15 April 2003, pukul 04.00 pagi, 2 minggu sebelum masalah terjadi..
“Saya bangun seperti biasa, tapi kok rasanya kepala saya pusing. Berat sekali rasanya. Warna yang terlihat dari mata saya itu hijau, biru, hitam dan kadang berganti-ganti. Saya kekamar mandi, lalu setelah itu saya makan obat sakit kepala lalu kembali tidur. Jam 11, saya dan suami saya berangkat ke rumah sakit. Ternyata tensi saya 200. Saya merasa sakitnya dari kepala sampai ke kaki, bahkan rambut sayapun terasa perih”.
Di rumah sakit, tiba-tiba saya merasa bahwa hidup saya tak lama lagi. Saya bangun dan mulai meminta maaf padanya atas semua salah saya. “Saya sebenarnya mau sembuh, tapi kalau saya dipanggil Tuhan, saya sudah siap sekarang ini”, ungkap saya pada suami. Markas Sitompul, suami saya, saat itu berkata “Sudahlah, kita serahkan pada Tuhan sajalah, kita tidak tahu apa yang terjadi”.
“Jam sudah menunjukkan pukul setangah 1 malam kala saya dipindahkan ke rumah sakit lain. Tapi badan rasanya enteng sekali. Saya dengar, saya lihat. Jam setangah 6 pagi, saya terbangun dengan kesakitan. Saya membangunkan suami yang masih setia berada disamping tempat tidur saya. Dia segera memanggil dokter dan menyuruh saya tenang”.
Ternyata kabar dari dokter sama sekali tidak bagus saat itu. Markas yang mendengar hal ini tak sanggup menyembunyikan perasaannya. “Saya duduk, dan saya menangis. Istri saya stroke!”. Sambil terus menangis, Markas berpikir “dengan apa saya harus merawatnya?” “Oh Tuhan, apa yang harus saya lakukan? Berikan kesembuhan…..”
Hasil ronsen memperlihatkan bukti bahwa Ibu Erie Dormamenderita stroke karena terdapat penyumbatan pada pembuluh darah batang otak. Dokter Daniel P yang merawat Ibu Erie menyatakan bahwa “Hal ini sangat berat, karena pada batang otak itu lewat fungsi-fungsi vital tubuh. Kasus ini merupakan kasus stroke yang paling berat. Jika pasien sudah dapat melewati masa akut atau masa kritis di ruma sakit, pasien masih harus menjalani terapi intensif oleh dokter spesialis syaraf, dan juga menjalani fisioterapi, paling kurang selama 1 sampai 2 tahun, untuk bisa memulihkan fungsi-fungsi motoriknya”.
Setiap hari, teman-teman Ibu Erie datang kerumah sakit untuk berdoa. Teman-teman gereja bahkan tetangga juga datang. 26 April, Ibu Erie dan suami memutuskan untuk berobat jalan karena keadaan ekonomi yang tidak memungkinkan. Dengan kursi roda, Pak Markas membawa istrinya pulang ke rumah mereka yang sederhana.
“Sampai di rumah saya bilang pada suami saya bahwa dengan keadaan ekonomi kita berdua sekarang, ini semua tidak mungkin, sehingga obat hanya cukup diminum sekali sehari saja”.
Hari pertama itu, mulailah Pak Markas ditengah begitu banyak pergumulan hidupnya harus melalukan pekerjaan yang belum pernah ia lakukan sebelumnya, seperti membawa istrinya ke kamar mandi, menyuapi, menyiapkan minuman, dan menyiapkan obat. Hanya ada satu pertanyaan di otaknya “Mengapa? Pergumulan saya yang lain tidak bisa saya selesaikan karena harus konsentrasi disini”. Pak Markas mulai berontak, sampai ia sadar bahwa tidak ada jalan lain untuk mengeluh selain pada Tuhan. Ibu Erie sendiri bagaimana?
Ternyata wanita ini memutuskan untuk tetap bernyanyi dan memuji Tuhan. Bahkan dari 24 jam sehari, 20 jam ia pakai untuk berdoa, memuji, menyanyi, dan menyembah Tuhan. Itulah yang ia lakukan dengan cucuran air mata.
29 April 2003, pukul 04.00 pagi, 3 hari setelah pulang ke rumah..
“Seperti biasa saya terbangun jam 4 pagi. Tiba-tiba saya mendengar ada suara berkata pada saya “JALAN!”. Saya langsung saja nurut. Saya berdiri dan akhirnya saya jalan!, seiring suara itu terus berbicara pada saya”.
Perlahan tapi pasti, Ibu Erie membuka pintu kamarnya dan mulai berjalan keluar ke kamar mandi. Saat itulah Ibu Erie berkata dari mulutnya bahwa ia percaya. “Saya percaya Tuhan! Saya percaya bahwa tangan kananMu memegang tangan saya, dan Engkau yang memimpin aku sehingga ada disini, Tuhan”. Ibu Erie kemudian memanggil suaminya dari kamar mandi. Anak laki-laki dan suaminya merespon panggilan itu. “Sudah bisa jalan? Sudah sembuh ya?” ungkap mereka dengan perasaan meluap sukacita. Pak Markas memeluk istrinya sambil berkata bahwa Tuhanlah yang sudah menyembuhkannya. Ibu Erie menitikkan air mata sambil tertawa gembira karena percaya bahwa kesembuhan yang ia terima berasal dari Tuhan dan baru hari itu ia merasakan kesembuhan langsung dari Tuhan.
Dalam hal ini dokter menyatakan bahwa “Jika melihat kasus ibu ini, yang dalam semalam bisa berjalan dan dalam beberapa minggu kemudian mengalami pemulihan gerakan kaki dan tangan dan fungsi bicara, maka menurut saya ini adalah suatu mujizat”.
Akhir Mei 2003..
“Walau masih dalam pemulihan, saya mulai melakukan aktifitas saya sebagai ibu rumah tangga, dan melangkah terus tanpa kursi roda”.
“Memang selama ini kita bisa berpikir bahwa kita hanya berdoa tapi tidak melihat jawabannya. Tapi dengan kejadian ini saya bisa rasakan bahwa doa itu terjawab”.
“Asal kita percaya pada Tuhan, Tuhan akan berkarya dalam hidup kita ini. Tuhan akan menunjukkan kebesaranNya atas hidup kita ini”, ungkap Ibu Erie dengan senyum merekah”.
“Dialah yang memikul kelemahan kita dan menanggung penyakit kita” (Matius 8:17b)
Sumber Kesaksian: Erie Dorma (Jawaban.com)