Pelaku Teror Bom di Gereja Medan Itu Ternyata Satu Sekolah Denganku

Oleh Morentalisa Hutapea

Beberapa minggu lalu, di kampung halamanku di Medan, Sumatera Utara, Indonesia, seorang tersangka pembawa bom bunuh diri masuk ke dalam sebuah gereja ketika kebaktian Minggu sedang dilangsungkan, dan mencoba untuk meledakkan sebuah bom. Atas anugerah Tuhan, bom itu gagal meledak, dan para jemaat berhasil menahan dia dan akhirnya menyerahkannya kepada polisi.

Aku sangat terkejut ketika mengetahui bahwa tersangka berusia 17 tahun itu ternyata bersekolah di SMA yang sama denganku. Hal ini begitu menggangguku sampai-sampai aku tak bisa tidur di malam hari. Begitu mencemaskan mengetahui orang-orang di sekitar kita mungkin saja menyakiti kita, keluarga kita, dan gereja kita.

Meskipun tak ada yang terluka, insiden itu membuatku bertanya, di mana kita dapat menemukan keamanan di dunia ini?

Selama puluhan tahun, Sumatera Utara telah menjadi tempat tinggal jutaan orang Kristen Indonesia. Aku berasal dari suku Batak yang berasal dari propinsi tersebut. Kami memiliki gereja suku terbesar di Indonesia, Huria Kristen Batak Protestan (HKBP). Adanya percobaan serangan bom bunuh diri di tempat yang disebut-sebut sebagai kantung Kristen ini menunjukkan bahwa tidak ada tempat yang benar-benar aman bagi orang Kristen di Indonesia.

Aku telah cukup beruntung. Gerejaku tidak pernah dibom, dibakar, ditutup paksa, atau dihancurkan, seperti banyak gereja lainnya di Indonesia. Pengalaman terburukku dengan grup religius radikal adalah ketika aku bertemu dengan seorang representatif dari grup religius lainnya untuk mendiskusikan tentang meningkatnya radikalisme. Di luar ruangan, beberapa anggota dari organisasi ekstrimis sedang melempari gelas dan botol dan berteriak-teriak.

Aku tidak tahu sampai kapan kita akan menikmati “kebebasan beragama” di Medan. Mungkin saja para pelaku bom bunuh diri menyusup masuk ke gerejaku dan menghancurkannya suatu hari.

Jadi di mana kita dapat menemukan keamanan? Tidak di mana pun.

Dan di mana-mana.

Banyak orang melakukan berbagai hal untuk mendapatkan rasa aman, seperti bekerja keras untuk mendapatkan keamanan finansial. Dan karena kita takut kehilangan itu, beberapa dari kita mungkin menolak untuk mengambil risiko dalam mengikut Tuhan atau melayani sesama. Kita dibelenggu oleh ilusi yang salah tentang keamanan, dan akhirnya kita tidak pergi ke mana-mana.

Tapi keamanan itu sifatnya sementara. Kita tidak tahu kapan Iblis akan menjungkirbalikkan dunia kita atau mengancam keamanan kita. Aku sadar bahwa kita tidak dapat menjamin keamanan kita di mana pun kita berada di bumi.

Namun kita juga dikuatkan oleh fakta ini: kemanan juga dapat ditemukan di mana-mana.

Keamanan yang sejati hanya dapat ditemukan di dalam hadirat Allah. Ada sebuah jaminan bagi kita yang menyatakan bahwa kuasa Allah selalu ada untuk membuat kita bertahan, tidak peduli seberapa sulit pun kesulitan yang kita hadapi dalam hidup ini. Paulus mengerti hal ini ketika dia menulis bagi jemaat di Filipi. Dia berkata, “Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku.” (Filipi 4:13).

Janganlah kita mengejar keamanan yang semu dengan mengorbankan hal-hal yang penting dalam hidup ini: mengenal Allah, melayani sesama, berbuat baik, membawa damai, dan memuridkan. Kita hanya hidup sekali, dan tidak seorang pun tahu kapan hidup ini akan berakhir. Jadi marilah kita gunakan waktu kita yang sementara ini untuk mengasihi Allah dan mengasihi sesama.

Beberapa waktu lalu, seorang saudaraku dalam Kristus yang telah aku anggap sebagai saudaraku sendiri meninggal di dalam sebuah kecelakaan. Dia adalah seorang yang cerdas, baik, saleh, seorang anak muda yang bertalenta dengan karir yang menjanjikan di masa depan. Kematiannya membuat kami semua kaget.

Beberapa hari setelah kematiannya, kami saling bercerita tentang momen-momen terakhir kami bersamanya. Aku begitu dikuatkan ketika mengetahui bahwa yang temanku lakukan di hari-hari terakhir dalam hidupnya adalah mengingatkan teman-teman terdekatnya dan keluarganya tentang Allah dan pekerjaan misi. Meskipun hidupnya di bumi begitu singkat karena kecelakaan ini, temanku telah mengakhiri pertandingannya dengan baik.

Diingatkan betapa hidup ini begitu rapuh membuatku bertanya kepada diriku sendiri: Apakah aku telah hidup sesuai dengan yang Tuhan inginkan?

Marilah kita tanyakan kepada diri kita sendiri: Apakah kita telah melakukan yang terbaik untuk mematuhi perintah-perintah Yesus? Apakah kita mengasihi Allah dan mengasihi sesama kita seperti diri kita sendiri (Matius 22:37-38)?

Sumber: warungsatekamu.org

Tidak ada seorangpun dalam hidup ini yang menyukai masalah. Tetapi masalah tidak bisa kita hindari. Saat ini kami mengajak kamu untuk coba merenungkan bagaimana cara kita bisa keluar dari masalah itu . Ternyata jawabannya cuma satu. Apapun masalahnya, jawabannya ada pada Injil.

Kenapa Injil? Injil itu adalah kasih Tuhan kepada manusia. Injil disini bukan dalam konteks agama tapi kasih Tuhan kepada manusia. Siapapun orangnya,dalam hati kecilnya percaya bahwa ada Tuhan yang menjadikan semuanya.

Untuk itu saat ini kalau kamu sedang menghadapi sesuatu dalam hidup percayalah dan datanglah kepada Injil itu yang adalah Yesus Kristus Tuhan.

Dalam dunia ini tidak ada siapapun kecuali Yesus Kristus Tuhan yang pernah berkata Akulah Jalan, Akulah Kebenaran dan Akulah hidup. Semua manusia hidup kalau tidak menemui jalan berarti dia ketemu jalan buntu.Jadi bagaimanapun keadaanmu saat ini, datanglah kepada Yesus.

Untuk kalangan sendiri

Leave a Comment