Untuk Meresponi Panggilan Tuhan, Aku Melepaskan Karierku Sebagai Seorang Fotografer

Oleh Noni Elina Kristiani

“Tuhan apakah Kau sedang bercanda?” Kalimat itulah yang terlintas di pikiranku ketika Tuhan menyatakan apa yang sebenarnya menjadi panggilan hidupku. Bagaimana mungkin aku yang seorang sanguinis, suka berbicara tanpa berpikir panjang ini menjadi hamba Tuhan sepenuh waktu?

Aku memiliki tekad yang besar untuk menjadi seorang fotografer profesional, tapi keluargaku sangat ingin aku bekerja di media televisi sesuai dengan program studi Televisi dan Film yang aku ambil semasa kuliah. Aku sempat melamar ke stasiun televisi beberapa kali namun gagal. Akhirnya aku mencoba untuk mengasah kemampuan fotografiku seraya terus menyimpan mimpi untuk kelak dapat memproduksi sebuah film rohani Kristen pertama di Indonesia.

Sebuah acara yang menyadarkanku akan panggilan

Di bulan Agustus 2016 aku mengikuti sebuah kamp yang ditujukan untuk mahasiswa maupun yang sudah lulus. Dalam acara ini kami dikelompokkan berdasarkan bidang pekerjaan yang kami tekuni dan kami diberikan beragam materi tentang bagaimana kami bisa menjadi saksi dalam pekerjaan masing-masing. Pembicara-pembicara yang diundang adalah anak-anak Tuhan yang profesional di bidangnya. Akhir acara diisi dengan malam doa dan panitia acara menyiapkan satu sesi untuk kami mendengar tentang wilayah-wilayah di Indonesia yang bahkan belum mendengar kabar keselamatan.

Dalam sesi itulah aku merasa terpanggil untuk bekerja di ladang Tuhan, tapi aku menolaknya. Aku tidak pernah membayangkan diriku menjadi seorang hamba Tuhan penuh waktu. Namun, kemudian ada beban dalam hatiku terhadap jiwa-jiwa terhilang yang butuh pengenalan akan Kristus. Rasanya seperti Tuhan menaruh dukacita dalam hatiku ketika aku berusaha menolak panggilan itu. Setelah acara berakhir, aku memutuskan untuk menceritakan pergumulan hatiku kepada seorang kakak rohani dan dia mendoakanku supaya aku mengerti apa yang menjadi kehendak Tuhan.

Kamp telah usai dan tiba saatnya kami kembali ke dunia kerja. Aku masih tidak percaya pada panggilan Tuhan untukku hal itu membuatku sangat bersedih dan tidak berhenti menangis. Sebelum aku masuk ke dalam bus yang akan mengantarkanku ke kota tempatku bekerja, aku menyempatkan diri untuk pergi ke toilet lalu berdoa dengan berurai air mata seraya berkata, “Tuhan aku mau, terjadilah padaku apa yang menjadi kehendak-Mu.”

Kembali ke dunia kerja

Aku pun kembali ke dalam pekerjaanku sebagai seorang fotografer dan penyiar radio yang cukup menyita banyak waktuku. Dua pekerjaan yang aku tekuni ini adalah sesuatu yang menyenangkan dan merupakan minat serta bakatku, namun hal ini jugalah yang membuatku lupa akan komitmenku untuk mau dipakai Tuhan melayani jiwa-jiwa dan membawa mereka kepada Tuhan.

Di akhir tahun 2016, aku mendapatkan sebuah tawaran untuk menjadi staff penuh waktu di yayasan yang melayani siswa dan mahasiswa. Aku mengenal yayasan ini karena semasa dulu kuliah, yayasan inilah yang membinaku. Pihak yayasan itu menanyakan kepadaku apakah aku berkenan untuk menerima panggilan menjadi staff di kota kecil di Jawa Timur. Mulanya aku bingung dengan tawaran itu. Aku telah merasa nyaman tinggal dan bekerja di kota metropolitan, jadi aku pun enggan jika harus pindah ke kota kecil. Kemudian aku berdoa dan memohon pada Tuhan supaya aku ditempatkan di kota yang sesuai dengan keinginanku saja.

Tuhan tidak tinggal diam, Dia menggunakan berbagai hal untuk membawaku kembali pada panggilanku yang sesungguhnya. Di bulan Maret 2017 aku mengikuti seminar tentang pemuridan dan aku merasa bahwa di setiap sesi khotbah yang dibawakan seperti menyinggung dan mengingatkanku akan doa yang kupanjatkan ditahun 2016, ketika aku berkata mau taat kemana pun Tuhan mau menempatkanku. Tidak sampai disitu saja, aku semakin diteguhkan untuk berhenti dari pekerjaanku ketika tanpa sengaja aku membaca sebuah buku karya John Ortberg yng berjudul Jika Anda Ingin Berjalan di Atas Air, Keluarlah dari Perahu. Ketika aku membuka buku itu secara acak, mataku berhenti pada sebuah paragraf yang bertuliskan, “Kadang-kadang, dalam kedaulatan Allah, akhir dari suatu karir adalah permulaan dari panggilan hidup. Sejauh mana pekerjaan Anda saat ini mengungkapkan bakat dan hasrat Anda yang sesungguhnya?” Apa yang baru saja kubaca itu seolah menegurku tepat pada sasaran.

Memulai sebuah awal yang baru

Bulan Mei 2017 aku memantapkan hatiku untuk menerima panggilan itu dan melayani di kota kecil dimana aku ditempatkan. Berada di tempat yang sepenuhnya baru dan harus kembali beradaptasi bukanlah hal yang mudah bagiku, tapi aku mau tetap percaya bahwa Tuhan senatiasa menyertaiku. Aku memutuskan untuk meninggalkan pekerjaanku sebagai fotograrer dan penyiar radio. Ketika mendengar rencana ini, orangtuaku sangat menentangnya dan dengan berurai air mata aku menjelaskan kepada ayahku kalau aku tidak bisa menolak panggilan ini.

Aku berdoa supaya Tuhan melembutkan hati ayahku. Beberapa hari kemudian ayahku bertanya kapan aku akan berangkat dan ke kota mana aku ditempatkan. Pertanyaan itu merupakan tanda bahwa beliau telah menyetujui keputusanku. Aku takjub akan pekerjaan Tuhan yang mengubahkan hati ayahku secepat itu. Belum semua teman-temanku tahu tentang keputusanku ini, tapi aku siap untuk memberikan jawaban kepada mereka jika mereka bertanya alasan mengapa aku melepaskan pekerjaanku yang semula. Aku belajar untuk tidak terlalu mempedulikan penilaian orang lain terhadapku, tapi mempedulikan tentang bagaimana Allah menilaiku. Aku hidup untuk menyenangkan Allah, bukan manusia.

Dari pergumulanku akan panggilan hidup ini, ada beberapa hal yang ingin aku bagikan kepadamu:

1. Mengasihi Allah lebih dari apapun adalah kunci ketaatan

Sebagai seorang perempuan single berusia 23 tahun sebenarnya aku memiliki mimpi dan ekspektasi yang besar akan masa depanku. Namun, semua itu berubah ketika aku menyadari betapa besar kasih Tuhan kepadaku.

Kita bisa menulis atau mengatakan bahwa kita mengasihi Allah, namun mengasihi Allah tentu lebih dari sekadar ungkapan kata. Mengasihi Allah berarti kita harus melakukan tindakan nyata yang disertai dengan iman. Allah telah lebih dahulu mengasihi kita, sehingga hidup ini merupakan persembahan bagi Allah (Roma 12:1). Apa yang akan kita korbankan bagi-Nya?

2. Kita melayani bukan karena layak, tetapi Tuhanlah yang melayakkan

Ada beberapa contoh tokoh Alkitab yang awalnya menolak untuk dipakai Tuhan. Musa, pada awalnya dia merasa dirinya tidak layak memimpin bangsa Israel (Keluaran 3:11; 4:1&10) hingga beberapa kali dia menolak panggilan Tuhan. Selain Musa, ada juga Yunus yang harus menanggung akibat dari ketidaktaatannya untuk pergi ke Niniwe. Tuhan memerintahkan Yunus untuk memperingati kota itu supaya bertobat, tapi Yunus malah pergi melarikan diri ke Tarsis hingga akhirnya dalam perjalanan perahunya diombang-ambing badai, Yunus dilemparkan ke laut dan ditelan oleh ikan besar (Yunus 1:17).

Dari kedua tokoh Alkitab itu aku belajar bahwa jika Tuhan memakai seseorang yang sempurna untuk menjadi alat-Nya, maka Dia tidak akan menemukan satupun. Namun, terpujilah Allah karena dia setia dan menyertai anak-anak-Nya. Ada banyak kesulitan untuk mentaati panggilan Tuhan, salah satunya adalah tetap mempercayai-Nya. Percayalah bahwa Tuhan sanggup bekerja di dalam kelemahan kita, karena justru di dalam kelemahan itulah kuasa-Nya menjadi sempurna (2 Korintus 12:9). Aku percaya bahwa Tuhan juga sanggup bekerja dalam setiap kelemahanku untuk mendatangkan kemuliaan bagi-Nya.

3. Kita menantikan Tuhan dengan melakukan disiplin rohani dan mendengar nasihat

Ketika aku bergumul dengan panggilan hidupku, aku melatih diriku untuk lebih giat melakukan disiplin rohani. Aku melakukan pendalaman Alkitab secara pribadi dengan menggunakan buku-buku panduan. Aku juga lebih banyak berdoa di waktu luangku dan mulai melatih diri berpuasa. Bukan sesuatu yang mudah bagiku, namun kakak rohaniku selalu mendukungku dan mengingatkanku untuk selalu dekat dengan Tuhan.

Ketika aku mengarahkan pandanganku pada Tuhan, ada banyak hal yang Dia nyatakan kepadaku. Tuhanlah satu-satunya sumber kekuatan dan hikmat. Semakin kita mendekat kepada-Nya, semakin kita bisa dengan jelas mendengar suara-Nya.

Pengambilan keputusan yang kuambil tidak lepas dari bimbingan dan nasihat beberapa orang. Tuhan juga bisa menggunakan nasihat dari orang lain untuk menolong kita mengetahui kehendak-Nya. Pilihlah orang-orang yang takut akan Allah dan mintalah nasihat dari mereka. “Jalan orang bodoh lurus dalam anggapannya sendiri, tetapi siapa mendengarkan nasihat, ia bijak” (Amsal 12:15).

Sumber: warungsatekamu.org

Tidak ada seorangpun dalam hidup ini yang menyukai masalah. Tetapi masalah tidak bisa kita hindari. Saat ini kami mengajak kamu untuk coba merenungkan bagaimana cara kita bisa keluar dari masalah itu . Ternyata jawabannya cuma satu. Apapun masalahnya, jawabannya ada pada Injil.

Kenapa Injil? Injil itu adalah kasih Tuhan kepada manusia. Injil disini bukan dalam konteks agama tapi kasih Tuhan kepada manusia. Siapapun orangnya,dalam hati kecilnya percaya bahwa ada Tuhan yang menjadikan semuanya.

Untuk itu saat ini kalau kamu sedang menghadapi sesuatu dalam hidup percayalah dan datanglah kepada Injil itu yang adalah Yesus Kristus Tuhan.

Dalam dunia ini tidak ada siapapun kecuali Yesus Kristus Tuhan yang pernah berkata Akulah Jalan, Akulah Kebenaran dan Akulah hidup. Semua manusia hidup kalau tidak menemui jalan berarti dia ketemu jalan buntu.Jadi bagaimanapun keadaanmu saat ini, datanglah kepada Yesus.

Kalau kamu ingin mengenal siapa Yesus lebih lagi, silahkan chat dengan kami.
Silahkan Whatsapp ke:
Whatsapp: +62 889-1466-144

Untuk kalangan sendiri

Leave a Comment