Penderitaan dan Ujian─Berkat-Berkat yang Tuhan Karuniakan

Wang Gang Provisi Shandong

Aku adalah seorang petani dan karena keluargaku miskin, aku selalu harus bepergian ke sana kemari untuk menemukan pekerjaan sementara guna mendapatkan uang; kupikir aku dapat mencari penghidupan yang baik bagi diriku sendiri melalui pekerjaan fisik. Akan tetapi, pada kenyataannya, aku melihat bahwa tidak ada jaminan atas hak-hak hukum pekerja migran sepertiku; gajiku seringkali ditahan untuk alasan yang tidak jelas. Berkali-kali aku dicurangi dan dimanfaatkan oleh orang lain. Setelah setahun bekerja keras, aku tidak menerima jumlah yang semestinya kuterima. Aku merasa dunia ini begitu gelap! Manusia memperlakukan satu sama lain seperti binatang, di mana yang kuat memangsa yang lemah; mereka saling bersaing, saling memukul, dan aku semata-mata tidak mampu untuk terus hidup seperti ini. Dalam rasa sakit yang begitu hebat dan jiwa yang sangat tertekan, dan pada saat aku telah kehilangan keyakinan dalam hidupku, seorang teman membagikan kepadaku keselamatan Tuhan Yang Mahakuasa. Sejak saat itu, aku berkumpul, berdoa dan menyanyi dengan saudara-saudari secara berkala; kami membahas kebenaran dan menggunakan kelebihan kami untuk saling melengkapi kekurangan satu sama lain. Aku merasa sangat bahagia dan terbebaskan. Di Gereja Tuhan Yang Mahakuasa, aku melihat bahwa saudara-saudariku tidak mencoba mengecoh satu sama lain atau menciptakan perbedaan sosial; mereka semua benar-benar terbuka dan rukun satu sama lain. Semua orang ada untuk mencari kebenaran dengan giat guna membuang watak mereka yang rusak dan hidup layaknya manusia serta memperoleh keselamatan. Ini memungkinkan aku untuk mengalami kebahagiaan dalam hidupku dan memahami arti penting dan nilai kehidupan. Oleh karena itu, aku memutuskan bahwa aku harus menyebarkan Injil dan memungkinkan lebih banyak orang yang hidup dalam kegelapan untuk datang ke hadapan Tuhan guna menerima keselamatan dari-Nya dan kembali melihat terang. Akibatnya, aku bergabung dengan jajaran orang-orang yang memberitakan Injil dan bersaksi bagi Tuhan. Namun, tanpa diduga-duga aku ditahan oleh pemerintah PKT (Partai Komunis Tiongkok) karena mengkhotbahkan Injil dan aku pun menderita penyiksaan yang sangat brutal, perlakuan kejam dan pemenjaraan.

Pada sore hari di musim dingin tahun 2008, saat aku dan dua orang saudari sedang bersaksi mengenai pekerjaan Tuhan pada akhir zaman kepada seorang target penginjilan, kami dilaporkan oleh orang-orang jahat. Enam orang petugas kepolisian menggunakan alasan perlunya memeriksa izin tinggal kami untuk mendobrak masuk ke dalam rumah target penginjilan tersebut. Saat mereka memasuki pintu, mereka berteriak: “Jangan bergerak!” Dua orang polisi yang jahat itu terlihat tidak waras saat memukuli aku; salah satunya menarik baju di dadaku dan yang satunya lagi memegang lenganku dan mengerahkan segenap kekuatannya untuk mengunci tanganku di belakang, lalu ia bertanya dengan galak: “Apa yang sedang kau lakukan? Dari mana asalmu? Siapa namamu?” Aku pun balas bertanya “Apa yang kau lakukan? Untuk apa kau menahan aku?” Saat mereka mendengar aku berkata demikian, mereka menjadi sangat marah dan berkata dengan agresif: “Tidak penting apa alasannya, kaulah yang sedang kami cari dan kau harus ikut dengan kami!” Setelah itu, polisi yang jahat itu membawa aku dan kedua saudariku, memasukkan kami ke dalam mobil polisi dan membawa kami ke kantor polisi setempat.

Setelah kami sampai di kantor polisi, polisi jahat itu membawa aku dan mengunciku di dalam ruangan yang kecil; mereka memerintahkan kepadaku untuk meringkuk di lantai dan mengatur empat orang untuk mengawasiku. Karena aku jongkok untuk waktu yang lama, aku menjadi sangat lelah dan tidak tahan lagi. Saat aku mencoba berdiri, polisi jahat itu bergegas datang dan mendorong kepalaku ke bawah agar tidak dapat berdiri. Baru setelah malam tiba mereka datang untuk menggeledahku dan mengizinkan aku berdiri; ketika mereka tidak menemukan apa pun dalam penggeledahan itu, mereka semua pergi. Tak berapa lama kemudian, aku mendengar teriakan mengerikan dari seseorang yang sedang disiksa di ruangan sebelah, dan pada saat itu aku menjadi sangat takut: aku tidak tahu siksaan dan perlakuan kejam apa yang akan mereka lakukan terhadapku nanti! Aku mulai bergegas berdoa kepada Tuhan dalam hatiku: “Ya Tuhan Yang Mahakuasa, sekarang aku sangat takut, aku mohon agar Engkau memberikanku iman dan kekuatan, jadikan aku kokoh dan berani sehingga dapat menjadi saksi bagi-Mu. Jika aku tidak mampu menahan siksaan dan perlakuan kejam mereka, jika aku harus bunuh diri dengan menggigit lidahku sendiri, aku tidak akan pernah mengkhianati-Mu seperti Yudas!” Setelah berdoa, aku merenungkan firman Tuhan, “Jangan takut, Tuhan Semesta Alam Yang Mahakuasa pasti akan bersamamu; Dia menolongmu dan Dia adalah perisaimu” (“Bab 26, Perkataan Kristus pada Awal Mulanya” dalam “Firman Menampakkan Diri dalam Rupa Manusia”). Ya, Tuhan Yang Mahakuasa adalah penopangku dan Ia ada bersamaku; apa lagi yang perlu kutakutkan? Aku harus bergantung kepada Tuhan untuk melawan Iblis. Firman Tuhan menghilangkan perasaan takut dari dalam hatiku, dan hatiku pun dibebaskan.

Malam itu, empat orang polisi yang sangat jahat datang dan salah satunya menunjuk aku dan berteriak: “Kita tentunya sudah menangkap ikan besar! Kalian orang-orang yang percaya kepada Tuhan Yang Mahakuasa mengganggu ketertiban masyarakat dan menghancurkan hukum nasional…” Ia berteriak sambil mendorongku ke ruang penyiksaan di lantai dua, dan memerintahkan kepadaku untuk jongkok. Ruang penyiksaan itu dilengkapi dengan segala jenis alat penyiksaan seperti tali, tongkat kayu, pentungan, cambuk, senapan, dll. Semuanya diletakkan dengan sembarangan. Dengan alis mengernyit dan mata yang bersinar-sinar, seorang polisi jahat menjambak rambutku dengan satu tangan, dan memegang pentungan listrik, yang mengeluarkan bunyi “kejutan listrik dan letupan” yang berisik di tangan satunya, dan menanyakan informasi dengan ancaman: “Berapa banyak orang di gerejamu? Di mana kalian bertemu? Siapa pemimpinnya? Berapa banyak orang di wilayah ini yang mengabarkan injil? Ayo bicara! Kalau tidak, kau akan merasakan akibatnya!” Aku melihat ke arah bahaya pentungan listrik yang semakin dekat dan sekali lagi melihat sekeliling ruangan yang dipenuhi dengan alat-alat penyiksaan; aku tidak kuasa menahan perasaan gugup dan takut. Aku tidak tahu apakah aku akan sanggup menahan siksaan ini. Pada titik yang kritis inilah, aku teringat firman Tuhan Yang Mahakuasa, yang berkata: “Engkau juga harus minum dari cawan yang telah Aku minum (inilah yang Ia katakan setelah kebangkitan), engkau juga harus berjalan di jalan yang telah Aku tempuh … ” (“Cara Petrus Mengenal Yesus” dalam “Firman Menampakkan Diri dalam Rupa Manusia”). Aku sadar bahwa ini adalah sesuatu yang Tuhan percayakan kepada kita dan inilah jalan hidup yang telah Tuhan tetapkan secara pribadi bagi kita. Dalam menjalani iman kepada Tuhan dan mencari kebenaran, kita tentunya harus melewati penderitaan dan perasaan frustrasi. Hal ini tak terhindarkan, dan pada akhirnya kesulitan-kesulitan ini mendatangkan berkat dari Tuhan. Hanya melalui penderitaanlah orang-orang dapat menerima jalan kebenaran yang dikaruniakan oleh Tuhan, dan kebenaran ini adalah hidup kekal, yang dikaruniakan oleh Tuhan. Aku harus berjalan mengikuti jejak langkah Tuhan dan menghadapi hal ini dengan berani; Aku tidak boleh takut atau gentar. Saat memikirkan hal ini, hatiku mengeluarkan semacam kekuatan dan aku berkata dengan lantang: “Aku hanya percaya kepada Tuhan Yang Mahakuasa, aku tidak tahu apa-apa lagi selain itu!” Saat polisi jahat mendengar perkataanku, mukanya memerah dan dengan ganas ia menolok sebelah kiri dadaku dengan tongkat listrik. Ia menyetrumku selama hampir satu menit. Aku langsung merasa seakan-akan darah di dalam tubuhku mendidih; aku berada dalam kesakitan yang luar biasa dari ujung kepala hingga kaki dan aku pun berguling-guling di lantai sambil berteriak tanpa henti. Ia masih belum mau berhenti dan tiba-tiba menyeretku dan menggunakan tongkat untuk mengangkat daguku, sambil berteriak: “Ayo bicara! Kau tidak mau mengakui apa-apa?” Ia berteriak dan menekan bagian kanan dadaku dengan tongkat listrik. Aku tersengat dengan sangat parah hingga gemetar dari kepala hingga kaki. Selanjutnya aku merasa amat kesakitan hingga tergeletak pingsan tak bergerak di lantai. Aku tidak tahu berapa lama, tetapi aku bangun saat mendengar polisi jahat itu berkata: “Kau pura-pura mati ya? Kau pura-pura! Ayo terus saja pura-pura!” Mereka kembali menekan tubuhku dengan tongkat di bagian wajah dan menendang pahaku. Setelah itu mereka menyeretku dan bertanya dengan galak: “Kau mau beritahu apa tidak!?” Aku tetap tidak menjawab. Polisi jahat itu lalu dengan kejam memukuli wajahku dengan kepalan tangan mereka dan satu gigiku copot, sementara satu gigi lainnya hampir tanggal. Bibirku mulai berdarah. Dalam menghadapi siksaan luar biasa oleh setan-setan ini, aku hanya takut bahwa aku akan mengkhianati Tuhan karena tidak kuasa menahan siksaan mereka. Pada saat itu, aku kembali teringat akan firman Tuhan, “Mereka yang berkuasa mungkin tampak ganas dari luar, tetapi jangan takut, karena ini disebabkan engkau semua memiliki sedikit iman. Selama imanmu tumbuh, tidak akan ada yang terlalu sulit” (“Bab 75, Perkataan Kristus pada Awal Mulanya” dalam “Firman Menampakkan Diri dalam Rupa Manusia”).

Firman Tuhan kembali memberiku iman dan kekuatan, dan aku sadar bahwa meskipun polisi jahat di hadapanku membabi buta dan bertindak sembarangan, mereka sebenarnya diatur oleh tangan Tuhan. Pada saat itu, Tuhan sedang menggunakan mereka untuk menguji imanku. Selama aku bersandar pada iman dan mengandalkan Tuhan dan tidak menyerah kepada mereka, mereka pada akhirnya akan gagal dan merasa malu. Saat memikirkan hal ini, aku menghimpun segenap kekuatan di tubuhku dan menjawab dengan lantang: “Kenapa kau membawaku ke sini? Kenapa kau menyetrumku dengan tongkat listrik? Memang kejahatan apa yang telah aku lakukan?” Polisi jahat itu tiba-tiba tidak bisa berkata apa-apa dan hati nuraninya merasa bersalah. Ia mulai terbata-bata: “Aku … aku … Memang aku seharusnya tidak boleh membawamu ke sini?” Lalu ia pergi dengan menunduk malu. Saat melihat situasi memalukan akibat dilema si Iblis, hatiku tergerak dan aku pun menangis. Dalam keadaan yang berat ini, aku benar-benar mengalami kuasa dan otoritas firman Tuhan Yang Mahakuasa. Asalkan firman Tuhan diterapkan dan diikuti, Tuhan akan menjaga serta melindungimu dan kuasa Tuhan akan menyertaimu. Di saat yang sama, aku merasa begitu berutang kepada Tuhan karena sedemikian kecil iman yang kumiliki. Setelah itu, seorang polisi bertubuh tinggi masuk dan mendekatiku serta berkata: “Kau hanya perlu memberi tahu kami di mana keluargamu tinggal dan berapa banyak orang dalam keluargamu, dan kami akan membebaskanmu.” Saat ia melihat bahwa aku tidak mau berkata apa-apa, mukanya menjadi merah dan ia memegang tanganku dan memaksakan cap tanganku di atas kesaksian lisan yang telah mereka tulis. Aku melihat bahwa kesaksian lisan itu bukanlah apa yang sudah kukatakan kepada mereka, melainkan bukti yang terang-terangan dipalsukan. Aku merasakan kemarahan besar yang pada tempatnya dan aku lalu mengambil kertas itu dan merobeknya. Polisi yang jahat itu langsung mengamuk dan meninju bagian kiri wajahku. Ia lalu menamparku dua kali begitu keras hingga aku merasa pusing. Setelah itu mereka kembali memasukkan aku ke ruangan kecil tadi.

Setelah kembali ke ruangan kecil, aku memar-memar dan remuk redam, dan rasa sakitnya tak tertahankan. Hatiku dipenuhi dengan perasaan sedih dan lemah: mengapa orang-orang percaya harus menderita seperti ini? Aku mengkhotbahkan Injil dengan maksud baik, agar orang-orang dapat mencari kebenaran dan diselamatkan, dan tak diduga-duga aku menderita penganiayaan ini. Saat memikirkannya, aku semakin merasa diperlakukan tidak adil. Di tengah-tengah kesakitanku, aku teringat akan firman Tuhan: “Karena engkau adalah manusia, engkau harus mengorbankan diri untuk Tuhan dan menanggung semua penderitaan! Engkau harus dengan senang hati dan pasti menerima penderitaan kecil yang engkau alami hari ini dan menjalani kehidupan yang bermakna, seperti Ayub, seperti Petrus. … Engkau semua adalah orang-orang yang mengejar jalan yang benar, yang mencari peningkatan. Engkau semua adalah orang-orang yang bangkit di negeri si naga merah besar, orang-orang yang Tuhan sebut sebagai orang benar. Bukankah itulah kehidupan yang paling berarti?” (“Penerapan (2)” dalam “Firman Menampakkan Diri dalam Rupa Manusia”). Firman Tuhan Yang Mahakuasa menyentuh hatiku. Ya, Tuhan telah menyiramiku dan memenuhiku dengan firman hidup-Nya yang berlimpah, Ia telah mengizinkan aku menikmati kasih karunia-Nya yang berlimpah secara gratis dan memungkinkan aku untuk mengetahui misteri dan kebenaran yang tidak diketahui oleh siapa pun sejak generasi-generasi di masa lampau. Ini adalah anugerah istimewa yang diberikan oleh Tuhan kepadaku. Aku harus bersaksi bagi-Nya dan menahan semua rasa sakit bagi-Nya. Kesakitan sebesar apa pun layak kutanggung, karena itu adalah hal yang paling berharga dan bermakna! Hari ini, aku dianiaya karena mengkhotbahkan Injil dan tidak bersedia menanggung rasa sakit secara fisik karenanya; aku merasa diperlakukan tidak adil dan tidak rela. Bukankah aku telah membuat Tuhan sedih dengan berlaku seperti ini? Bukankah aku tidak memiliki hati nurani? Bagaimana mungkin aku layak menerima anugerah Tuhan yang penuh pengampunan dan makanan kehidupan dari-Nya? Pelbagai generasi orang kudus telah memberi kesaksian yang kuat dan bergaung bagi Tuhan karena mereka mengikuti jalan Tuhan; mereka menjalani hidup dengan penuh makna. Hari ini aku telah memiliki semua firman Tuhan ini, jadi bukankah aku seharusnya mempersembahkan lebih banyak kesaksian yang indah bagi Tuhan? Saat merenungkan hal ini, rasa sakit di sekujur tubuhku terasa berkurang, dan aku tahu pasti bahwa firman Tuhan-lah yang memberikanku kekuatan hidup, sehingga aku dapat mengatasi kelemahan dagingku.

Keesokan harinya, polisi jahat itu kehabisan strategi untuk dicoba. Mereka mengancamku dan berkata: “Kau tidak mau bicara? Kalau begitu kami akan memenjarakanmu!” Setelah itu mereka mengirimku ke pusat tahanan. Di pusat tahanan, polisi jahat itu terus menggunakan segala jenis metode penyiksaan terhadapku dan sering menghasut narapidana lainnya untuk memukuli aku. Di tengah-tengah hawa musim dingin yang menusuk, mereka menyuruh para narapidana menyiramiku dengan air dingin dan memaksaku mandi dengan air dingin. Aku gemetar kedinginan dari ujung kepala hingga ujung kaki. Di tempat ini, para narapidana adalah mesin pencari uang bagi pemerintah dan tidak memiliki hak hukum. Mereka tidak punya pilihan selain bertahan hidup di sel yang penuh sesak dan dimanfaatkan layaknya budak. Penjara itu memaksaku mencetak uang kertas yang digunakan sebagai sesajen bakaran untuk orang mati sepanjang hari dan aku diharuskan bekerja lembur di malam hari. Jika aku berhenti untuk istirahat, seseorang akan menghampiri dan memukuliku. Awalnya, mereka membuat aturan bahwa aku harus mencetak 2000 kertas setiap harinya, lalu mereka menaikkannya menjadi 2.800 kertas per hari, dan akhirnya 3.000. Jumlah ini mustahil bagi orang yang sudah berpengalaman, apalagi bagiku yang tidak punya pengalaman. Pada kenyataannya, mereka sengaja mengatur agar aku tidak bisa menyelesaikannya sehingga mereka punya alasan untuk menyiksa dan menghancurkan aku. Setiap kali aku tidak bisa memenuhi kuota, polisi jahat itu akan memasang belenggu seberat lebih dari 5 kg pada kakiku, dan mereka memborgol tangan dan kakiku. Aku hanya bisa duduk sambil menundukkan kepala dengan pinggang yang bengkok, kalau tidak aku tidak akan bisa bergerak. Selain itu, polisi yang tidak manusiawi dan tidak punya perasaan itu tidak pernah bertanya atau memedulikan kebutuhan dasarku. Meskipun ada toilet di dalam sel penjara, aku sama sekali tidak bisa menghampiri dan menggunakannya; aku hanya bisa memohon kepada teman satu sel untuk mengangkatku ke atas toilet. Kalau mereka narapidana yang agak baik, mereka akan menarikku berdiri; tetapi jika tidak ada yang membantuku, aku terpaksa buang air besar di celana. Waktu yang paling menyakitkan adalah saat makan, karena tangan dan kakiku diborgol jadi satu. Aku hanya bisa sekuat tenaga menundukkan kepalaku dan mengangkat tangan dan kakiku. Hanya inilah caraku bisa menaruh roti gulung ke dalam mulutku. Aku menghabiskan banyak energi untuk setiap gigitan. Borgol-borgol itu membuat tangan dan kakiku lecet dan sangat sakit. Setelah beberapa lama, kulit pergelangan tangan dan kakiku menjadi hitam mengilap dan kapalan. Seringkali aku tidak bisa makan saat diborgol, dan terkadang para narapidana akan memberiku dua roti gulung kecil. Mereka lebih sering memakan bagianku dan aku terpaksa bertahan dengan perut kosong. Jatah minumku bahkan lebih sedikit lagi; awalnya, setiap orang hanya diberi dua mangkuk air per hari, tetapi aku diborgol dan tidak dapat bergerak, jadi aku jarang bisa minum air. Siksaan yang tidak manusiawi itu sungguh tak terperi. Aku menderita seperti ini sebanyak total empat kali dan setiap kalinya aku diborgol selama minimal tiga hari hingga maksimal delapan hari. Setiap kali rasa lapar itu tak tertahankan, aku akan mengingat-ingat firman yang Tuhan ucapkan di masa lalu: “Manusia hidup bukan hanya dari roti, melainkan dari setiap firman yang keluar dari mulut Tuhan” (Matius 4:1-4). Aku sedikit demi sedikit mulai menyadari bahwa Tuhan ingin firman-Nya “Tuhan lakukan adalah mengubah firman menjadi hidup” menjadi nyata dalam hidupku melalui penderitaan oleh Iblis. Saat memahami kehendak Tuhan, hatiku dibebaskan dan aku berdoa kepada Tuhan dalam damai dan mencoba memahami firman Tuhan. Tanpa disadari aku tidak lagi merasa begitu sakit atau lapar. Ini benar-benar membuatku merasa bahwa firman Tuhan adalah kebenaran, jalan dan hidup dan tentunya fondasi tempatku bergantung untuk bertahan hidup. Oleh karena itu, imanku kepada Tuhan tanpa disadari meningkat. Aku ingat suatu waktu ketika sipir penjara dengan sengaja menganiaya dan memborgolku. Selama tiga hari tiga malam aku tidak minum setetes air pun. Narapidana yang diborgol di sebelahku berkata: “Dulu ada pemuda yang diborgol dan dibiarkan kelaparan hingga mati seperti ini. Aku lihat kau belum makan apa pun selama beberapa hari tapi masih bersemangat.” Saat mendengar kata-katanya, aku berpikir bahwa meskipun belum makan ataupun minum selama tiga hari tiga malam, aku tidak merasakan sakitnya rasa lapar. Aku sungguh merasa bahwa inilah kekuatan hidup dari firman Tuhan yang menopangku dan membuatku benar-benar melihat Tuhan yang menampakkan diri kepadaku di dalam firman-Nya. Hatiku terus bersemangat; dalam lingkungan kesengsaraan ini aku mampu benar-benar mengalami kenyataan kebenaran bahwa “Manusia hidup bukan hanya dari roti, melainkan dari setiap firman yang keluar dari mulut Tuhan.” Ini benar-benar harta kehidupan paling berharga yang telah Tuhan berikan kepadaku, dan merupakan karunia bagiku yang tak ada duanya. Selain itu, aku tidak akan mungkin bisa memperoleh karunia ini dalam lingkungan di mana aku tidak perlu khawatir tentang pakaian ataupun makanan. Sekarang ini, penderitaanku begitu bermakna dan berharga! Pada saat itu, aku langsung teringat firman Tuhan: “Apa yang engkau warisi saat ini melebihi apa yang diwarisi semua rasul dan nabi sebelumnya dan bahkan lebih besar dari apa yang diwarisi Musa dan Petrus. Berkat tidak dapat diterima dalam satu atau dua hari; tetapi harus didapatkan melalui banyak pengorbanan. Artinya, engkau harus memiliki kasih yang dimurnikan, iman yang besar, dan banyak kebenaran yang Tuhan mau engkau dapatkan; dan lagi, engkau harus sanggup mengarahkan wajahmu ke arah keadilan dan tidak pernah takut atau menyerah, dan engkau harus memiliki kasih yang terus-menerus dan tak kenal lelah bagi Tuhan. Darimu dituntut ketetapan hati, juga perubahan dalam watak hidupmu. Kerusakanmu harus diperbaiki, dan engkau harus menerima semua pengaturan Tuhan tanpa mengeluh, dan bahkan taat sampai mati. Inilah yang harus kau capai. Inilah tujuan akhir pekerjaan Tuhan, dan tuntutan yang Tuhan tuntut dari sekelompok orang ini” (“Apakah Pekerjaan Tuhan Begitu Sederhana Seperti yang Dibayangkan Manusia?” dalam “Firman Menampakkan Diri dalam Rupa Manusia”). Dalam upaya memahami firman Tuhan, aku menyadari bahwa setelah penderitaan dan ujian, datanglah berkat dari Tuhan, dan ini adalah makanan dan minuman kehidupan yang paling nyata dari Tuhan bagiku. Sekarang, meskipun firman yang Tuhan berikan kepadaku telah melewati pelbagai generasi orang kudus, aku masih perlu memiliki iman dan keteguhan hati agar mampu untuk tidak menyerah selama ujian dan kesengsaraanku, agar mampu tunduk pada pengaturan oleh Tuhan dan menerima keselamatan-Nya. Pada saat itulah, aku akan mampu masuk ke dalam kenyataan firman Tuhan dan melihat perbuatan-perbuatan Tuhan yang mengagumkan. Jika bukan karena kesusahan ini, aku tidak akan layak menerima janji dan berkat Tuhan. Pencerahan firman Tuhan menuntunku menjadi orang yang lebih teguh dan kuat di dalam batinku; aku pun menetapkan tekad: dengan giat aku akan bekerja sama dengan Tuhan dan memuaskan tuntutan Tuhan di tengah lingkungan yang menyakitkan ini, serta bersaksi bagi Tuhan agar aku dapat menuai panen terbesar.

Satu bulan kemudian, polisi PKT mengajukan tuntutan terhadapku atas “dugaan mengganggu ketertiban masyarakat dan menghancurkan penerapan hukum”; Aku dihukum selama satu tahun kerja paksa. Saat aku memasuki kamp buruh, polisi jahat itu menyebarkan gosip dan hal-hal yang tak masuk akal di antara para narapidana, dan berkata bahwa aku adalah umat Tuhan Yang Mahakuasa, yang lebih bejat daripada pembunuhan dan perampokan, dan mereka mendorong para narapidana untuk menganiaya aku. Oleh karena itu aku sering dipukuli dan ditempatkan dalam situasi yang sulit oleh para narapidana tanpa alasan sama sekali. Ini membuat aku benar-benar menyadari bahwa Tiongkok adalah neraka hidup yang dikendalikan dengan ketat oleh Iblis, si setan, di mana setiap sudutnya gelap dan di mana terang tidak boleh ada; di sini benar-benar tidak ada tempat tinggal bagi orang-orang yang percaya kepada Tuhan Yang Mahakuasa. Di siang hari, polisi jahat memaksaku bekerja di bengkel. Jika aku tidak memenuhi kuota, mereka akan membiarkan narapidana lain memukuliku saat aku kembali ke dalam sel penjara dan berkata “bunuh ayam untuk menakut-nakuti monyet.” Saat aku ada di bengkel menghitung karung, aku harus menghitung 100 karung dan mengikatnya jadi satu. Para narapidana dengan sengaja datang dan mengambil satu karung dari setiap ikat yang sudah aku hitung, lalu berkata bahwa aku salah menghitung dan menjadikannya kesempatan untuk memukul dan menendangku. Saat sipir penjara melihat aku dipukuli, ia akan menghampiri aku dan dengan munafik bertanya apa yang sedang terjadi, lalu para narapidana akan menunjukkan bukti palsu bahwa aku tidak menghitung cukup banyak karung. Lalu aku harus tahan dihujani kata-kata kritik yang tegas dari si sipir. Selain itu, mereka juga memerintahkan aku untuk menghapal “tata tertib” setiap pagi, dan jika aku tidak hapal, aku akan dipukuli; mereka juga memaksa aku menyanyikan lagu-lagu pujian bagi partai komunis. Jika mereka melihat aku tidak bernyanyi atau bibirku tidak bergerak, aku pasti akan dipukuli malam harinya. Mereka juga menghukum aku dengan memaksaku mengepel lantai, dan jika mereka tidak puas dengan hasil mengepelku, aku akan dipukuli dengan kejam. Suatu waktu, beberapa orang narapidana tiba-tiba mulai memukuli dan menendangku. Setelah selesai, mereka bertanya kepadaku: “Hei anak muda, kau tahu kenapa kau dipukuli? Itu karena kau tidak berdiri dan memberi salam kepada sipir saat ia datang!” Setiap kali sehabis dipukuli, aku menjadi marah tetapi tidak berani berkata apa-apa; aku hanya bisa menangis dan diam-diam berdoa kepada Tuhan, bercerita kepada-Nya mengenai kebencian dan kesedihan dalam hatiku karena tempat yang tidak taat hukum dan tidak masuk akal ini. Akal sehat tidak ada di sini, hanya ada kekerasan. Tidak ada manusia di sini, hanya ada setan-setan gila dan kalajengking! Aku merasa begitu kesakitan dan tertekan hidup dalam perjuangan ini; aku tidak mau tinggal semenit lebih lama. Setiap kali aku jatuh dalam kondisi yang lemah dan sakit, aku pun teringat akan firman Tuhan: “Pernahkah engkau menerima berkat-berkat yang diberikan kepadamu? Pernahkah engkau mencari janji-janji yang diberikan bagimu? Dalam tuntunan terang-Ku, engkau semua pasti akan menghancurkan kubu-kubu pertahanan kekuatan kegelapan. Engkau semua pasti tidak akan kehilangan cahaya yang membimbingmu, bahkan di tengah kegelapan. Engkau semua pasti akan menjadi penguasa atas seluruh ciptaan. Engkau pasti akan menjadi seorang pemenang di hadapan Iblis. Pada saat tumbangnya kerajaan naga merah yang sangat besar, engkau pasti akan berdiri di tengah kumpulan besar orang banyak untuk bersaksi tentang kemenangan-Ku. Engkau semua pasti akan teguh dan tidak goyah di tanah Sinim. Lewat penderitaan yang kautanggung, engkau semua akan mewarisi berkat-Ku dan pasti akan memancarkan kemuliaan-Ku ke seluruh alam semesta” (“Bab 19, Firman Tuhan kepada Seluruh Alam Semesta” dalam “Firman Menampakkan Diri dalam Rupa Manusia”). Firman Tuhan membangkitkan semangatku. Baik yang Tuhan lakukan terhadapku itu kasih karunia dan anugerah ataukah ujian dan pemurnian, semua itu ada untuk menyediakan kebutuhanku dan menyelamatkan aku, menempatkan kebenaran dalam diriku dan menjadikan kebenaran sebagai hidupku. Hari ini, Tuhan mengizinkan penganiayaan dan kesengsaraan ini datang kepadaku. Meskipun membuatku sangat menderita, hal tersebut memungkinkan aku untuk benar-benar mengalami bahwa Tuhan ada bersamaku, membuatku sungguh-sungguh menikmati firman Tuhan yang menjadi roti kehidupan dan pelita bagi kakiku serta terang bagi jalanku, yang membimbingku berjalan langkah demi langkah melalui lubang neraka yang gelap ini. Inilah kasih dan perlindungan Tuhan yang aku nikmati dan peroleh selama proses penderitaanku. Saat itu, aku mampu menyadari bahwa aku begitu buta dan egois dan terlalu serakah. Dalam kepercayaanku kepada Tuhan, aku hanya tahu bagaimana menikmati kasih karunia dan anugerah Tuhan, tetapi tidak sedikit pun mencari kebenaran dan hidup. Saat dagingku mengalami sedikit saja kesusahan, aku tidak henti-hentinya mengeluh; Aku sama sekali tidak memahami kehendak Tuhan dan tidak berupaya memahami pekerjaan Tuhan. Aku selalu menyebabkan Tuhan merasa sedih dan sakit karena diriku. Aku benar-benar tidak memiliki hati nurani! Saat merasa sesal dan menyalahkan diri sendiri, aku diam-diam berdoa kepada Tuhan: “Ya Tuhan Yang Mahakuasa, aku dapat melihat bahwa segala sesuatu yang Engkau lakukan adalah untuk menyelamatkan dan memperoleh diriku. Aku hanya benci karena aku begitu memberontak, buta dan tidak memiliki kemanusiaan. Aku selalu salah memahami Engkau dan tidak mempedulikan kehendak-Mu. Ya Tuhan, hari ini firman-Mu telah membangkitkan hati dan semangatku yang sudah mati rasa dan menyebabkan aku memahami kehendak-Mu. Aku tidak lagi mau memiliki keinginan dan tuntutan pribadi; aku hanya akan tunduk pada pengaturan-Mu. Bahkan jika harus menderita segala kesusahan, aku akan tetap giat bekerja sama dengan-Mu dan mengumandangkan kesaksian bagi-Mu di sepanjang penganiayaan oleh si Iblis. Aku akan berupaya lepas dari pengaruh Iblis dan menjalani hidup dalam keserupaan dengan manusia sejati untuk memuaskan Engkau.” Setelah berdoa, aku pun memahami maksud baik Tuhan dan tahu bahwa setiap lingkungan yang Tuhan izinkan kualami adalah kasih dan keselamatan terbesar Tuhan bagiku. Oleh karena itu, aku tidak akan lagi berpikir untuk lari dari Tuhan atau salah memahami-Nya. Meskipun keadaan saat ini tetap sama, hatiku benar-benar dipenuhi kebahagiaan dan sukacita; Aku merasa terhormat dan bangga dapat mengalami kesusahan dan dianiaya oleh karena kepercayaanku kepada Tuhan Yang Mahakuasa. Itu adalah hadiah yang tak ada duanya bagi orang yang rusak seperti diriku; ini adalah anugerah dan kasih karunia Tuhan yang istimewa bagiku.

Setelah mengalami setahun penuh kesengsaraan di penjara, aku melihat bahwa tingkat pertumbuhanku begitu kecil dan aku tidak banyak memiliki kebenaran. Tuhan Yang Mahakuasa benar-benar menutupi kekuranganku melalui lingkungan yang unik ini dan telah memungkinkanku untuk bertumbuh. Dalam kesengsaraanku, Ia telah membuatku memperoleh harta paling berharga dalam hidup dan membuatku memahami banyak kebenaran yang sebelumnya tidak kupahami, dan membuatku dengan jelas melihat penampakan Iblis, si setan yang menjijikkan serta hakikat penentangannya yang reaksioner terhadap Tuhan. Aku mengenali kekejiannya dalam menganiaya Tuhan Yang Mahakuasa dan membantai umat Kristiani. Aku sungguh mengalami keselamatan yang agung dan belas kasih Tuhan Yang Mahakuasa bagiku, orang yang rusak ini, dan aku telah merasakan bahwa kekuatan dan kehidupan dalam firman Tuhan Yang Mahakuasa dapat memberiku terang dan menjadi hidupku serta membimbingku untuk mengalahkan Iblis dan dengan gigih berjalan keluar dari lembah kekelaman. Demikian juga aku menyadari bahwa Tuhan Yang Mahakuasa menuntunku di jalan hidup yang benar, yaitu jalan terang untuk memperoleh kebenaran dan hidup! Mulai sekarang, tidak peduli apa pun penganiayaan, kesengsaraan ataupun pencobaan berbahaya yang aku hadapi, aku bersedia untuk giat mencari kebenaran dan memperoleh jalan hidup yang kekal yang telah diberikan oleh Tuhan Yang Mahakuasa kepadaku.

Sumber: id.kingdomsalvation.org

Tidak ada seorangpun dalam hidup ini yang menyukai masalah. Tetapi masalah tidak bisa kita hindari. Saat ini kami mengajak kamu untuk coba merenungkan bagaimana cara kita bisa keluar dari masalah itu . Ternyata jawabannya cuma satu. Apapun masalahnya, jawabannya ada pada Injil.

Kenapa Injil? Injil itu adalah kasih Tuhan kepada manusia. Injil disini bukan dalam konteks agama tapi kasih Tuhan kepada manusia. Siapapun orangnya,dalam hati kecilnya percaya bahwa ada Tuhan yang menjadikan semuanya.

Untuk itu saat ini kalau kamu sedang menghadapi sesuatu dalam hidup percayalah dan datanglah kepada Injil itu yang adalah Yesus Kristus Tuhan.

Dalam dunia ini tidak ada siapapun kecuali Yesus Kristus Tuhan yang pernah berkata Akulah Jalan, Akulah Kebenaran dan Akulah hidup. Semua manusia hidup kalau tidak menemui jalan berarti dia ketemu jalan buntu.Jadi bagaimanapun keadaanmu saat ini, datanglah kepada Yesus.

Untuk kalangan sendiri

Leave a Comment