Skripsi, Garis Akhir Perjuangan Kuliah yang Kulewati Bersama Tuhan

Oleh Yuanda Hemi, Tangerang

Aku adalah seorang mahasiswi dari sebuah perguruan tinggi di Kota Tangerang. Sebelum berkuliah, aku menjadi atlet bulutangkis selama enam tahun sehingga aku masuk sekolah hanya untuk mengikuti ujian.

Perjalananku sebagai atlet bulutangkis tidak berhasil membuatku menjadi atlet papan atas sehingga aku pun memutuskan untuk kembali ke jalur akademik. Sayangnya, aku belum benar-benar mengenal potensi diriku di luar dunia bulutangkis. Hal ini membuatku memilih jurusan yang disarankan keluarga dengan pertimbangan prospek kerja yang menjanjikan di era digital, yaitu Sistem Informasi.

Sejujurnya, aku sendiri tidak tahu apa yang akan kupelajari di jurusan tersebut. Beberapa orang mengatakan bahwa keputusanku merupakan langkah yang berani. Tetapi apa boleh buat, jurusan Psikologi yang lebih menarik minatku tidak mendapatkan persetujuan orang tua.

Di masa awal perkuliahan, aku optimis bahwa aku akan bertahan dalam jurusan ini seiring berjalannya waktu. Aku berprinsip kuat untuk memanfaatkan waktu yang ada dengan sebaik mungkin, agar dapat menyelesaikan kuliah tepat waktu. Dengan belajar sungguh-sungguh dan dengan bantuan dari teman-teman, aku mampu melewati semua mata kuliah yang ada hingga tiba waktunya bagiku untuk membuat skripsi.

Proses menentukan judul dan membuat proposal berlangsung sangat lancar. Perjuangan yang sebenarnya dimulai ketika aku mulai mengerjakan skripsi itu sendiri. Ada saat-saat di mana aku merasa yakin dapat menyelesaikan semuanya tepat pada waktunya, tetapi ada kalanya juga aku merasa tidak sanggup melewati rintangan-rintangan yang ada. Aku mengerjakan skripsiku setiap hari dan rutin mengikuti bimbingan di luar jam kelas delapan SKS mata kuliah yang mengulang. Karena stres berlebihan dan tidak nafsu makan, berat badanku turun sebanyak enam kilogram dalam dua minggu.

Di tengah-tengah masa sulit itu, aku menemukan vlog dari Acha Sinaga yang muncul di beranda YouTube. Acha dan Andy Ambarita, suaminya, mengajak kita untuk senantiasa mengandalkan Tuhan apapun yang terjadi. Menonton video tersebut membuatku merasa dikuatkan kembali.

Sampailah pada hari pra-sidang, aku menerima pengumuman yang tidak siap kudengar dari salah satu dosenku.

“Kalau saya boleh jujur, skripsimu tidak layak untuk maju sidang.”

Aku tertegun, terdiam, sedih, dan bingung. Apakah aku harus menunggu lagi? Ataukah lebih baik bagiku untuk tetap maju dan mencoba, tentunya dengan kemungkinan terburuk yaitu ‘dibantai’ saat sidang dan akhirnya gagal? Beberapa temanku menyarankanku untuk maju sidang, karena ada kemungkinan bahwa aku akan diuji oleh dosen lain. Hatiku bergejolak. Aku tidak siap menerima tekanan, apalagi menghadapi kegagalan.

Aku menceritakan semuanya kepada mamaku. Di tengah-tengah pergumulanku, aku membulatkan tekadku untuk tetap maju sidang.

“Ma, aku mau berjuang. Aku mau mencoba. Aku percaya aku pasti lulus kalau itu memang rencana Tuhan, dan tidak ada seorangpun yang bisa menggagalkan.”

“Percaya dan berdoa saja, Nak. Tugasmu adalah melakukan yang terbaik, biar Tuhan yang membantu dan melancarkan.”

Aku merevisi setiap bagian yang diminta oleh dosen pembimbingku serta melengkapi semua berkas yang diminta sehingga aku dapat mengumpulkan skripsiku tepat waktu. Dalam keadaan yang masih penuh tekanan, aku meminta Tuhan untuk menjauhkanku dari dosen-dosen killer yang menurutku dapat menghambat kelulusanku. Sekarang aku baru tersadar, seharusnya aku meminta kekuatan dan kesiapan dari Tuhan untuk menghadapi siapapun dosen pengujinya.

Puji Tuhan, aku dinyatakan layak sidang! Namun, saat sidang aku tidak dinyatakan lulus, tidak juga dinyatakan tidak lulus, dan tidak pula diminta untuk sidang ulang. Keputusannya menggantung, dan aku harus merevisi hampir satu buku. Inilah masa-masa terberat dalam perkuliahanku—bertahan saat aku merasa tidak sanggup lagi, nyaris menyerah namun tak ingin mengulang.

Yang membuat perjuanganku semakin berat adalah fokusku yang tidak terpusat pada skripsi. Aku harus membagi waktu antara menyelesaikan revisi, mencari tanda tangan dari dosen penguji, mengurus bisnis, dan mempersiapkan diri untuk menghadapi pertandingan bulutangkis yang diselenggarakan dua minggu setelah sidang. Aku bersyukur Tuhan memberikanku tanggal sidang lebih awal dari teman-temanku, sehingga aku banyak mendapatkan bantuan mereka baik dalam mengerjakan revisi maupun dalam hal mental support.

Setiap harinya, aku beroleh kekuatan dari Tuhan melalui doa. Aku percaya bahwa Tuhan punya rencana yang terbaik untukku. Tuhan sendiri yang akan menguatkanku dalam melewati semua proses kelulusanku, dan Ia juga yang akan menggerakkan hati para dosen penguji. Tiga belas hari kulalui dengan penuh tangis, dan Tuhan memberiku kejutan di hari ke-14: aku mendapatkan tanda tangan dari ketiga dosen pengujiku. Aku lulus!

Sungguh indah rancangan Tuhan dalam hidupku, dan tentunya dalam hidup teman-teman semua. Ya, aku sempat merasa takut dan tidak percaya diri ketika mendengar pernyataan dari dosenku. Tetapi, aku bersyukur Tuhan menyertaiku dalam melewati setiap proses penyusunan skripsi. Ketika keadaan di depanku terasa menakutkan, aku hanya bisa bersandar pada karakter Tuhan. Ia adalah Bapa yang baik, yang sudah merancangkan masa depanku dengan luar biasa, lebih daripada apa yang aku pikirkan. Dalam Pengkhotbah 3:11 dikatakan bahwa, “Ia membuat segala sesuatu indah pada waktunya, bahkan Ia memberikan kekekalan dalam hati mereka. Tetapi manusia tidak dapat menyelami pekerjaan yang dilakukan Allah dari awal sampai akhir.

Aku percaya, Tuhan memakai proses yang kualami dalam sidang skripsi untuk menguatkan teman-teman yang mengalami pergumulan yang sama. Puji Tuhan, aku sudah diwisuda pada 20 Juni 2019 yang lalu. Semua karena kasih karunia Tuhan semata, dan biarlah semua kemuliaan hanya bagi-Nya!

Sumber: warungsatekamu.org

Tidak ada seorangpun dalam hidup ini yang menyukai masalah. Tetapi masalah tidak bisa kita hindari. Saat ini kami mengajak kamu untuk coba merenungkan bagaimana cara kita bisa keluar dari masalah itu . Ternyata jawabannya cuma satu. Apapun masalahnya, jawabannya ada pada Injil.

Kenapa Injil? Injil itu adalah kasih Tuhan kepada manusia. Injil disini bukan dalam konteks agama tapi kasih Tuhan kepada manusia. Siapapun orangnya,dalam hati kecilnya percaya bahwa ada Tuhan yang menjadikan semuanya.

Untuk itu saat ini kalau kamu sedang menghadapi sesuatu dalam hidup percayalah dan datanglah kepada Injil itu yang adalah Yesus Kristus Tuhan.

Dalam dunia ini tidak ada siapapun kecuali Yesus Kristus Tuhan yang pernah berkata Akulah Jalan, Akulah Kebenaran dan Akulah hidup. Semua manusia hidup kalau tidak menemui jalan berarti dia ketemu jalan buntu.Jadi bagaimanapun keadaanmu saat ini, datanglah kepada Yesus.

Kalau kamu ingin mengenal siapa Yesus lebih lagi, silahkan chat dengan kami.
Silahkan Whatsapp ke:
Whatsapp: +62 889-1466-144

Untuk kalangan sendiri

Leave a Comment