Tidak Selamanya Gagal Itu Berakhir Buruk, Inilah Kisahku Ketika Aku Gagal Masuk ke Sekolah Impianku

Oleh Theodora Florencia, Sukoharjo

Mungkin kamu pernah mendengar sebuah kutipan yang mengatakan proses takkan mengkhianati akhir. Tapi, benarkah kenyataannya pasti begitu? Aku pernah berjuang keras untuk mewujudkan impian yang sangat aku dambakan, akan tetapi aku jatuh terpuruk ketika aku gagal mewujudkan impian itu. Namun, dari kegagalan itu Tuhan mengajariku untuk percaya bahwa Dia punya rencana yang lebih baik daripada impianku semula.

Sejak kelas 4 SD aku mendambakan bisa diterima di SMA negeri favorit yang berlokasi di kota Solo. Bagiku yang sejak kecil bersekolah di sekolah swasta Kristen, SMA negeri itu amat menarik minatku. Aku ingin bertemu dengan teman-teman yang lebih beragam, baik itu budayanya ataupun agamanya. Walaupun aku tidak secerdas teman-temanku, tapi aku berusaha belajar dengan tekun, memohon kepada Tuhan, juga melayani di gereja. Semua itu kulakukan dengan harapan kelak Tuhan akan mengabulkan mimpiku untuk bisa masuk sekolah negeri.

Setelah lulus dari SMP, aku mencoba untuk mendaftar di sekolah negeri itu. Tapi, aku juga menyadari bahwa ada kemungkinan kalau aku tidak diterima di sana. Jadi, sebagai cadangan, aku juga mendaftarkan diriku di sebuah SMA swasta yang masih satu lokasi dengan SMPku. Waktu itu, SMA negeri tujuanku yang berlokasi di kota Solo hanya memberikan kuota 5% untuk siswa dari luar kota, padahal tahun sebelumnya kuotanya adalah 30%. Ratusan pendaftar, termasuk aku yang berasal dari luar kota Solo harus memperebutkan kuota yang amat sedikit itu. Aku percaya bahwa tidak ada yang mustahil bagi Tuhan. Namun, ketika hari pengumuman tiba, namaku tidak tercantum di sana. Hari itu aku merasa Tuhan seolah-olah menolak mimpiku. Aku merasa terpuruk, menangis, bahkan seperti tak memiliki tujuan hidup.

“Tuhan, yang benar saja. Aku sudah ingin masuk ke sana sejak kelas 4 SD! Aku juga nggak lupa berdoa waktu Ujian Nasional. Aku nggak lupa saat teduh. Aku nggak lupa tanya Tuhan, bahkan waktu UN aku memilih off dari semua media sosial supaya bisa fokus,” keluhku pada Tuhan. Jika seandainya saja kuota tahun itu tidak dipangkas, mungkin saja aku masih bisa diterima di sekolah itu. Kemudian, aku memberi kabar kepada beberapa temanku kalau aku tidak diterima. Mereka menghiburku, tapi tetap saja aku tidak merasa terhibur secara total.

Di malam harinya, dalam keadaan masih kecewa aku mencoba untuk bersaat teduh. Sebuah ayat yang diambil dari Ayub 42:2 itu menghibur sekaligus menegurku. “Aku tahu, bahwa Engkau sanggup melakukan segala sesuatu, dan tidak ada rencana-Mu yang gagal.” Ayat ini membuatku berpikir. Benar juga. Tuhan sanggup melakukan segala sesuatu, dan tidak ada satu pun rencana Tuhan yang gagal. Dari ayat itu, aku mengambil kesimpulan bahwa Tuhan memang tidak ingin aku masuk ke SMA negeri itu. Kalaupun Tuhan mengizinkan aku diterima di sekolah negeri itu, mungkin saja Dia membuat keajaiban seperti NIM-ku menjadi lebih tinggi, kuota masuknya diperbanyak, atau hal ajaib lainnya. Tapi, nyatanya itu tidak terjadi. Berarti, memang ada misi khusus yang Tuhan ingin berikan padaku. Tuhan ingin aku masuk ke SMA swasta yang sudah kucadangkan.

Lalu, ketika aku membaca sebuah buku renungan, aku juga kembali diingatkan dengan sebuah kutipan yang mengatakan: Allah memilih apa yang harus kita lalui, kita memilih bagaimana kita melaluinya. Kutipan ini kembali menguatkanku bahwa memang sudah jalan Tuhan untuk menempatkanku di sekolah swasta. Sekarang, tugasku adalah menentukan bagaimana caranya aku melalui hari-hariku di SMA swasta ini, apakah aku akan melaluinya dengan perasaan kecewa atau melaluinya dengan semangat. Mulai hari itu aku memilih untuk tidak lagi menyesali kegagalan ini dan mengimani firman Tuhan di Yeremia 29:11 yang berkata bahwa rancangan Tuhan adalah rancangan damai sejahtera, bukan rancangan kecelakaan.

Di SMA swastaku, memang aku tidak mendapatkan lingkungan pergaulan yang begitu beragam. Kebanyakan teman-temanku adalah orang Kristen. Namun, di sinilah aku melihat tantangannya, yaitu bagaimana caraku untuk tetap menjadi teladan bagi teman-temanku yang sama-sama adalah pengikut Kristus. Aku percaya bahwa sebelum kelak Tuhan mengutusku entah ke mana, saat ini Dia ingin aku menjadi teladan terlebih dahulu di tengah-tengah saudara seiman. Sewaktu SMP dulu, aku bukanlah termasuk siswa yang rajin. Tapi, di SMA ini aku mau menjadi teladan dengan cara belajar lebih rajin. Di akhir semester kedua, Tuhan menganugerahiku juara 1 di kelas dan pihak sekolah memberikanku beasiswa bebas biaya studi untuk tahun selanjutnya.

Selain lebih rajin, aku juga belajar untuk bagaimana membina relasi yang baik antar sesama teman. Ketika awal masuk sekolah dulu, aku bukanlah orang yang terbuka dan aku sempat tidak cocok dengan beberapa temanku. Aku merasa enggan berada dekat mereka. Namun, ketika aku berdoa, Tuhan menyadarkanku demikian: jika aku merasa tidak cocok dengan teman-temanku, bukan berarti mereka harus berubah untuk menjadi seperti yang kuinginkan. Aku harus bisa menerima mereka apa adanya. Toh, mereka tidak pernah mengeluh apabila berada di dekatku. Lantas, mengapa aku harus enggan berteman dengan mereka? Di liburan semester kedua, aku melatih diriku untuk tidak berpikiran buruk tentang teman-temanku dan mencoba untuk mendekati mereka. Sejak saat itu, lambat laun kami menjadi teman baik. Aku yang tadinya kurang terbuka, sekarang memiliki beberapa sahabat yang kepadanya aku bisa bercerita kisah-kisah hidupku.

Tuhan tidak pernah berhenti berkarya. Sekalipun mimpiku untuk masuk ke SMA negeri pada awalnya terkesan gagal, tetapi sesungguhnya Tuhan menyiapkan rencana yang lebih baik untukku. Tuhan jauh lebih tahu apa yang sesungguhnya aku butuhkan. Dia tahu bahwa di sekolah manapun aku bersekolah, aku harus menjadi seorang siswa yang rajin, bertanggung jawab, dan menjadi teladan. Tuhan mau aku mempercayai-Nya dengan sepenuh hati. Karya Tuhan tidak ditentukan dari aku bersekolah di mana, tapi di manapun aku bersekolah, di situlah Tuhan berkarya. Terkadang, kegagalan memang diizinkan Tuhan terjadi supaya kita percaya bahwa di balik kegagalan itu, Tuhan tetaplah Tuhan yang berkuasa dan memegang kendali atas hidup kita.

 

 

 

 

 

 

 

Mari menjadi Garam & Terang dunia melalui kesaksian hidup kita yang memberkati.

DOA Memulai Hubungan Pribadi dengan Tuhan Yesus Kristus:

Saya percaya bahwa Darah Yesus Kristus yang telah dicurahkan adalah untuk penebusan atas segala hutang dosa saya.
Saya percaya hanya melalui Tuhan Yesus saya beroleh pengampunan yang kekal.
Dan mulai saat ini juga, saya menerima Engkau sebagai Tuhan dan Juruselamat hidup saya pribadi.
Saya mengundang ROH KUDUS tinggal didalam hati saya untuk menuntun saya dalam setiap langkah dan pengenalan saya akan Engkau.
Saya berdoa Hanya di Dalam Nama Tuhan Yesus Kristus, AMIN. 

Sumber : www.warungsatekamu.org

Leave a Comment