendiri

Leave a Comment