Aku Memberi Persepuluhan Karena Motivasi yang Salah

Oleh Agnes Lee, Singapura
Artikel asli dalam bahasa Inggris: I Was Tithing For The Wrong Reasons

Empat tahun lalu, aku bersilang pendapat dengan keluargaku dan aku pun tidak lagi tinggal serumah dengan mereka. Di waktu yang hampir bersamaan, aku mulai menghadiri ibadah di sebuah gereja kecil.

Istri dari pendeta di gereja itu meluangkan banyak waktunya untuk membimbingku. Setiap minggunya kami belajar Alkitab bersama-sama, dan dia juga sering meluangkan waktunya untuk mendengarkan curhatanku. Aku sangat mengucap syukur. Aku tidak tahu bagaimana membalas kebaikannya, jadi aku mulai memberikan persembahan persepuluhan ke gereja itu sebagai ungkapan terima kasihku kepada sang istri pendeta; aku tidak ingin apa yang sudah berikan untukku tidak dibalas apapun.

Alasan lain mengapa aku mulai memberi persepuluhan adalah karena gereja itu kecil, dan setiap uang dari persepuluhan maupun persembahan yang diberikan oleh anggota gereja sangatlah berarti. Aku ingat pada suatu bulan, pendeta kami mengumumkan kalau bulan itu gereja kami tidak mempunyai cukup uang untuk membayar sewa bulan itu. Meskipun aku tidak kaya dan tidak mendapat gaji yang tinggi, aku memutuskan untuk memprioritaskan persepuluhanku dibandingkan dengan prioritas keuanganku yang lain.

Beberapa waktu berselang, hubunganku dengan keluargaku pun pulih, dan aku mulai mendukung kebutuhan finansial keluargaku lagi. Namun, pengeluaran ini membuat keadaan keuanganku tertekan. Tapi, aku masih ingin terus memberikan persepuluhan sebagai wujud terima kasihku kepada istri pendeta yang telah menolongku selama masa-masa sulit, dan aku tidak ingin keuangan gereja kecil itu jadi terganggu.

Di titik ini, aku tidak memberikan persepuluhan sebagai keyakinanku untuk menyenangkan Tuhan. Melainkan, aku memberikan persepuluhan untuk menyenangkan orang-orang di sekitarku (istri pendetaku, orang-orang di gereja). Memberi persepuluhan berdasarkan kekuatanku sendiri dan untuk alasan yang salah membuatku mulai menggerutu. Meskipun aku terus memberikan 10 persen penghasilanku kepada gerejaku, di dalam diriku aku merasa tidak bersukacita.

Aku juga mulai mencari-cari kesalahan dari apa yang pembawa persembahan biasanya doakan. Dia berdoa, “Aku berdoa kiranya kami semua memberikan dengan hati yang sukacita.” Namun, kata-kata itu tidak berarti apa-apa buatku. Aku tetap menggerutu dalam hatiku, berpikir tentang diriku sendiri, “Selama aku memberi, itu tidak apa-apa… Tidak masalah apakah hatiku bersukacita atau tidak, selama aku tidak membebani keuangan gereja, seharusnya itu tidak apa-apa.”

Pemahamanku yang salah mengenai persepuluhan

Namun Tuhan memedulikan bagaimana sikap hatiku ketika memberi. Tuhan tidak membiarkan aku menggerutu terus-terusan. Saat aku tengah bersaat teduh, dengan penuh kasih Tuhan menunjukkanku bahwa doa yang dinaikkan oleh para pembawa persembahan itu sesungguhnya berasal dari Alkitab. Bagian akhir dari 2 Korintus 9:6-7 menyentakku, “Hendaklah masing-masing memberikan menurut kerelaan hatinya, jangan dengan sedih hati atau karena paksaan, sebab Allah mengasihi orang yang memberi dengan sukacita.”

Saat aku mempelajari ayat ini, aku merasa bahwa Tuhan berbicara dengan penuh kasih, “Aku ingin agar kamu memberi dengan sukacita. Janganlah karena paksaan. Kalau kamu tidak bersukacita, tolong simpan saja uangmu. Aku tidak menginginkannya. Aku lebih memilih hatimu.”

Aku merasa bersalah. Aku menyadari suatu kebenaran—Tuhan menginginkan hatiku. Dia ingin aku memiliki sikap hati yang benar di hadapan-Nya. Tuhan tidak menginginkan uangku; keinginan-Nya adalah aku mengasihi-Nya dengan hati yang penuh keyakinan, dan aku memberinya tempat di atas segala hal lainnya di hatiku. Aku merasakan kasih yang Bapa yang lembut mengalir dari firman Tuhan tersebut, mengatakan bahwa aku lebih berharga daripada hal-hal lainnya di dunia ini.

Jadi mengapa sangat sulit buatku untuk memberi dengan sukacita? Yesus berkata, “Jikalau kamu mengasihi Aku, kamu akan menuruti segala perintah-Ku” (Yohanes 14:15). Aku sadar bahwa aku tidak cukup mencintai Tuhan. Di luar aku menunjukkan bahwa aku mengasihi Tuhan, tetapi Tuhan menunjukkan kepadaku bahwa di dalam hatiku, aku tidak sungguh-sungguh mengasihi-Nya.

Persepuluhan sebagai bentuk penyerahan diri

Aku belajar untuk melihat bahwa persepuluhan bukanlah sebuah ketaatan yang dilakukan dengan keraguan; melainkan merupakan wujud bahwa aku menyerahkan hatiku. Hati yang berserah adalah hati yang bersukacita dalam memberi, dan Tuhan dapat melakukan jauh lebih banyak dalam kehidupan kita ketika kita hidup dengan hati yang berserah.

Sejak Tuhan menunjukkan apa yang menjadi keinginan-Nya dalam hatiku, aku tidak lagi menggerutu ketika memberikan persepuluhan. Meskipun keuanganku masih terbatas, 2 Korintus 9:6 menguatkanku: “Camkanlah ini: Orang yang menabur sedikit, akan menuai sedikit juga, dan orang yang menabur banyak, akan menuai banyak juga.” Kerajaan Allah itu bukanlah tentang benda-benda di dunia; Kerajaan Allah adalah tentang nilai-nilai yang bersifat kekal. Ketika kita memberikan persepuluhan dengan hati tulus, kita mungkin tidak akan diberkati dengan uang di rekening yang bertambah banyak, tetapi tentu kita menerima berkat yang bernilai kekal.

Ketika aku menyerahkan persepuluhanku kepada Tuhan meskipun keuanganku terbatas, aku justru belajar lebih banyak tentang penyerahan diri daripada ketika aku sedang berada dalam kondisi yang berlimpah. Aku belajar bagaimana rasanya berjalan dengan iman dan bukan dengan pandangan sendiri (2 Korintus 5:7), dan aku mengucap syukur untuk mengalami kebenaran Tuhan dalam janji-janji-Nya ketika aku menyerahkan diriku. Perlahan tetapi pasti, Tuhan sedang mengajariku untuk lebih mempercayai-Nya, dan setiap kali Dia melakukan itu, kasihku kepada-Nya pun bertumbuh.

Sumber: warungsatekamu.org

Seringkali kita sebagai manusia ingin melupakan masa lalu, entah karena dosa, kesalahan dan kegagalan kita. Banyak dari kita yang ingin mendapatkan sebuah awal yang baru, Tahukah kamu kalau Tuhan sudah menyediakan fresh start, sebuah anugerah yang sempurna, sehingga kamu menerima pengampunan dan kamu bisa meninggalkan semua dosa, kesalahan dan kegagalan kamu di masa lalu.

Semua kegalauan, keputusasaan, kekosongan yang kamu rasakan dalam hatimu, itu karena Tuhan tidak ada dalam hidupmu. Kita diciptakan untuk punya hubungan dengan Tuhan, tapi karena dosa kita terpisah dari Tuhan.

Tapi sebenarnya Tuhan sudah menyelesaikan masalah ini.
Jawaban dari semua masahmu ada di dalam Yesus, Dia sudah menanggung semua dosa kita di salib. Yesus mati untuk menebus dosa kita semua. Dan Dia bangkit dari antara orang-orang mati . Menang atas dosa.
Yesus melakukan itu semua karena Dia mengasihi kamu.

Kalau kamu ingin mengenal siapa Yesus lebih lagi, silahkan chat dengan kami.

Silahkan Whatsapp ke:
Whatsapp: +62 889-1466-144

Untuk kalangan sendiri

Leave a Comment