Tuhan Tidak Pernah Ingkar Janji, Dia Memelihara Keluargaku

Oleh Elleta Terti Gianina, Yogyakarta

Delapan tahun lalu keluargaku mengalami kesulitan ekonomi. Masalah demi masalah datang menghampiri kami, dan kami merasa berada di titik terendah dalam hidup. Ayahku kehilangan pekerjaan, kakakku tidak bekerja, sedangkan aku masih kuliah. Sampai akhirnya pada tahun 2014 kami mengalami situasi di mana kami tidak memiliki rumah. Kami menjual rumah tinggal kami yang berada di Bogor untuk menyambung hidup.

Setelah rumah itu laku terjual, keluargaku memutuskan pindah ke Yogya. Mereka menyusulku yang saat itu sedang menyelesaikan skripsi. Puji Tuhan karena saat itu saudara kami yang memiliki rumah yang sudah tidak dipakai memperbolehkan kami tinggal sementara di sana. Tapi, keluargaku merasa masalah belum selesai. Mereka ketakutan. Kalau suatu saat saudaraku tidak lagi mengizinkan kami tinggal di rumahnya, lalu kami harus tinggal di mana? Sebenarnya kami memiliki alternatif solusi lain yaitu pembagian warisan dari pihak keluarga ibuku yang berupa tanah di Bojonegoro, Jawa Timur. Tapi, sudah 8 tahun tanah itu tak laku terjual. Seandainya tanah itu laku, uangnya dapat kami gunakan kembali untuk membeli rumah.

Di dalam keluargaku, aku adalah anak yang tidak terbuka dengan orang tuaku. Kalau ada masalah, biasanya aku akan menghindar. Aku tidak mau ambil pusing. Tapi, setelah keluargaku pindah ke Yogya, mau tidak mau aku pun jadi dekat dengan mereka dan aku merasa tidak nyaman dengan ketakutan-ketakutan yang mereka ungkapkan. Aku jadi ikut merasa takut kalau-kalau kami tak lagi memiliki tempat tinggal. Aku pun berpikir untuk mendapatkan pekerjaan supaya tidak menambah beban keluarga dan puji Tuhan aku pun mendapatkannya.

Setelah bekerja beberapa waktu, aku merasa kalau penghasilan dari pekerjaanku tidak cukup,. Aku pun dipenuhi pikiran untuk berusaha dengan tenagaku sendiri. Aku berpikir untuk bekerja di dua tempat, dari pagi sampai tengah malam supaya aku bisa mencicil rumah buat orang tuaku. Setelah selesai bekerja kantoran dari jam 8 sampai 5 sore, kupikir aku harus mencari pekerjaan part-time sampai malam hari.

Namun sejujurnya, aku merasa lelah dan tak sanggup. Aku merasa kecewa dengan orang tuaku dan juga dengan Tuhan, mengapa Dia mengizinkanku mengalami hal ini. Di samping bekerja siang malam, aku pun masih harus menyelesaikan skripsiku. Saat aku pulang, aku sering mendengar ayah dan ibuku berdoa bersama. Seharusnya aku merasa tertegur karena selama ini rasanya aku belum pernah benar-benar berdoa. Tapi, aku tidak mau terlalu memusingkannya. Aku bersikukuh kalau yang kubutuhkan adalah uang, dan untuk mendapatkannya aku perlu kerja gila-gilaan.

Sampai suatu ketika, Tuhan menegurku saat aku sedang saat teduh. Ada satu ayat yang menyentakku. “Terkutuklah orang yang mengandalkan manusia, yang mengandalkan kekuatannya sendiri, dan yang hatinya menjauh dari pada TUHAN” (Yeremia 17:5). Saat itu aku menangis sendiri di kamar. Aku ingin menyerahkan beban berat di pundakku kepada Tuhan. Aku meminta ampun kepada-Nya lalu mendengarkan dan menyanyikan lagu yang berjudul “Walau Ku Tak Dapat Melihat”. Kemudian aku pun berdoa:

“Tuhan, entah kenapa aku percaya banget Tuhan bilang di hati aku kalo Tuhan sudah sediakan rumah. Walaupun aku gak lihat sekarang dan kayak gak ada tanda-tandanya, tapi aku percaya tanah yang di Bojonegoro akan segera terjual dan kita bisa beli rumah untuk tinggal. Tuhan gak akan biarin keluargaku kesusahan karena sebelumnya aku tahu Tuhan selalu melindungi kami bahkan saat masa tersulit.”

Saat itu aku merasakan kenyamanan seperti seorang anak yang sedang dipeluk oleh Bapanya. Aku sadar jika selama ini aku berjalan dengan kekuatanku sendiri. Aku terlalu mengkhawatirkan masalah-masalah di depanku hingga aku tidak bisa melihat betapa Tuhan memelihara keluargaku di tengah permasalahan ini. Kemudian aku pun merasa diingatkan akan pemeliharaan Tuhan di masa-masa sulit ini. Meski tak lagi memiliki rumah, namun Tuhan tetap sediakan rumah tinggal untuk kami di Yogya. Hanya, aku saja yang tidak menyadari ini sebagai berkat dan pertolongan dari-Nya.

Saat itu aku memutuskan untuk berdoa puasa. Dalam hatiku aku mau belajar percaya bahwa Tuhan akan menyediakan tempat tinggal buat kami sekeluarga. Walaupun aku belum melihat wujud nyatanya, tapi aku tetap percaya. Hingga akhirnya, di awal tahun 2018 ini ibuku memberitahuku bahwa tanah di Bojonegoro itu sudah terjual dengan harga yang diinginkan. Dalam hatiku, aku tak henti mengucap syukur. Ayahku mengingatkan kami untuk terus berdoa hingga proses penjualan tanah itu selesai dan kami dapat membeli rumah yang baru. Di waktu yang tepat, Tuhan menepati janji-Nya, bahwa Dia tahu apa yang keluargaku perlukan (Matius 6:8). Keluarga kami akhirnya dapat membeli rumah kembali di Bogor. Namun, karya Tuhan tidak berhenti sampai di situ. Melalui pergumulan ini, aku jadi lebih peduli keluargaku. Padahal, dulu aku adalah orang yang tidak mau tahu dengan urusan keluarga.

Aku menulis kesaksian ini bukan tentang bagaimana aku berdoa, meminta, dan Tuhan mengabulkan. Tapi, tentang hubunganku dengan Tuhan ketika aku ada di titik tersulit dalam kehidupan. Aku tahu bahwa Tuhan Yesus adalah Bapa yang selalu memberikan yang terbaik. Tapi, ketika masalah terjadi, aku seringkali menutup mataku dan memilih mengandalkan kekuatanku sendiri. Aku menjadi buta akan penyertaan Tuhan hingga akhirnya aku pun merasa kecewa dan menyalahkan Tuhan. Padahal, firman-Nya berkata bahwa pencobaan yang kualami adalah pencobaan biasa, yang tidak akan melebihi kekuatanku. Tuhan selalu memberikan jalan keluar untuk setiap masalah yang kualami (1 Korintus 10:13).

Tuhan mengajarkanku tentang apa arti iman percaya. Mungkin dunia menebarkan ketakutan kepadaku. Tapi, ketika aku tahu bahwa aku punya Tuhan yang penuh kasih, sekali-kali Dia tidak akan pernah meninggalkanku karena Dialah yang memelihara hidupku dan keluargaku. Melalui kesaksian ini, kiranya kita dapat percaya bahwa Tuhan Yesus itu selalu bersama dengan kita. Dia menyertai kita dan keluarga kita, sebab kita adalah anak-Nya dan Dialah Bapa kita yang baik.

“Sebab itu janganlah kamu takut, karena kamu lebih berharga dari pada banyak burung pipit” (Matius 10:31).

Sumber: warungsatekamu.org

Tidak ada seorangpun dalam hidup ini yang menyukai masalah. Tetapi masalah tidak bisa kita hindari. Saat ini kami mengajak kamu untuk coba merenungkan bagaimana cara kita bisa keluar dari masalah itu . Ternyata jawabannya cuma satu. Apapun masalahnya, jawabannya ada pada Injil.

Kenapa Injil? Injil itu adalah kasih Tuhan kepada manusia. Injil disini bukan dalam konteks agama tapi kasih Tuhan kepada manusia. Siapapun orangnya,dalam hati kecilnya percaya bahwa ada Tuhan yang menjadikan semuanya.

Untuk itu saat ini kalau kamu sedang menghadapi sesuatu dalam hidup percayalah dan datanglah kepada Injil itu yang adalah Yesus Kristus Tuhan.

Dalam dunia ini tidak ada siapapun kecuali Yesus Kristus Tuhan yang pernah berkata Akulah Jalan, Akulah Kebenaran dan Akulah hidup. Semua manusia hidup kalau tidak menemui jalan berarti dia ketemu jalan buntu.Jadi bagaimanapun keadaanmu saat ini, datanglah kepada Yesus.

Kalau kamu ingin mengenal siapa Yesus lebih lagi, silahkan chat dengan kami.
Silahkan Whatsapp ke:
Whatsapp: +62 889-1466-144

Untuk kalangan sendiri

Leave a Comment