Ketika Tuhan Mengizinkan Hubungan Kami Kandas

Oleh Ferdian*, Jakarta

Usiaku kini 25 tahun. Sebagai pria, aku punya impian untuk kelak membangun keluarga, oleh karena itu aku pun dengan mantap menyusun rencana untuk melamar kekasihku di tahun depan. Tetapi, rencana itu tinggallah rencana. Segala persiapan dan anganku lenyap tatkala dia memintaku untuk putus.

Cerita pedih ini tidak datang dengan tiba-tiba. Selama dua tahun menjalin relasi dengannya ada hal-hal mendasar yang aku anggap sepele, hingga akhirnya hubunganku dengannya pun menjadi tidak sehat.

Mengawali dengan ekspektasi yang tinggi

Dua tahun lalu, aku bertemu dengan Sari* karena dipertemukan oleh rekan kami. Sederhananya, kami dijodohkan. Aku memandang Sari sebagai sosok gadis yang menarik. Wajahnya cantik, tubuhnya semampai, senyumnya manis, dan… dia pun orang Kristen. Ketertarikan itu berlanjut, aku mulai rajin berkomunikasi dengannya hingga akhirnya kami berdua memutuskan untuk berpacaran.

Aku dengan Sari memiliki selisih umur tiga tahun. Aku sudah bekerja sedangkan Sari saat itu masih menyelesaikan kuliah tingkat akhirnya. Kami tinggal di kota yang sama. Pertengahan 2018 tempat kerjaku mengalami kolaps. Beberapa bulan mencari pekerjaan baru, aku mendapatkannya di kota lain. Aku dan Sari pun mau tidak mau harus LDR.

Aku berekspektasi bahwa hubunganku dengan Sari akan menjadi hubungan yang langgeng. Aku berupaya menunjukkan besarnya kasihku kepadanya. Aku pun mengajaknya untuk sama-sama menabung supaya ketika tiba waktunya kami menikah, keuangan kami memadai.

Tapi, aku agak ragu dengan relasi kami yang kini berubah menjadi LDR. Aku takut kurangnya frekuensi bertemu bisa berakibat kami menjadi renggang. Hingga suatu ketika, dalam kesempatan kami hanya sedang berdua, kami melakukan tindakan gegabah yang menodai kekudusan kami berdua. Aku menyesal, tetapi kupikir apa yang telah kami berdua lakukan adalah kesempatan untuk kami saling mengikat.

Sejak saat itu, hubungan kami tetap erat meskipun kami berbeda kota. Kami tetap rajin berkomunikasi, pun kadang kala aku memberinya kejutan-kejutan. Aku pulang untuk menemuinya tanpa memberitahu, mengajaknya pergi liburan ke pantai bersama, atau menolongnya mengerjakan tugas akhirnya.

Tetapi, tanpa kusadari, di balik relasi antara dua insan yang kian erat, ada relasi yang aku tinggalkan. Pelan-pelan aku mulai undur dari pelayanan di gereja. Ketika diajak pelayanan, seringkali aku mengelak. Demikian juga dengan waktu-waktu pribadiku dengan Tuhan yang tak lagi konsisten. “Kristen” seolah hanya jadi identitasku semata tanpa ada nilai-nilainya yang kuhidupi. Konsep pacaran kudus yang dulu sering kudengar di komunitas pemuda di gerejaku pun hanya sebatas ingatan yang tak kupraktikkan.

Tahun 2019, hubungan kami berguncang. Ketakutanku terjadi. Mantan kekasih Sari mulai mendekatinya kembali.

Kecurigaanku pun muncul tatkala Sari semakin sulit dihubungi dan menjadi lebih sewot. Ketika Sari diwisuda, mantan kekasihnya pun turut hadir. Sejak saat itu, Sari terang-terangan berkata kepadaku bahwa dia pergi bersama mantan kekasihnya dan memintaku untuk tidak perlu marah. Jika aku marah, aku adalah orang yang egois, yang mengatur-atur hidupnya.

Kabar yang tak ingin kudengar pun datang kepadaku. Beberapa waktu lalu, dia meneleponku dan saat itu juga memintaku untuk memutuskan relasi dengannya.

Aku merasa tak percaya. Hatiku sakit dan aku menangis.

Aku merasa hidupku kosong dan masa depanku…kelam.

Memasuki titik balik

Selama beberapa hari berduka karena kabar itu, aku menjumpai sahabat-sahabatku. Mereka berusaha menguatkanku, dan juga secara tak langsung menegurku.

Selama ini aku telah meletakkan hidupku pada dasar yang salah. Aku tahu bahwa hidupku seharusnya dibangun di dalam relasi yang erat dengan Tuhan, tetapi imajiku akan hubungan pacaran yang langgeng membuatku meletakkan nilai hidupku pada relasi dengan Sari. Manusia adalah orang berdosa, dan mencintai orang berdosa tanpa melibatkan Tuhan adalah kesalahan fatal. Seharusnya, untuk kami bisa saling mengenal dan erat, masing-masing kami harus membangun relasi yang intim dahulu dengan Tuhan. Relasi dengan manusia tidak dapat menggantikan relasi dengan Tuhan, seperti firman-Nya yang mengatakan, “Akulah pokok anggur dan kamulah ranting-rantingnya. Barangsiapa tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia, ia berbuah banyak, sebab di luar Aku kamu tidak dapat berbuat apa-apa” (Yohanes 15:5). Sebagai ranting, aku perlu tetap menempel pada pokok atau dahan pohon, jika tidak aku akan menjadi layu dan mati.

Aku mengakui dosa-dosaku kepada Tuhan, dan Dia merangkulku kembali. Aku merasakan ada kedamaian-Nya yang melingkupi hatiku, meskipun aku mengalami patah hati. Aku juga diteguhkan kembali akan perumpamaan tentang anak bungsu yang melarikan diri dari ayahnya. Aku memang menanggung konsekuensi dari dosaku, tetapi Tuhan tetap menyambutku kembali. Tuhan mengampuniku dan yang perlu kulakukan adalah hidup dalam pertobatan yang sejati. Lewat firman-Nya, juga lewat kehadiran sahabat-sahabatku, Dia juga menguatkanku untuk bangkit kembali.

Kawanku, kisah ini kutuliskan bukan untuk menunjukkanku sebagai lelaki heroik, melainkan aku adalah pendosa yang dengan naifnya berpikir bisa mencintai dengan sempurna. Aku lupa bahwa sebagai manusia yang tidak sempurna, kita membutuhkan Cinta yang Sempurna untuk bisa saling mencintai. Cinta itu hanya didapat dalam Kristus.

Menjalin relasi pacaran adalah hal yang baik, yang Tuhan izinkan agar dua insan saling mengenal. Namun, hendaknya kita semua mengingat bahwa masa-masa pengenalan hendaknya dijalani dengan kudus. Ada batasan yang perlu ditetapkan. Dan, yang paling penting, sebelum kita saling mengenal dia yang menjadi kekasih kita, sudahkah kita mengenal Tuhan dengan baik dan menjalin relasi yang erat dengan-Nya?

Karena itu, saudara-saudara, demi kemurahan Allah aku menasihatkan kamu, supaya kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah: itu adalah ibadahmu yang sejati” (Roma 12:1).

*bukan nama sebenarnya

Sumber: warungsatekamu.org

Tidak ada seorangpun dalam hidup ini yang menyukai masalah. Tetapi masalah tidak bisa kita hindari. Saat ini kami mengajak kamu untuk coba merenungkan bagaimana cara kita bisa keluar dari masalah itu . Ternyata jawabannya cuma satu. Apapun masalahnya, jawabannya ada pada Injil.

Kenapa Injil? Injil itu adalah kasih Tuhan kepada manusia. Injil disini bukan dalam konteks agama tapi kasih Tuhan kepada manusia. Siapapun orangnya,dalam hati kecilnya percaya bahwa ada Tuhan yang menjadikan semuanya.

Untuk itu saat ini kalau kamu sedang menghadapi sesuatu dalam hidup percayalah dan datanglah kepada Injil itu yang adalah Yesus Kristus Tuhan.

Dalam dunia ini tidak ada siapapun kecuali Yesus Kristus Tuhan yang pernah berkata Akulah Jalan, Akulah Kebenaran dan Akulah hidup. Semua manusia hidup kalau tidak menemui jalan berarti dia ketemu jalan buntu.Jadi bagaimanapun keadaanmu saat ini, datanglah kepada Yesus.

Kalau kamu ingin mengenal siapa Yesus lebih lagi, silahkan chat dengan kami.
Silahkan Whatsapp ke:
Whatsapp: +62 889-1466-144

Untuk kalangan sendiri

Leave a Comment