3 Alasan untuk Tidak Melakukan Hubungan Seks Sebelum Menikah

Oleh Ross Boone
Artikel asli dalam bahasa Inggris: Other Reasons Not To Have Sex Before Marriage

Aku sedang melakukan perjalanan bersama temanku saat dia mengetahui kalau aku berkomitmen tidak melakukan hubungan seks sampai nanti aku menikah. “Tidak pasti juga kalau aku akan menikah,” tambahku. Dia menghentikan obrolan, menoleh ke arahku dan berkata tegas, “Janji kepadaku kalau kamu akan melakukan hubungan seks sebelum kamu meninggal!”

Aku punya seorang teman Kristen yang berdebat sepanjang waktu tentang apakah boleh melakukan hubungan seks di luar pernikahan seperti yang budayanya tekankan, atau menanti sampai pernikahan seperti yang iman Kristen ajarkan. Dia tidak menemukan alasan yang cukup kuat mengapa sebuah buku kuno punya jawaban yang relevan atas isu ini. Akhirnya, suatu hari dia memberitahuku, “Kamu tahu, aku sangat bergumul dengan hal ini. Dan, akhirnya aku baru saja melakukannya.”

Hari-hari ini, bahkan orang Kristen sendiri pun tidak mengerti mengapa—selain “karena sebuah buku kuno berkata tidak”—seseorang memilih untuk tidak melakukan hubungan seksual sebelum menikah.

Alkitab menetapkan situasi yang ideal untuk seks. Allah ingin kita melakukannya hanya dengan satu orang—pasangan kita, hanya setelah kita menikah. Di Taman Eden, Allah berkata “Sebab itu seorang laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya menjadi satu daging” (Kejadian 2:24). “Bersatu dengan isterinya”, artinya mereka sudah menjadi seorang suami dan istri ketika mereka bersetubuh.

Paulus mengatakan dalam 1 Korintus 6:16, “Atau tidak tahukah kamu, bahwa siapa yang mengikatkan dirinya pada perempuan cabul, menjadi satu tubuh dengan dia? Sebab, demikian kata nas: ‘Keduanya akan menjadi satu daging.’” Jadi, Alkitab mengatakan bahwa ketika kita bersetubuh dengan seseorang, kita bersatu dalam sebuah relasi misterius yang dalam. Yang aku mengerti di sini adalah ikatan fisik itu ditujukan untuk menguatkan komitmen verbal yang kita ucapkan kepada orang lain seumur hidup kita.

Dan, biasanya ketika tokoh-tokoh Alkitab melakukan hubungan seks yang tidak seharusnya, hasilnya pun tidak baik. Contohnya adalah ketika Abraham tidur dengan pembantunya karena mereka tidak punya cukup iman kalau Allah akan memberi mereka keturunan (Kejadian 16, 21); atau ketika Salomo mengawini banyak perempuan yang akhirnya menjadi kehancurannya (1 Raja-raja 11).

Tapi, dua tokoh tersebut bukanlah alasan yang kuat bagi orang-orang modern yang mempertanyakan relevansi Alkitab. Jawabannya tampak lebih tidak masuk akal jika kamu berkencan dengan seseorang yang kemungkinan besar akan kamu nikahi nanti.

Jadi aku telah menyusun beberapa alasan yang kutemui dan membuatku yakin selama bertahun-tahun. Aku harap jawaban ini dapat memantapkan tekadmu, dan melengkapimu untuk memiliki percakapan yang baik apabila seseorang bertanya, sama seperti yang temanku lakukan kepadaku.

1. Janganlah menjadi serupa dengan dunia

Di dalam dunia yang menganggap perbuatan baik itu keren, seperti mendirikan yayasan dan mengunggah sesuatu yang bijak di Instagram, rasanya sulit untuk menunjukkan apa yang membuat orang Kristen berbeda. Salah satu cara untuk menunjukkan iman kita kepada Allah selain melakukan kebaikan sosial (Yakobus 1:27) adalah dengan menghidupi rancangan Allah atas hidup kita, juga untuk pernikahan.

Di dalam dunia yang mencibir orang-orang yang lulus kuliah tanpa melakukan hubungan seks, menahan nafsu bisa jadi adalah cara yang berani untuk menunjukkan apa yang kita percayai. Ketika kita berpegang teguh pada pendirian kita, tidaklah sulit untuk orang lain mungkin berkata, “Wow, dia menghidupi imannya sungguh-sungguh; kalau tidak, mengapa dia menunggu? Dan mungkin juga mereka akan berkata, “Mungkin ada sesuatu dalam agama itu jika dia berkeputusan seperti itu.” Kita harus berdiri tegar. Dan, inilah yang bisa menjadi alat luar biasa untuk membagikan iman kita.

2. Tunjukkan komitmenmu kepada pasanganmu di masa depan

Di dalam dunia di mana perceraian itu biasa, tidakkah baik untuk menunjukkan kepada pasangan kita kelak bahwa kita berkomitmen untuk menjadi seorang yang setia? Bagaimana jika, bahkan sebelum kita menikah, ada sebuah cara untuk menunjukkan kepada pasangan kita kalau kita itu bisa dipercaya dan setia meskipun ada banyak cobaan dan godaan hawa nafsu?

Dengan berpantang melakukan hubungan seks sebelum menikah, sekalipun tubuh kita meminta yang sebaliknya, kita mempersembahkan kepercayaan dan menunjukkan disipilin kepada pasangan kita. Ini memungkinkan pasangan kita tahu betul bahwa mereka tidak perlu khawatir tentang ketidaksetiaan. Ini menunjukkan kalau kita adalah orang-orang yang disiplin yang keyakinannya jauh lebih kuat daripada rangsangan. Tentu itu adalah sebuah hadiah yang indah bagi pasangan kita kelak saat nanti kita menikah.

3. Membentuk budaya kita

Tentu saja ada alasan-alasan praktikal lainnya untuk tidak berhubungan seks sebelum menikah. Menghindari penyakit menular seksual dan kehamilan yang tidak diinginkan termasuk adalah salah satunya. Ada juga alasan emosional, salah satunya dirumuskan dalam pepatah kuno yang mengatakan kalau kamu memberikan sebagian dari dirimu kepada tiap orang yang “tidur” denganmu. Tapi, aku mengatakan kalau hal ini sesungguhnya lebih besar daripada emosi ataupun kondisi fisik tiap-tiap orang.

Inilah yang memiliki kekuatan untuk membentuk masyarakat kita.

Ketika kita melihat dunia modern ini, kita dapat melihat bagaimana hubungan seks pranikah menghasilkan ayah-ayah yang tidak berkomitmen. Ketika pernikahan didasarkan pada kesenangan daripada komitmen, perceraian menjadi tak terhindarkan ketika kesenangan itu hilang. Dan kita bisa melihat kalau situasi ini bisa berakhir dengan menjadikan keluarga yang single parents, tidak utuh lagi.

Aku berpikir, mungkin banyak anak muda melakukan hal-hal yang buruk untuk mengisi kekosongan karena keluarga mereka yang rusak. Dan, mungkin karena mereka juga tidak memiliki contoh cinta yang berdasarkan komitmen, mereka mengadopsi nilai-nilai yang dunia ajarkan. Dan, siklus ini berulang dan berlanjut ke generasi selanjutnya.

Aku pikir ini semua terjadi karena budaya kita mengajak kita untuk menjadi orang-orang yang mengejar kesenangan daripada tujuan. Budaya kita memberitahu kita bahwa setiap orang punya hak untuk merasa senang dan hidup semau kita, selama kita tidak mencampuri urusan orang lain. Beberapa mungkin berkata ini nilai moral kehidupan. Tapi, Allah kita tahu bahwa kita akan bertumbuh lebih baik dan menjadi manusia yang lebih utuh seperti tujuan kita diciptakan jika kita hidup tidak sekadar “tidak mencampuri urusan orang lain.”

Allah ingin kita menjadi seorang yang teguh, memenuhi janji, disiplin, dan mencintai berdasarkan komitmen. Dan, ketika kita hidup berdasarkan ketetapan yang Dia berikan, kita mendapatkan damai dan sukacita yang sesungguhnya dunia mati-matian mencarinya. Yesus datang supaya kita mendapatkan hidup berkelimpahan. Dan buah roh itu termasuk sukacita, damai, dan juga pengendalian diri (Galatia 5:22-23).

Jutaan orang Kristen yang hidup dalam damai, integritas, pengendalian diri, dan komitmen dapat menjadi contoh yang baik untuk budaya kita yang telah dicemari kehancuran dan pencarian kesenangan sesaat. Dan keteguhan untuk tidak berhubungan seks sebelum menikah di waktu itu mungkin adalah cara paling efektif yang dapat kita tunjukkan untuk budaya kita.

Setelah membicarakan semuanya, tulisan ini ditulis bukan untuk mempermalukan mereka yang sudah jatuh ke dalam dosa seks. Tapi, aku harap poin-poin di atas bisa menjadi penyemangat karena setiap poin tersebut tentu dapat dilakukan kembali oleh mereka yang sudah terjatuh dalam dosa. Faktanya, mungkin akan lebih berdampak ketika seseorang yang dulu hidupnya serupa dengan dunia berpaling kepada komitmen dan integritas Alkitab. Kita bisa memilih untuk menjadi tidak serupa dengan dunia, menunjukkan integritas kepada pasangan kita kelak, dan membentuk budaya kita.

Aku harap aku bisa memberitahumu bahwa hal-hal itu akan mudah jika kamu mengikuti instruksinya. Tapi, sejujurnya: itu tidaklah mudah. Alkitab punya banyak contoh orang-orang yang berhasil, tapi butuh perjuangan keras untuk tetap berkomitmen dan berdedikasi. Aku harap kita bisa menghidupi kehidupan kita sebagai panggilan untuk melakukan apa yang Allah dapat lakukan dalam budaya kita.

“Ross, janji kepadaku kamu akan berhubungan seks sebelum meninggal!”

Jika aku harus memberikan respons kepada budaya yang mengatakan ini, responsku adalah “Aku telah berjanji kepada sesuatu yang melampaui kesenanganku. Aku telah berjanji kepada Penciptaku yang telah meletakkanku dalam rencana untuk menjadikanku seorang manusia yang penuh integritas, janji, komitmen, disiplin, dan sukacita. Aku akan menjadi orang yang dibangun untuk berkembang di surga kelak selamanya.”

Sumber: warungsatekamu.org

Tidak ada seorangpun dalam hidup ini yang menyukai masalah. Tetapi masalah tidak bisa kita hindari. Saat ini kami mengajak kamu untuk coba merenungkan bagaimana cara kita bisa keluar dari masalah itu . Ternyata jawabannya cuma satu. Apapun masalahnya, jawabannya ada pada Injil.

Kenapa Injil? Injil itu adalah kasih Tuhan kepada manusia. Injil disini bukan dalam konteks agama tapi kasih Tuhan kepada manusia. Siapapun orangnya,dalam hati kecilnya percaya bahwa ada Tuhan yang menjadikan semuanya.

Untuk itu saat ini kalau kamu sedang menghadapi sesuatu dalam hidup percayalah dan datanglah kepada Injil itu yang adalah Yesus Kristus Tuhan.

Dalam dunia ini tidak ada siapapun kecuali Yesus Kristus Tuhan yang pernah berkata Akulah Jalan, Akulah Kebenaran dan Akulah hidup. Semua manusia hidup kalau tidak menemui jalan berarti dia ketemu jalan buntu.Jadi bagaimanapun keadaanmu saat ini, datanglah kepada Yesus.

Kalau kamu ingin mengenal siapa Yesus lebih lagi, silahkan chat dengan kami.
Silahkan Whatsapp ke:
Whatsapp: +62 889-1466-144

Untuk kalangan sendiri

Leave a Comment