Ditawan oleh Pengharapan

Ann Hesseltine Judson

Pada tanggal 8 Juni saya sedang menyiapkan hidangan makan malam ketika secara tiba-tiba sekelompok pegawai kerajaan Burma menyerbu masuk ke dalam rumah kami. Saya mengenal salah satu dari antara mereka yang merupakan seorang sipir yang bertugas menjalankan eksekusi di penjara. Orang ini menonjol dari yang lain karena wajahnya yang galak dan penuh dengan bekas jerawat. Pertanyaan pertama dari pria yang galak itu adalah, “Mana sang guru?” Sang guru yang dimaksudkan adalah suami saya, Dr. Adoniram Judson. Judson langsung maju ke depan. Dengan nada suara yang dipakai untuk berbicara kepada para penjahat di penjara, sipir itu berkata, “Anda dipanggil Raja!” Belum sempat Judson berkata sepatah katapun, ia sudah dilempar ke lantai dan kedua tangannya diikat dengan tali.

Walaupun terkejut, saya segera memohon agar suami saya jangan dibawa, “Tolonglah, janganlah membawanya pergi.” Si muka seram langsung berkata, “Tangkap dia juga, dia juga orang asing!” Judson memohon agar mereka tidak menangkap saya karena itu bukan perintah Raja. Apa yang terjadi setelah itu terlalu mengerikan untuk saya gambarkan.

Banyak dari para tetangga yang berkumpul di depan rumah dan beberapa tukang bangunan yang sedang mengerjakan rumah kami langsung melemparkan peralatan mereka dan melarikan diri. Suara tangisan anak-anak tetangga mulai terdengar dan para pembantu kami terlalu terkejut dan takut untuk berbuat sesuatu. Karena ada begitu banyak orang yang menonton, si eksekutor itu dengan cepat mengikat Judson dan menyeretnya ke arah gedung pengadilan. Saya berusaha memintanya melonggarkan ikatan tali dengan menawarkan barang-barang berharga kepunyaan kami. Tetapi bukan saja ia menolak untuk menerimanya, tetapi semakin saya memohon belas kasihannya, semakin ia mengetatkan ikatan tali yang mengikat Judson sehingga membuatnya kesulitan untuk bernafas.

Setiba di pengadilan, Gubernur kota Ava, pusat pemerintahan Kerajaan Burma pada waktu itu, membacakan titah raja yang memerintahkan Judson ditahan di penjara maut. Judson langsung dibawa bersama beberapa orang asing yang lain. Semuanya dibelenggu dengan rantai besi dan dibiarkan dalam keadaan di mana mereka sama sekali tidak dapat bergerak.

Walaupun saya tidak dipenjarakan tetapi saya yakin selagi Burma dan Inggris masih berperang, para misionaris di Burma tidak akan dibiarkan begitu saja. Penangkapan orang asing adalah sebagian dari taktik perang pemerintah Burma yang semakin panik karena gagal menangkas serangan-serangan dari pihak Inggris. Ya Tuhan, berikanlah kami kekuatan untuk melewati masa-masa sulit ini. Kami di sini bukan untuk kepentingan kami tetapi demi melakukan amanat-Mu.

Keesokan harinya saya datang memohon kepada Gubernur untuk mengizinkan saya mengunjungi para tawanan di penjara maut itu. Saya menjelaskan bahwa para misionaris yang ditawan itu adalah warga Amerika dan merupakan guru-guru agama yang tidak ada kaitannya dengan perang yang sedang berlangsung. Kemudian saya mencoba menjelaskan bahwa kecurigaan pihak istana kepada para misionaris yang mereka anggap sebagai mata-mata sangatlah tidak berasas. Akhirnya setelah tanpa lelah memohon, ia berkata bahwa saya dijinkan berbicara dengan kepala penjara. Kepala penjara itu merupakan seorang yang sangat korup. Dengan gamblang ia berkata bahwa hidup mati para tawanan itu ada di tangannya dan tanpa malu-malu ia meminta saya memberinya uang, kain halus dan beberapa lembar sapu tangan jika saya mau Judson ditangani dengan baik.

Setelah menyogoknya dengan uang yang saya bawa, ia akhirnya mengijinkan saya untuk masuk. Tempat yang disebut penjara maut itu sesungguhnya sangatlah mengerikan. Saya tidak pernah melihat tempat yang sekotor itu. Baru-baru ini saya diberitahu bahwa sejak dibangun penjara itu tidak pernah dibersihkan, dan saya tidak meragukan fakta itu. Tempat yang kecil itu menampung sekitar 100 orang yang rata-rata dalam keadaan hampir telanjang. Setiap tawanan dibelenggu dengan rantai besi yang beratnya sekitar 5 kilogram. Saya hanya diizinkan untuk berdiri di depan pintu bangsal dan hati saya merasa begitu sedih dan pilu melihat keadaan Judson yang harus bersusah payah merangkak ke pintu untuk bertemu dengan saya. Saya hanya diberikan waktu 5 menit untuk berbicara dengannya. Sulit untuk dilukiskan perasaan saya pada waktu itu.

Walaupun saya tidak dipenjara tetapi itu tidak berarti mereka melupakan saya. Selang beberapa hari, bendahara istana yang didampingi sekitar 40 hingga 50 pengawal datang ke rumah kami karena raja memerintahkan semua barang kepunyaan kami disita. Saya memutuskan untuk menghadapi ketidak-adilan ini dengan sikap yang baik. Dengan sopan saya mempersilakan mereka duduk dan menjamu mereka dengan teh dan makanan ringan. Sebagai balasan mereka juga sangat menjaga perasaan saya, hanya empat pengawal yang masuk ke dalam rumah dan yang selebihnya diperintahkan untuk berada di luar rumah. Mereka mengambil barang-barang berharga seperti peralatan perak, perhiasan, pakaian dan kain. Hanya buku-buku, obat-obatan dan gaun pernikahan saya yang tidak diambil.

Situasi para tawanan semakin hari semakin menyedihkan. Pada waktu itu musim kemarau yang panas sudah tiba dan bangsal tempat mereka ditawan sama sekali tidak mempunyai ventilasi yang baik. Karena tidak terbiasa dengan cuaca panas, terutama bagi para tawanan asing, mereka banyak sekali berkeringat dan muka mereka pucat yang terlihat lebih seperti orang mati. Walaupun secara jasmani, Judson menjadi tawanan pemerintah Burma dan berulang kali nyawanya hampir diragut tetapi saya merasakan bahwa kami sebenarnya adalah tawanan pengharapan (prisoners of hope). Kami punya harapan bahwa Injil akan diberitakan kepada orang-orang Burma. Walaupun jika nyawa kami diambil sebelum kami sempat berbuat banyak tetapi lewat Perjanjian Baru yang telah diterjemahkan Judson ke dalam bahasa Burma, kami yakin pesan Injil akan sampai kepada mereka nanti. Maka bagi kami sangatlah penting untuk memastikan bahwa naskah terjemahan itu dilindungi dengan baik. Sangatlah tidak aman untuk menyimpannya di rumah karena saya tidak tahu kapan barang kami akan disita kembali.

Lalu saya memasukkan naskah berharga itu ke dalam satu tas dan dari tas itu saya buatkan bantal dan menghantarnya ke penjara untuk Judson. Saya berpikir naskah itu akan lebih aman berada di penjara. Judson harus berpura-pura menganggap bahwa bantal lusuh itu suatu barang yang tidak berarti. Tetapi yang menjadi lawan kita bukanlah darah dan daging tetapi penguasa-penguasa di udara. Walaupun hanya sebuah bantal yang sederhana, sipir yang mengawal Judson tertarik dengan bantal itu dan merampasnya dari Judson. Setelah diberitahu kabar buruk ini, saya mendapat inspirasi untuk membuatkan satu bantal yang lebih cantik dan bagus. Saya menghantar bantal baru itu ke penjara. Kemudian Judson menawarkan sipir yang mengawalnya dengan bertanya apakah ia mau menukarkan bantal lama itu dengan yang baru. Melihat bahwa yang baru itu jauh lebih bagus dari yang lama dengan senang hati sipir yang serakah itu mengembalikan bantal yang lusuh itu. Tidak terbayangkan betapa leganya hati kami saat mendapatkan kembali bantal lusuh yang mengandungi naskah itu.

Tetapi iman kami kembali diuji ketika pada suatu hari tanpa ada pertanda, semua tawanan secara mendadak dipaksa untuk berangkat ke lokasi baru. Di dalam keberangkatan yang terjadi secara tiba-tiba, para tawanan harus meninggalkan semua barang kepunyaan mereka. Langsung setelah penjara itu dikosongkan para sipir berlomba-lomba mencari barang-barang berharga di antara benda-benda kepunyaan para tawanan yang ditinggalkan. Bantal lusuh itu sama sekali tidak digubris mereka. Moung Ing, pengikut setia Dr. Judson datang ke penjara setelah mendapat kabar bahwa gurunya telah dipindahkan ke tempat lain. Melihat bantal lusuh milik gurunya tergeletak di tanah, ia langsung membawanya pulang tanpa mengetahui bahwa yang terkandung di dalamnya sesuatu yang sangat berharga. Pikirnya, ia mungkin tidak akan melihat Judson lagi, dan bantal itu akan mengingatkan dia pada gurunya. Dengan demikian naskah awal terjemahan firman Tuhan dalam bahasa Burma diselamatkan. Selama berada di lokasi penahanan yang baru, Judson harus bergumul untuk menerima kehilangannya. Sama sekali tidak diduganya bahwa hartanya yang paling berharga sedang disimpan dengan baik dan aman oleh Moung Ing.

Setelah hampir 21 bulan ditawan, akhirnya Judson dibebaskan. Saat ia melangkah masuk ke rumah, ia melihat naskah terjemahan Perjanjian Baru yang dipikirnya telah hilang itu tersusun rapi di atas meja. Tidak dapat dibayangkan rasa syukurnya kepada Tuhan yang telah secara ajaib mengamankan naskah Perjanjian Baru bahasa Burma itu.

Catatan Redaktur:
Enam bulan setelah Dr. Judson dibebaskan, Ann dikarenakan fisiknya yang lemah akibat penyakit dan kekurangan gizi, meninggal dunia pada tanggal 24 Oktober 1826 di usia 37 tahun. Ann meninggalkan seorang anak perempuan, Maria yang merupakan sumber penghiburan Dr. Judson setelah ditinggal istri tercintanya. Dr. Judson mengobati kesedihannya dengan bekerja keras menerjemahkan seluruh isi Alkitab dan dalam kesendiriannya, Maria sering menemaninya. Tetapi 6 bulan kemudian, Maria karena penyakit juga diambil Tuhan. Waktu-waktu setelah itu merupakan malam yang gelap bagi jiwa Dr. Judson tetapi Tuhan tidak pernah meninggalkan dia. Selain dari pelayanannya, beliau terus mengerjakan naskah Alkitab bahasa Burma dan pada tahun 1840 manuskrip Alkitab bahasa Burma akhirnya selesai. Dr. Judson dengan setia melayani pekerjaan Tuhan di Burma hingga akhir hidupnya. Ia meninggal dunia pada tanggal 12 April 1850, di usia 62 tahun. Terjemahan Alkitab bahasa Burma versi Judson masih dicetak sampai kepada hari ini.

(Artikel ini ditulis berdasarkan surat Ann kepada adik iparnya dan biografi Dr. Adoniram Judson)

 

 

 

 

 

 

 

DOA Memulai Hubungan Pribadi dengan Tuhan Yesus Kristus:
Saya percaya bahwa Darah Yesus Kristus yang telah dicurahkan adalah untuk penebusan atas segala hutang dosa saya.
Saya percaya hanya melalui Tuhan Yesus saya beroleh pengampunan yang kekal.
Dan mulai saat ini juga, saya menerima Engkau sebagai Tuhan dan Juruselamat hidup saya pribadi.
Saya mengundang ROH KUDUS tinggal didalam hati saya untuk menuntun saya dalam setiap langkah dan pengenalan saya akan Engkau.
Saya berdoa Hanya di Dalam Nama Tuhan Yesus Kristus, AMIN.

Sumber: cahayapengharapan.org

Leave a Comment